Waktu kecil ketika saya berumur 10 tahun, saya sering bermain bersama teman-teman saya. Saya sering sekali dimarah oleh ibu karena terlalu sering bermain, namun itu tak menghalangi niat saya untuk bermain. Saya merupakan salah satu anak yang nakal dari lima teman saya. Saya sering sekali berkelahi dengan mereka, mungkin tiga kali sehari. Walaupun demikian kami adalah gerombolan yang kompak dan mengerti satu sama lain.
Suatu hari dimana ada musim main pistolan dari balon, kami pun membuatnya bersama-sama. Saya membuatnya dari pipa yang berdiameter 5 cm, dan panjangnya kurang lebih 20 cm, kemudian saya beri balon yang digunakan sebagai gaya pegasnya atau kami menyebutnya sebagai tembakan. Kami memakai peluru dari buah bongsai. Kami pun siap bertempur.
Kami pun berperang dengan semangat, seakan-akan tak mau saling mengalah. Saya juga tak mau kalah. Saya menembakan 5 peluru sekaligus kearah teman saya, namanya Fahmi. Sialnya nasib saya ! salah satu peluru tersebut mengenai matanya. Fahmi mengerah kesatikan dan menangis. Perasaan cemas bercampur bersalah membumbuhi pikiran saya. Kami pun melakukan genjatan senjata. Kami langsung membawa Fahmi pulang kerumah. Saya pun memberi tahu sebenarnya kepada orang tua Fahmi. Beruntungnya orang tua fahmi mengenal orang tua saya. Saya pun bergegas pulang kerumah dan memberi tahu kepada ibu.
Sesampainya dirumah, ibu pun langsung bertanya kepadaku.
“ hey putra, dari mana saja kamu ?” Tanya ibu.
“ eh ibu cantik sekali hari ini, hihihi, baru pulang dari rumah teman bu” jawab saya
“ alah kamu bias aja. Kok wajahmu pucat sekali ?, kamu berantem lagi ? tanya ibu curiga
“ Oh gak papa bu Cuma kecapekan aja hih” jawabku cemas
“oh ya sudah istirahat dulu sana !”
Saya pun langsung pergi ke tempat tidurku. Perasaanku menjadi tak karuan. Saya berdoa agar Fahmi baik-baik saja.
Keesokan harinya saya bergegas pergi ke sekolah. Uang saku yang biasanya saya minta tidak saya ambil karena ingin cepat-cepat tiba ke sekolah. Begitu juga bekal yang ada diatas meja. Setiba di sekolah saya pun langsung pergi ke kelas Fahmi, berharap keadaan matanya membaik.
“Jang, apa kamu melihat Fahmi di kelas ?”
“ Eh Putra, tadi saya lihat fahmi ada di kantin. Kayaknya dia habis nangis, matanya merah banget”
“Oh, ya udah maksih ya Jang”
Sesampai di kantin saya pun memanggilnya dari kejauhan.
“ Fahmi.. giman keadaanmu bro ?”
Fahmi diam tanpa kata, seakan-akan dia tidak menyukai kedatanganku. Saya merasa kecewa.
“ Eh kamu” jawabnya
“ kamu marah ?”
“hahha nggak kok Cuma mau buat kamu merasa bersalah saja” jawabnya bercanda
“alah kamu fan, ya udah sini saya traktir makan hahah”
“hah bisa aja kamu” jawabnya
Kami pun bercanda gurau kembali. dia memaafkanku dengan mudahnya, seakan-akan taka da masalah. Saya pun terharu dalam hening. Salam sahabatku untukmu disana. Semoga kita berhasil 10 tahun yang akan datang.