In the Name of Allah, most Compassionate, most Merciful
BAB XXI
'UMRAT'L-QADZA
Muslimin berangkat ke Mekah
SETELAH berjalan
setahun sejak berlakunya isi perjanjian Hudaibiya Muhammad dan sahabat-sahabatnya
sudah bebas dapat melaksanakan isi perjanjian dengan pihak Quraisy itu
guna memasuki Mekah dan berziarah ke Ka'bah. Atas dasar itu Muhammad lalu
memanggil orang agar bersiap-siap untuk berangkat melakukan 'umrat'l-qadza,
(umrah pengganti) yang sebelum itu telah teralang.
Dengan mudah
orang sudah dapat memperkirakan betapa kaum Muslimin menyambut panggilan
itu. Ada diantara mereka kaum Muhajirin yang sudah tujuh tahun meninggalkan
Mekah, kaum Anshar yang sudah memang punya hubungan dagang dengan Mekah
dan sudah rindu sekali hendak berziarah ke Ka'bah. Oleh karenanya anggota
rombongan itu telah bertambah sampai duaribu orang dari 1400 orang pada
tahun yang lalu. Sesuai dengan isi perjanjian Hudaibiya tidak seorang
pun dari mereka dibolehkan membawa senjata selain pedang tersarung. Tetapi
Muhammad masih selalu kuatir akan adanya pengkhianatan. Seratus orang
pasukan berkuda di bawah komando Muhammad bin Maslama disiapkan berangkat
lebih dulu dengan ketentuan jangan melampaui Mekah, dan bila sampai di
Marr'z-Zahran supaya mereka menyusur ke sebuah wadi tidak jauh dari sana.
Ternak kurban
itu digiring oleh kaum Muslimin didepan mereka, terdiri dari enampuluh
ekor unta, didahului oleh Muhammad diatas untanya sendiri al-Qashwa'.
Mereka berangkat dari Medinah dengan hati yang damba hendak memasuki Umm'l-Qura
(Mekah) dan bertawaf di Baitullah. Setiap Muhajirin menunggu ingin melihat
daerah tempat ia dilahirkan, ingin melihat rumah tempat ia dibesarkan,
teman-teman yang ditinggalkan. Ia ingin menghirup udara harum tanah airnya
yang suci itu, dengan penuh rasa hormat dan syahdu' ingin menyentuh bumi
daerah suci dan kudus yang penuh berkah itu, yang telah melahirkan Rasul,
dan tempat wahyu pertama kali diturunkan.
Orang akan
dapat membayangkan suasana kemeriahan yang baru satu-satunya terjadi itu,
yang bergerak karena di dorong oleh rasa iman, terbawa oleh Rumah yang
oleh Allah dijadikan tempat manusia berkumpul dan tempat yang aman. Dengan
mata hatinya orang akan melihat betapa besarnya rasa kegembiraan mereka
itu. Orang-orang yang sudah pernah dirintangi hendak menunaikan kewajiban
suci itu berangkat dengan penuh kegembiraan, akan memasuki Mekah dalam
keadaan aman, dengan bercukur kepala atau bergunting tanpa merasa takut
lagi.
Quraisy
menyingkir dari Mekah
Bilamana
Quraisy sudah mengetahui kedatangan Muhammad dan sahabat-sahabatnya, mereka
segera keluar dari Mekah, sesuai dengan bunyi persetujuan Hudaibiya. Mereka
pergi kebukit-bukit berdekatan dan di tempat itu mereka memasang kemah
dan yang lain ada pula yang berteduh di bawah-bawah pohon. Dari atas bukit
Abu Qubais dan dari atas Hira, atau dari semua tempat ketinggian yang
dapat melihat ke Mekah, orang-orang Mekah itu menjenguk, dengan mata ingin
tahu, ingin melihat orang yang dengan kawan-kawannya itu dulu terusir,
ketika mereka kini datang memasuki Rumah Suci, tanpa ada lagi pihak yang
mengalangi.
Muslimin
di depan Ka'bah
Sekarang
kaum Muslimin sudah mulai menyusur dari arah utara Mekah. Abdullah b.
Rawaha ketika itu memegang tali keluan al-Qashwa' sedang sahabat-sahabat
besar lainnya berada di sekeliling Nabi 'alaihissalam. Barisan yang berjalan
di belakang mereka itu terdiri dari orang-orang yang berjalan kaki dan
yang duduk di atas unta. Begitu Rumah Suci itu terlihat dihadapan mereka
serentak kaum Muslimin itu semua bergema dalam satu suara berseru: Labbaika,
labbaika! dengan hati dan jiwa tertuju semata kepada Allah Yang Maha Agung,
berkeliling dalam satu lingkaran dengan penuh harap dan hormat kepada
Rasul yang telah diutus Allah dengan membawa petunjuk dan agama yang benar,
yang akan mengatasi semua agama. Sebenarnya ini adalah suatu pemandangan
yang sungguh unik dalam sejarah, yang dapat menggetarkan segenap penjuru
tempat itu, dan yang telah dapat menawan hati orang musyrik ke dalam Islam,
betapa pun kerasnya mereka bertahan pada paganisma.
Bertawaf
di Ka'bah
Pada
pemandangan yang unik itulah mata penduduk Mekah tertaut. Sementara suara
yang keluar dari kalbu menggema: Labbaika, labbaika! tetap menembus telinga
dan menggetarkan jantung mereka.
Sesampainya
Rasul di mesjid ia menyelubungkan dan menyandangkan kain jubahnya di badan
dengan membiarkan lengan kanan terbuka sambil mengucapkan: "Allahuma irham
imra'an arahum al-yauma min nafsihi quwatan." ("Ya Allah, berikanlah rahmat
kepada orang, yang hari ini telah memperlihatkan kemampuan dirinya.")
Kemudian
ia menyentuh sudut hajar aswad (batu hitam) dan berlari-lari kecil, yang
diikuti oleh sahabat-sahabat, juga dengan berlari-lari. Setelah menyentuh
ar-rukn'l-yamani (sudut selatan) ia berjalan biasa sampai menyentuh hajar
aswad, lalu berlari-lari lagi berkeliling sampai tiga kali dan selebihnya
dengan berjalan biasa. Setiap ia berlari kedua ribu kaum Muslimin itu
juga ikut berlari-lari, dan setiap ia berjalan mereka pun ikut pula berjalan.
Dalam pada itu pihak Quraisy menyaksikan semua itu dari atas bukit Abu
Qubais. Pemandangan ini sangat mempesonakan mereka. Tadinya orang bicara
tentang Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu, bahwa mereka sedang berada
dalam kesulitan, dalam keadaan susah payah. Tetapi apa yang mereka lihat
sekarang ternyata menghapus segala anggapan tentang kelemahan Muhammad
dan sahabat-sahabatnya itu.
Karena
bersemangatnya dalam saat seperti itu, Abdullah b. Rawaha bermaksud hendak
melontarkan kata-kata yang berisi teriakan perang ke muka Quraisy. Tetapi
segera dilarang oleh Umar, dan Rasul juga berkata kepadanya: "Sabarlah,
Ibn Rawaha; atau ucapkan sajalah: La ilaha illa Allah wahdah, wanashara
abdah wa'a'azza jundah, wakhadhala'l-ah-zaba wahdah." ("Tiada tuhan selain
Allah Yang Tunggal, Yang telah menolong hambaNya, memperkuat tentaraNya
dan menghancurkan Sendiri musuh yang bersekutu.")
Abdullah ibn Rawaha kemudian mengucapkan pula dengan suara keras yang
kemudian disambut oleh kaum Muslimin. Suara itu bersahut-sahutan dan berkumandang
ke tepi-tepi wadi dengan dahsyat sekali, kedahsyatannya membubung dan
menyusup ke dalam jantung orang-orang yang sedang berada di atas gunung-gunung
sekitar tempat itu.
Selesai
kaum Muslimin bertawaf di Ka'bah, Muhammad berpindah memimpin mereka ke
bukit Shafa dan Marwa yang di lalui dari atas kendaraannya sebanyak tujuh
kali, seperti halnya orang Arab dahulu. Kemudian ternak kurban itu disembelih
dan dia bercukur. Dengan demikian selesailah sudah ibadah umrah itu dikerjakan.
Keesokan
harinya Muhammad memasuki Ka'bah dan tinggal disana sampai waktu sembahyang
lohor. Pada waktu itu berhala-berhala masih banyak memenuhi tempat itu.
Tetapi meskipun begitu Bilal naik juga ke atap Ka'bah lalu menyerukan
adhan untuk bersembahyang lohor di tempat tersebut. Kemudian Nabi bersembahyang
dengan bertindak sebagai imam, atas duaribu kaum Muslimin di Rumah Suci
itu. Selama tujuh tahun sebelumnya mereka teralang melakukan salat menurut
pimpinan Islam di tempat itu.
Tiga
hari di Mekah
Kaum
Muslimin tinggal selama tiga hari di Mekah seperti sudah di tentukan dalam
Perjanjian Hudaibiya, sesudah kota itu dikosongkan dari penduduk. Selama
tinggal di situ kaum Muslimin tidak mengalami sesuatu gangguan. Kalangan
Muhajirin menggunakan kesempatan menengok rumah-rumah mereka dan mengajak
pula sahabat-sahabatnya dari pihak Anshar turut menengoknya. Seolah mereka
semua penduduk kota yang aman itu. Mereka semua bertindak menurut tuntunan
Islam, setiap hari menjalankan kewajiban kepada Tuhan dengan melakukan
salat dan samasekali menghilangkan sikap tinggi diri, yang kuat membimbing
yang lemah, yang kaya membantu yang miskin. Nabi sendiri di tengah-tengah
mereka sebagai seorang ayah yang penuh cinta dan dicintai. Yang seorang
di ajaknya tertawa, yang lain di ajaknya bergurau.
Tetapi
semua yang dikatakannya selalu yang sebenarnya.
Dalam
pada itu orang-orang Quraisy dan penduduk Mekah lainnya, dari tempat-tempat
mereka di lereng-lereng bukit menyaksikan sendiri pemandangan yang luarbiasa
dalam sejarah itu. Mereka melihat orang-orang dengan akhlak yang demikian
rupa - tidak minum minuman keras, tidak melakukan perbuatan maksiat, tidak
mudah tergoda oleh makanan dan minuman. Kehidupan duniawi tidak sampai
mempengaruhi mereka. Mereka tidak melanggar apa yang dilarang, mereka
menjalankan apa yang diperintahkan Tuhan. Alangkah besarnya pengaruh yang
ditinggalkan oleh pemandangan demikian itu, yang sebenarnya telah mengangkat
martabat umat manusia ke tingkat yang paling tinggi!
Tidak
terlalu sulit orang akan menilai kiranya bila sudah mengetahui, bahwa
beberapa bulan kemudian Muhammad telah kembali lagi dan dapat membebaskan
Mekah dengan kekuatan sebanyak 10.000 orang Muslimin.
***
Perkawinan
Nabi dengan Maimunah
Umm'l-Fadzl
isteri Abbas b. Abd'l-Muttalib paman Nabi, telah mewakili Maimunah saudaranya
ketika perkawinannya dilangsungkan. Maimunah ketika itu berusia duapuluh
enam tahun, dan dia adalah bibi Khalid bin'l-Walid dari pihak ibu. Umm'l-Fadzl
meminta Abbas suaminya bertindak mewakilinya dalam mengawinkan saudaranya
itu. Maimunah sendiri setelah melihat keadaan umat Islam dalam 'umrat'l-qadza'
hatinya tertarik sekali kepada Islam. Kemudian datang Abbas yang meminang
kemenakannya itu agar ia sudi mengawini Maimunah. Tawaran ini diterima
oleh Muhammad dan diberinya mas kawin sebesar 400 dirham.
Waktu
tiga hari yang sudah ditentukan menurut Perjanjian Hudaibiya telah berakhir.
Akan tetapi dengan perkawinannya dengan Maimunah itu Muhammad ingin memperpanjang
waktunya supaya didapat jalan lebih baik dalam mengadakan saling pengertian
dengan pihak Quraisy.
Akan
tetapi pada waktu itu juga dari pihak Quraisy Suhail b. 'Amr dan Huwaitib
b. 'Abd'l 'Uzza datang kepada Muhammad dengan mengatakan: "Waktumu sudah
habis; silakan keluar."
"Apa salahnya kalau kamu membiarkan aku selama melangsungkan perkawinan
berada di tengah-tengah kamu? Kami akan membuat jamuan dan kalian ikut
hadir," demikian jawaban Muhammad kepada mereka, dengan kesadaran betapa
dalamnya 'umrat'l-qadza' itu meninggalkan kesan dalam hati penduduk Mekah,
betapa benar hal itu mempesonakan mereka, membuat sikap permusuhan mereka
jadi reda. Ia mengetahui, bahwa kalau mereka mau memenuhi undangannya
untuk perjamuan itu dan dapat saling mengadakan dialog, maka dengan mudah
pintu Mekah akan terbuka di hadapannya. Dan ini pulalah yang dikuatirkan
oleh Suhail dan Huwaitib, dan karena itu mereka berkata lagi: "Kami tidak
memer]ukan jamuanmu. Keluar sajalah."
Dengan
tidak ragu-ragu Muhammad pun mengalah kepada permintaan mereka sesuai
dengan perjanjian yang harus dilaksanakan. Kepada segenap Muslirnin diumumkan
siap-siap meninggalkan tempat. Sesudah itu ia pun berangkat dengan diikuti
kaum Muslimin. Ketika itu yang tinggal ialah Abu Rafi', bekas budaknya
yang kemudian menyusul membawa Maimunah ke Sarif2 dan perkawinan dilangsungkan
di sana Dan Maimunah sebagai Umm'l-Mu'minin adalah isteri Nabi yang terakhir
yang masih hidup limapuluh tahun kemudian sesudah Nabi wafat. Ia minta
dikuburkan di tempat Rasulullah melangsungkan perkawinannya. Salma, janda
pamannya Hamzah dan saudara perempuan Maimunah serta 'Ammara (puteri Hamzah)
yang masih perawan belum kawin, telah menjadi tanggungan Muhammad pula.
Muslimin
ke Medinah
Kaum
Muslimin sudah sampai kembali dan sudah menetap lagi di Medinah. Dalam
pada itu Mullammad pun yakin bahwa 'umrat'l-qada' itu telah meninggalkan
pengaruh yang cukup besar dalam hati Quraisy dan seluruh penduduk Mekah.
Juga ia yakin bahwa sebagai akibat semua itu akan timbul pula peristiwa-peristiwa
penting yang berjalan cepat sekali.
Islamnya
Khalid bin'l-Walid
Sejarah
telah membenarkan perkiraannya. Begitu ia berangkat kembali ke Medinah,
Khalid bin'l-Walid - Jenderal Kaveleri kebanggaan Quraisy dan pahlawan
perang Uhud itu telah berdiri di tengah-tengah sidang masyarakatnya sendiri
sambil berkata: "Sekarang nyata sudah bagi setiap orang yang berpikiran
sehat, bahwa Muhammad bukan tukang sihir, juga bukan seorang penyair.
Apa yang dikatakannya adalah firman Tuhan semesta alam ini. Setiap orang
yang punya hati nurani berkewajiban menjadi pengikutnya."
'Ikrima b. Abi Jahl merasa ngeri sekali mendengar kata-katanya itu.
"Khalid,"
kata 'Ikrima kemudian, "engkau telah bertukar agama."3
Selanjutnya
terjadi percakapan antara mereka sebagai berikut:
Khalid Aku tidak bertukar agama, tetapi aku mengikuti agama Islam.
'Ikrima
Tak ada orang akan berkata begitu di kalangan Quraisy selain engkau.
Khalid
- Mengapa ?
'Ikrima
- Ya, sebab Muhammad sudah menjatuhkan derajat ayahmu ketika ia dilukai.
Pamanmu dan sepupumu sudah dibunuhnya di Badr. Demi Allah, aku tidak akan
masuk Islam dan tidak akan mengeluarkan kata-kata seperti kau itu, Khalid.
Engkau tidak melihat Quraisy yang sudah berusaha hendak membunuhnya?
Khalid
- Itu hanya semangat dan fanatisma jahiliah. Tetapi sekarang, setelah
kebenaran itu bagiku sudah jelas, demi Allah aku mengikut agama Islam.
Setelah
itu Khalid lalu mengutus pasukan berkudanya kepada Nabi menyatakan dirinya
masuk Islam dan mengakuinya. Khalid menganut Islam ini beritanya kemudian
sampai juga kepada Abu Sufyan. Khalid di panggil.
"Benarkah
apa yang kudengar tentang engkau?" tanya Abu Sufyan. Setelah dijawab oleh
Khalid, bahwa memang benar, Abu Sufyan marah-marah seraya katanya:
"Demi Lata dan 'Uzza. Kalau aku sudah mengetahui apa yang kaukatakan benar,
niscaya engkaulah yang akan kuhadapi, sebelum aku menghadapi Muhammad."
"Dan memang itulah yang benar, apa pun yang akan terjadi."
Terbawa
oleh kemarahannya ketika itu juga Abu Sufyan maju hendak menyerangnya.
Tetapi 'Ikrima yang pada waktu itu turut hadir segera bertindak mengalanginya
seraya berkata: "Abu Sufyan, sabarlah. Seperti engkau, aku juga kuatir
kelak akan mengatakan sesuatu seperti kata-kata Khalid itu dan ikut ke
dalam agamanya. Kamu akan membunuh Khalid karena pandangannya itu, padahal
seluruh Quraisy sependapat dengan dia. Sungguh aku kuatir, jangan-jangan
sebelum bertemu tahun depan seluruh penduduk Mekah sudah menjadi pengikutnya."
Islamnya
'Amr bin'l-Ash dan 'Uthman b. Talha
Sekarang
Khalid sudah pergi meninggalkan Mekah ke Medinah. Ia menggabungkan diri
ke dalam barisan Muslimin Sesudah Khalid, ikut pula 'Amr bin'l-'Ash dan
'Uthman b. Talha penjaga Ka'bah, masuk Islam. Dengan masuknya mereka kedalam
agama Islam, maka banyak pula penduduk Mekah yang turut menjadi pengikut
agama ini. Dengan demikian kedudukan Islam makin menjadi kuat, dan terbukanya
pintu Mekah buat Muhammad sudah tidak diragukan lagi.
Catatan
kaki:
[1] Umra berarti ziarah ke Mesjid Suci dengan syarat-syarat tertentu. (N)
dalam melakukan ibadah "haji kecil" yang berbeda dengan ibadah haji yang
biasa, tidak mesti dilakukan dalam waktu khusus selama dalam setahun.
'Umrat'l-Qadziya, kata qadza dapat diartikan pengganti yakni pengganti
umrah yang tidak jadi dilaksanakan karena dirintangi oleh pihak Quraisy
di Hudaibiya, atau dengan arti penunaian yaitu menunaikan isi perjanjian
Hudaibiya, bahwa Ibadah itu dapat dilakukan pada tahun berikutnya setelah
berlakunya perjanjian. Lepas dari pengertian fikih dalam terjemahan ini
dipakai arti yang pertama. (A).
[2] Sarif sebuah tempat di dekat Mekah, yang didalam memperkirakan jaraknya
masih terdapat perbedaan pendapat antara 6 dan 12 mil.
[3] Bertukar agama (apostasi), shaba'a, harfiah berarti berputar ke, pindah
dari, suatu agama kepada agama lain (N). Maksudnya berbalik menganut agama
Islam. Menurut LA masih seakar dengan Sabianisma (lihat halaman 33), suatu
tuduhan yang populer di kalangan Quraisy (A).
|