Berikut ringkasan kisah Detik-detik terakhir kehidupan Rasulullah, sebuah buku karangan K.H. Firdaus A.N., yang akan disajikan secara
berseri. Selamat menyelami hikmahnya........ -------------------------------------- Peristiwa tentang wafatnya seorang Pemimpin alam semesta, seorang Nabi dan Rasul Allah yang terakhir, Muhammad s.a.w. merupakan peristiwa yang maha besar. Isyarat tentang terjadinya peristiwa yang amat mengharukan itu antara lain terlukis dalam bunyi Khutbah Arafah yang dibawakan oleh Rasulullah dan juga bunyi firman Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibrail kepada Nabi Muhammad s.a.w. ketika beliau menunaikan Haji Wada' (Perpisahan).
"Pada hari ini Aku (Allah) sempurnakan bagimu
Agamamu, Aku cukupkan nikmatKu untukmu dan Aku rela Islam sebagai agama anutanmu."
(Al-Maidah-3) Khutbah 'Arafah Setelah
mencucurkan keringat, darah dan air mata selama kurang lebih 23 tahun lamanya,
berjuang bersama para sahabat beliau berjihad berdakwah menegakkan nilai-nilai
kebenaran dan keadilan ilahi akhirnya Allah merelakan Islam sebagai agama
satu-satunya yang diridhoi-Nya. Setelah
berhala-berhala, patung-patung ciptaan manusia diruntuh-ratakan sebagai simbol
runtuhnya kemusyrikan kemudian diisi beliau dengan air hikmah, Iman dan Tauhid
yang murni, maka terasalah oleh beliau, bahwa ia tak lama lagi akan dipanggil
Allah, berpisah dengan umat dan sahabat beliau. Pada
musim Haji tahun ke-10 Hijriah, bersama-sama kurang lebih 140.000 kaum Muslimin
yang datang dari segenap penjuru Arabia, beliau pun menunaikan ibadah Haji Akbar
yang bagi beliau sendiri merupakan Haji Perpisahan, karena beliau tidak dapat
lagi bersama umatnya menunaikan ibadah suci itu pada tahun mendatang. Dalam
Haji wada' inilah beliau disamping menyampaikan mutiara wasiat bagi umat beliau
juga menyelipkan ultimatum Allah kepada kaum Musyrikin, bahwa Allah dan
Rasul-Nya telah memutuskan hubungan (selain mu'amalah) dengan mereka karena
aqidah mereka yang bernoda. Dan sejak tahun ke-9 Hijriah telah dibuat tapal
batas tanah suci Makkah dan Madinah , dimana kaum kafir sama sekali tidak
diijinkan menginjaknya sampai hari kiamat kelak. Khutbah
'Arafah ini disamping merupakan pegangan
'hidup dan matinya' kaum muslimin adalah juga merupakan piagam
perdamaian yang mermakna sosial yang tinggi, diucapkan beliau dari atas
untanya di Namirah dekat bukit Arafah yang terletak di tengah- tengah padang
Arafah yang luas. Berikut ini adalah sebagian khutbah beliau : "Wahai
manusia sekalian, dengarkan nasihatku baik-baik, karena barangkali aku tidak
dapat lagi bertemu muka dengan kamu semua di tempat ini ! "Tahukah kamu semua, hari apakah ini? yang dijawab sendiri oleh
beliau : Inilah hari Nahar, hari kurban yang suci. Tahukah kamu bulan
apakah ini? Inilah bulan suci. Tahukah kamu tempat apakah ini? Inilah kota yang
suci". Haram menumpahkan darah "Maka
dari itu aku permaklumkan kepada kamu semua bahwa darah dan nyawamu, harta
bendamu dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas kamu sampai
kamu bertemu dengan Tuhanmu kelak. Semua harus kamu sucikan sebagaimana sucinya
hari ini, sebagaimana sucinya bulan ini dan sebagaimana sucinya kota ini.
Hendaklah berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat
ini oleh kamu sekalian ! Bukankah aku telah sampaikan?!" Hapuskan Riba
"Hari ini hendaklah dihapuskan segala macam bentuk riba. Maka barang
siapa yang memegang amanah di tangannya, maka hendaklah ia bayarkan kepada yang
empunya. Dan sesungguhnya Riba Jahiliah itu adalah batil. Dan awal riba yang
pertama sekali aku sapu bersih adalah riba yang dilakukan oleh pamanku sendiri,
Abbas bin Abd. Mutthalib.
"Hari ini haruslah dihapuskan semua bentuk pembalasan dendam
pembunuhan Jahiliah, dan penuntutan darah ala Jahiliah yang mula pertama aku
hapuskan adalah atas tuntutan darah "Amir bin Haris.
"Wahai manusia !, Hari ini Setan telah putus asa untuk dapat
disembah pada bumimu yang suci ini. Tetapi ia bangga bila kamu dapat menaatinya
walaupun dalam perkara yang kelihatannya kecil sekalipun, maka waspadalah kamu
atasnya !
"Hai manusia ! Sesungguhnya zaman itu beredar semenjak menjadikan
langit dan bumi". Pegangan
Hidup
"Wahai manusia ! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kamu sesuatu ,
yang bila kamu pegang ia erat-erat niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya,
yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Hai manusia dengarkanlah baik-baik apa
yang aku ucapkan kepadamu, niscaya kamu bahagia selamanya dalam hidupmu!" Persaudaraan
Islam
"Wahai manusia ! Kamu hendaklah mengerti, bahwa orang-orang beriman
itu adalah bersaudara. Maka bagi masing-masing pribadi di antara kamu terlarang
keras untuk mengambil harta saudaranya kecuali dengan izin hati yang ikhlas.
Bukankah aku telah menyampaikan ?!"
"Janganlah kamu setelah aku meninggal nanti kembali kepada kafir,
dimana sebagian kamu mempermainkan senjata untuk menebas batang leher kawannya
yang lain . Karena, bukanlah telah aku tinggalkan untukmu pedoman yang benar,
yang bila kamu ambil ia sebagai pegangan dan suluh kehidupanmu tentu kamu tidak
akan sesat, yakni Kitab Allah.
"Hai Umat, bukankah telah aku sampaikan kepadamu ?
Ya..Allah saksikanlah...!" Persamaan
Hak
"Hai manusia ! Sesungguhnya Tuhan kamu itu tunggal, dan sesungguhnya
kamu berasal dari satu Bapak. Semua kamu dari Adam dan Adam terjadi dari tanah.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu semua di sisi Allah adalah
orang yang paling taqwa, tidak sedikitpun ada kelebihan bangsa Arab itu dari
yang bukan Arab, kecuali dengan taqwa.
"Hai umat, bukankah aku telah menyampaikan ?! ya..Allah saksikanlah
! Maka hendaklah barang siapa yang hadir di antara kamu di tempat ini
berkewajiban untuk menyampaikan pesan wasiat ini kepada mereka yang tidak hadir
!" Setelah
Nabi mengakhiri Khutbah Al-Wada' yang amat berkesan itu dengan nada suaranya
yang tinggi sambil menunjuk ke langit, maka berteriak pulalah para jemaah haji
yang sedang berkumpul di padang
Arafah itu menyahut serentak dengan suaranya yang lantang bergema membahana,
membelah kesunyi-senyapan padang pasir yang luas tandus itu dengan beramai-ramai
mengucapkan : "Demi Allah ! Sesungguhnya Engkau (Muhammad) telah
menyampaikan amanah perintah-perintah Tuhanmu !"
" Diriwayatkan, bahwa setelah turun wahyu Al-Quran, surat Al-Maidah
ayat 3 seperti tersebut di atas, menangislah Umar bin Katthab r.a. Maka Nabi
s.a.w. berkata kepadanya : "Apakah gerangan yang menyebabkan engkau
menangis hai Umar ?", tanya Rasulullah. Umar menjawab : "Kita semua
sudah berada dalam Agama yang sempurna lengkap. Tetapi bila ia sudah berada pada
titik puncak kesempurnaan, maka di atas itu tidak ada lagi yang lain, kecuali
suatu kemundurun". Nabi menukas: "Benarlah engkau !"
Surat Al- Maidah ayat 3 diturunkan di Padang Arafah pada
hari Jum'at sesudah Ashar, yakni di saat Nabi berkendaraan di atas
untuanya. Sesudah itu apa-apa yang berkenaan dengan perintah-perintah yang
fardhu tidak turun-turun lagi dari langit.
Pada mulanya Nabi tidak mampu untuk menduga-duga kemungkinan- kemungkinan
yang terselip dalam arti ayat di atas sehingga beliau terengah dan bertelekan di
atas untanya saja. Unta pun berhenti terhenyak dan malaikat Jibrail pun
datanglah sambil berkata kepada Nabi : "Ya...Muhammad ! Hari ini telah
sempurna urusan agamamu, telah selesai apa yang diperintahkan Tuhanmu dan juga
segala apa yang dilarang-Nya. Dari itu kumpulkanlah semua sahabatmu, dan
beritahukan kepada mereka, bahwa saya tidak akan turun-turun lagi membawa wahyu
kepadamu sesudah hari ini !"
Maka pulanglah Nabi dari Makkah kembali ke Madinah. Dan disana
dikumpulkanlah oleh beliau para sahabatnya dan dibacakanlah ayat ini kepada
mereka serta diberitahukannya apa yang dikatakan Jibrail kepadanya itu.
Semua sahabat menjadi gembira mendengarnya kecuali Abu Bakar r.a. dan
para sahabat itu berkata : "Telah sempurnalah agama kita!" Tetapi Abu
Bakar pulang kerumahnya sendirian dalam keadaan murung dan sedih. Dikuncinya
pintu rumahnya dan ia pun sibuk menangis sepanjang malam dan siang. Hal itu
didengar oleh para sshabat dan mereka berkumpul bersama-sama untuk mendatangi
rumah Abu Bakar .
- Sahabat bertanya : "Kenapa kerjamu menangis saja hai Abu Bakar di
saat orang lain semua bersuka-ria, bukankah Tuhan telah menyempurnakan agama
kita ?"
- Abu Bakar menjawab : "Kamu semua tidak tahu bencana-bencana apakah
kelak yang akan terjadi menimpa kita semua . Apakah kamu tidak mengerti : bahwa
tidak ada sesuatu apabila ia telah sampai kepada titik kesempurnaan, melainkan
itu berarti permulaan kemerosotannya. Dalam ayat terbayang perpecahan di
kalangan kita nanti, dan nasib Hasan dan Husein yang akan menjadi anak yatim,
serta para isteri Nabi yang menjada Janda ".
Mendengar itu terpekiklah para sahabat dan dalam suasana penuh keharuan
mereka menangislah semuanya, dan terdengarlah ratap tangis yang sayu dari rumah
Abu Bakar itu oleh para tetangga yang lain dan mereka ini datang segera langsung
kepada Nabi Muhammad s.a.w. sendiri sambil menanyakan kepada beliau tentang
hakikat kejadian yang sebenarnya.
"Ya Rasul Allah, kami tidak tahu keadaan yang menimpa diri para
sahabat, kecuali kami hanya mendengar pekik-tangis mereka belaka".
Mendengar itu berubahlah wajah Rasulullah dan ia pun segera berdiri menuju
tempat para sahabat. Setelah dilihatnya para sahabat dalam keadaan demikian rupa,
beliau pun bertanya : " Apakah yang kalian tangiskan ?" Menjawablah
Ali : "Abu Bakar berkata kepada kami: "Sesungguhnya saya mendengar
angin kematian Rasulullah berdesir melalui ayat ini," dan bukanlah dapat
dijadikan bukti ayat ini bagi kematian engkau ?"
Nabi menjawab : "Benarlah Abu Bakar dalam segala apa yang
dikatakannya itu. Telah dekat masa kepergianku dari antara kamu semua, dan telah
datang masa perpisahanku dengan kamu semua".
Penegasan Nabi itu adalah isyarat, bahwa benarlah Abu Bakar seorang yang
paling arif di antara para sahabat Nabi. Dan ketika Abu Bakar mendengar ucapan
Nabi itu ia pun berteriak dan lantas jatuh pingsan. Ali menjadi gemetar, para
sahabat menjadi gelisah; mereka semua ketakutan dan menangis menjadi-jadi.
Begitu juga para malaikat di langit, makhluk-makhluk melata di bumi, hewan-hewan
di daratan dan di lautan semuanya turut berkabung duka cita. Kemudian Nabi
bersalam berjabatan-tangan dengan satu demi satu para sahabat mengucapkan
perpisahan dan beliau pun menangislah sambil memberikan amanah-nasehat kepada
mereka semua.
Setelah turun ayat Al-Qur'an yang terakhir itu, Nabi Muhammad s.a.w.
masih menjalani hidupnya 81 hari lagi. Ya demikianlah setelah ayat itu turun
beliau naik ke atas mimbar mengucapkan khutbah sambil menangis, dan hadirin
mendengarkannya sambil bercucuran air mata pula. Suatu khutbah yang mendebarkan
hati dan menegakkan bulu roma, tetapi di samping itu juga khutbah yang
mengungkapkan harapan-harapan dan peringatan-peringatan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa setelah dekat waktu wafatnya,
Rasulullah memerintahkan Bilal supaya adzan, memanggil manusia untuk sholat
berjama'ah. Maka berkumpullah kaum Muhajirin dan Anshor ke Masjid Rasulullah
s.a.w. Setelah selesai sholat dua raka'at yang ringan kemudian beliau naik ke
atas mimbar lalu mengucapkan puji dan sanjung kepada Allah SWT, dan kemudian
beliau membawakan khutbahnya yang sangat berkesan, membuat hati terharu dan
menangis mencucurkan air mata. Beliau berkata antara lain :
"Sesungguhnya saya ini adalah Nabimu, pemberi nasihat dan da'i yang
menyeru manusia ke jalan Tuhan dengan izin-Nya. Aku ini bagimu bagaikan saudara
yang penyayang dan bapak yang pengasih. Siapa yang merasa teraniaya olehku di
antara kamu semua, hendaklah dia bangkit berdiri sekarang juga untuk melakukan qisas
kepadaku sebelum ia melakukannya di hari Kiamat nanti".
Sekali dua kali beliau mengulangi kata-katanya itu, dan pada ketiga
kalinya barulah berdiri seorang laki-laki bernama 'Ukasyah
Ibnu Muhsin". Ia berdiri di hadapan Nabi s.a.w. sambil berkata : "Ibuku
dan ayahku menjadi tebusanmu ya Rasulullah. Kalau tidaklah karena engkau telah
berkali-kali menuntut kami supaya berbuat sesuatu atas dirimu, tidaklah aku akan
berani tampil untuk memperkenankannya sesuai dengan permintaanmu. Dulu, aku
pernah bersamamu di medan perang Badar sehingga untaku berdampingan sekali
dengan untamu, maka aku pun turun dari atas untaku dan aku menghampiri engkau,
lantas aku pun mencium paha engkau. Kemudian engkau mengangkat cambuk memukul
untamu supaya berjalan cepat, tetapi engkau sebenarnya telah memukul
lambung-sampingku; saya tidak tahu apakah itu dengan engkau sengaja atau tidak
ya...Rasul Allah, ataukah barangkali maksudmu dengan itu hendak melecut untamu
sendiri?"
Rasulullah menjawab: "Maha suci Allah ya "Ukasyah,
bahwa aku akan bermaksud memukul engkau dengan sengaja". (nampaknya
Rasulullah ingin menghindarkan peristiwa ini agar tidak ditiru oleh umat beliau
yang lain dan agar tidak terjatuh pada pemahaman islam yang dangkal - pen).
Kemudian Nabi menyuruh Bilal supaya pergi ke rumah Fatimah, "supaya
Fatimah memberikan kepadaku cambukku"' kata beliau. Bilal segera ke luar
Masjid dengan tangannya diletakkannya di atas kepalanya keheranan sambil berkata
sendirian: "Inilah Rasulullah memberikan kesempatan mengambil qisas
terhadap dirinya!" Diketoknya pintu rumah Fatimah yang menyahut dari dalam
: "Siapakah di luar ?" "Saya datang kepadamu untuk
mengambil cambuk Rasulullah "'jawab Bilal. -
"Apakah yang akan dilakukan ayahku dengan cambuk ini?" tanya Fatimah
kepada Bilal. -
"Ya Fatimah ! Ayahmu memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengambil qisas terhadap dirinya"' Bilal menegaskan. -
Siapakah pula gerangan orang itu yang sampai hati mengqisas Rasulullah ?"
tukas Fatimah keheranan.
Bilal pun mengambil cambuk dan membawanya masuk Masjid, lalu diberikannya
kepada Rasulullah, dan Rasulullah pun menyerahkannya ke tangan 'Ukasyah.
Tatkala hal itu dilihat oleh Abu Bakar dan Umar r.a., keduanya berkata
kepada 'Ukasyah: "Hai 'Ukasyah ! kami sekarang berada di hadapanmu, pukul
qisas-lah kami berdua, dan jangan sekali-kali engkau pukul Rasulullah s.a.w.
!" Rasulullah menyela dengan katanya : "Duduklah kalian berdua, Allah
telah mengetahui kedudukan kamu berdua !" Kemudian
berdiri pula Ali bin Abi Tholib sambil berkata : "Hai 'Ukasyah ! Saya ini
sekarang masih hidup di hadapan Nabi s.a.w. Aku tidak sampai hati melihat kalau
engkau akan mengambil kesempatan qisas memukul Rasulullah. Inilah punggungku,
maka qisaslah aku dengan tanganmu dan deralah aku dengan tangan engkau sendiri!"
Nabi pun menukas pula : "Allah
S.W.T. telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali"!
Kemudian tampil pula kedua kakak beradik, Hasan dan zHusein. "Hai 'Ukasyah
! Bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kami berdua ini adalah cucu kandung
Rasulullah, dan qisaslah kami dan itu berarti sama juga dengan mengqisas
Rasulullah sendiri !" Tetapi
Rasulullah menegur pula kedua cucunya itu dengan berkata :"Duduklah kalian
berdua, wahai penyejuk mataku !" Dan
akhirnya Nabi berkata : "Hai
'Ukasyah ! Pukullah aku jika engkau berhasrat mengambil qisas !" "Ya
Rasul Allah ! Sewaktu engkau memukul aku dulu, kebetulan aku sedang tidak lekat
kain di badanku," kata 'Ukasyah. Lantas tanpa bicara Rasulullah segera
membuka bajunya, maka berteriaklah kaum Muslimin yang hadir sambil menangis.
Maka tatkala 'Ukasyah melihat putih tubuh Rasulullah, ia segera mendekap
tubuh Nabi sepuas-puasnya sambil berkata : "Tebusanmu adalah Rohku ya Rasul Allah, siapakah
yang tega sampai hatinya untuk mengambil kesempatan mengqisas engkau ya Rasul
Allah ? Saya sengaja berbuat demikian hanyalah karena berharap agar supaya
tubuhku dapat menyentuh tubuh engkau yang mulia, dan agar supaya Allah S.W.T.
dengan kehormatan engkau dapat menjagaku dari sentuhan api neraka " Akhirnya
berkatalah Nabi s.a.w.
"Ketahuilah wahai para sahabat ! Barang siapa yang ingin melihat
penduduk surga, maka melihatlah kepada pribadi laki-laki ini !". Lantas
bangkit berdirilah kaum Muslimin beramai-ramai mencium 'Ukasyah di antara kedua
matanya dan mereka berkata: "Berbahagialah engkau yang telah mencapai
derajad yang tinggi dan menjadi teman Rasulullah s.a.w. di surga kelak !"
Ya Allah ! demi kemuliaan dan kebesaran Engkau mudahkan jugalah bagi kami
mendapatkan syafa'atnya Rasulullah s.a.w. di kampung akhirat yang abadi ! Amien
! (Mau'idzatul Hasanah) Berkata
Ibnu Mas'ud (salah seorang diantara sahabat Nabi yang terdekat) :
"Di kala telah dekat waktu wafatnya Rasulullah s.a.w. kami berkumpul
bersama-sama di rumah ibu kita Aisyah r.a. Nabi menoleh kepada kami dan kemudian
kedua matanya mencucurkan air mata, dan kemudian beliau berkata antara lain :
"Ahlan, wassalaamu'alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh (Selamat
datang bagi kalian semua, semoga Allah melimpahkan rahmat Nya kepada kamu!). Aku
berwasiat kepada kamu semua agar bertaqwalah dengan taat kepada-Nya. Telah dekat
masa perpisahan dan waktu pulang kepada Allah dan kepada Surga Al-Makwa.
Hendaklah Ali memandikan saya, Al-Fadhal bin Abbas dan Usamah bin Zaid yang
menuangkan air, dan kemudian kafanilah aku dengan kainku jika kamu menghendaki
yang demikian atau dengan kain putih buatan Yaman !"
"Apabila kamu telah selesai memandikanku letakkanlah jenazahku di
atas tempat tidurku di rumahku ini di atas pinggir lubang kuburku. Kemudian
bawalah aku keluar sesaat, maka awal pertama kali yang memberi sholawat kepadaku
adalah Allah 'Azza wa Jalla sendiri, kemudian Jibrail, kemudian Mikail, kemudian
Israfil, kemudian malaikat Maut (Izrail) bersama pasukannya dan kemudian segenap
para Malaikat. Sesudah itu barulah kamu masuk kepadaku rombongan demi rombongan
dan sholatkanlah aku bersama-sama!"
"Setelah para sahabat mendengar kata-kata amanah perpisahan
Rasulullah s.a.w. mereka menjerit dan menangis dan kemudian berkata : "Ya
Rasul Allah ! Engkau adalah Rasul kami, penghimpun pembina kekuatan kami dan
penguasa urusan kami, apabila engkau pergi dari kalangan kami, kepada siapakah
gerangan lagi kami serahkan urusan kami ?"
Maka menjawablah Nabi s.a.w. antara lain demikian bunyinya :
"Aku tinggalkan kamu di atas
jalan yang terang, dan aku tinggalkan untukmu dua juru nasehat: yang berbicara
dan yang diam. Penasehat yang berbicara ialah Al-Qur'an dan yang diam ialah Maut.
Apabila kamu menghadapi persoalan-persoalan yang musykil, maka kembalilah kepada
Al-Qur'an dan Sunnah, dan apabila hatimu kesat-kusut, maka tuntunlah dia dengan
mengambil iktibar(mengambil hikmah) tentang peristiwa-peristiwa maut
!"
Setelah itu Rasulullah jatuh sakit pada akhir bulan Safar dan tetap sakit
selama 18 hari (ada yang mengatakan 13 hari dan ada pula yang mengatakan 7 hari)
yang senantiasa dijenguk oleh para sahabat. Adalah beliau menderita sakit kepala
sampai beliau berpulang ke Rahmatullah. Beliau diangkat Allah menjadi Rasul pada
hari senin dan meninggal dunia pada hari senin juga. Pada
hari akhir
hayat beliau, penyakit beliau bertambah berat.
Dalam keadaan beliau yang kritis itu, beliau masih terkenang kepada kaum
fakir-miskin dan melarat, dan teringat bahwa masih ada uang simpanannya sebanyak
7 dinar dalam rumahnya. Disuruhnya istrinya tercinta , Siti Aisyah r.a. untuk
mengambilkan uangnya itu sambil berkata : "Bagaimana gerangan persangkaan
Muhammad terhadap Tuhannya, sekiranya ia menemui Tuhannya sedang di tangannya
tergenggam benda ini ?" Kemudian diserahkannyalah harta miliknya yang
terakhir itu kepada fakir-miskin sebagai nilai kebajikan.
Setelah Bilal menyerukan adzan di waktu Subuh dengan semerdu-merdu
suaranya ia pun berdiri di muka pintu rumah Rasulullah, maka ia pun memberi
salam. "Assalamu'alaikum ya Rasul Allah!" Menyahutlah Fatimah, puteri
tersayang beliau yang senantiasa mendampingi ayahnya di kala sakit. ""Rasulullah
sedang sibuk dengan dirinya sendiri". Kemudian Bilal pergi ke Masjid dan ia
tidak mengerti kata-kata Fatimah itu. Tatkala sholat Subuh akan dimulai , maka
ia datang ke rumah untuk kedua kalinya dan ia berdiri di pintu sambil
mengucapkan salam seperti semula. Kali ini suaranya di dengar Rasulullah dan
lantas menyuruhnya masuk dengan katanya : "Masuklah engkau Bilal ! Saya sibuk merawat diri saya dan sakitku bertambah berat.
Hai Bilal, suruhlah Abu Bakar memimpin (Imam) Sholat berjamaah!"
Kemudian Bilal pun keluar rumah menuju ke Masjid sambil menangis dan
tangannya diletakkan di atas kepalanya dan sambil mengeluh ia berkata: "Oh
musibah, putuslah harapan dan patahlah semangat ! Wahai kiranya, alangkah
baiknya kalau aku tidak dilahirkan ibuku!" Kemudian ia masuk ke dalam
Masjid memanggil Abu Bakar. "Hai Abu Bakar !, ujarnya. Sesungguhnya
Rasulullah menyuruh engkau tampil supaya mengimami orang banyak karena beliau
sangat sibuk sekali dengan keadaan yang menimpa diri beliau". Waktu
Aisyah mendengar Rasulullah menyuruh ayahnya untuk mengimami sholat, ia
mengemukakan keberatannya yang sangat kepada Rasulullah, karena katanya, ayahnya
adalah orang lemah. "Ayahku, Abu Bakar adalah orang yang lemah, dan bila ia
menggantikan kedudukan engkau, niscaya ia tidak mampu kelak", ujar Aisyah.
Karena menurut pandangan Aisyah, bahwa konsekuensi menjadi imam itu adalah berat,
karena bukan saja seorang itu mampu jadi Imam di Masjid, tetapi juga harus mampu
menjadi Imam dalam masyarakat sebagai insan teladan. Dan menurut Aisyah, ayahnya
adalah orang lemah yang tidak akan mampu mengemban dan mendukung tugas amanah
yang berat itu. Berkali-kali Aisyah mengemukakan keberatannya, sehingga Nabi
marah, dan alasan Siti Aisyah itu tidak dihiraukan oleh beliau, karena ia lebih
tahu menilai kecakapan para sahabatnya daripada isterinya Aisyah itu. Beliau
tetap memerintahkan dan berkata sekali lagi: "Suruhlah Abu Bakar memimpin
sholat bersama orang banyak !" Demikianlah akhirnya Abu Bakar sempat
mengimami sholat jama'ah bersama kaum muslimin selama 17 waktu menjelang akhir
hayat Rasulullah.
Tatkala Abu Bakar melihat ke mihrab Rasulullah, memang ia melihat mihrab
dalam keadaan kosong dari kehadiran Rasul, sehingga ia tidak dapat menguasai
dirinya sehingga terpekik dan kemudian ia keluar kembali dalam suasana yang
penuh duka cita. Maka menjadi gemparlah kaum Muslimin dan kegemparan itu
terdengar oleh Rasulullah. Kepada Fatimah beliau bertanya : "Ada apa ini
pekik dan kegemparan ?". "Kaum Muslimin menjadi gempar karena mereka
tidak melihat ayah berada di kalangan mereka", jawab Fatimah.
Rasulullah kemudian memanggil Ali bin Abi Tholib dan Fadhal bin Abbas
untuk membimbing beliau pergi ke Masjid, dan beliau pun sempat berjamaah bersama
mereka pada hari Senin itu. Rasulullah memang memaksakan dirinya pergi ke Masjid
pada pagi Subuh terakhir itu untuk memberikan ketentraman ke dalam hati umatnya
yang sedang resah dan kuatir. Anas bin Malik (seorang sahabat pembantu rumah
tangga Rasulullah yang setia selama sepuluh tahun sampai Rasulullah wafat)
mengatakan : "Saya tidak pernah melihat Nabi secerah berseri seperti halnya
dengan keadaan beliau di kala Subuh terakhir itu". Ya, sambil tersenyum
beliau melambaikan tangannya kepada para jemaah yang ramai berdesak-desak itu,
demi untuk menghibur dan membujuk jiwa mereka yang sedang dirundung gelisah dan
cemas selama ini.
Kemudian setelah selesai menunaikan Shalat berjamaah, maka beliau
menghadapkan wajahnya kepada orang banyak sambil berkata : "Wahai kaum Muslimin ! Kamu semua berada di
bawah perlindungan Allah dan penjagaan- Nya. Janganlah lupa bertaqwa kepada
Allah dan mentaatiNya, karena aku tak lama lagi akan meninggalkan dunia ini.
Inilah awal hari akhirat bagiku dan akhir hari duniaku !"
Kemudian beliau berdiri dan pergi masuk ke dalam rumah beliau.
Setelah itu Allah SWT, memberi perintah kepada Malaikat Maut : "turunlah
engkau kepada kekasih-Ku dengan rupa sebagus-bagusnya dan bersikap lemah
lembutlah kepadanya dalam menggenggam rohnya. Apabila ia telah memberi izin
kepadamu , maka barulah engkau boleh masuk ke dalam rumahnya. Tetapi apabila ia
tidak memberi izin maka janganlah engkau masuk dan kembali sajalah !"
Maka turunlah Malaikat Maut (Izrail) ke dunia dengan roman muka seorang
Arab, lalu mengucapkan salam : "Assalaamu'alaikum, wahai para keluarga
rumah tangga Nabi dan sumber kerasulan ! Apakah saya diijinkan masuk ?"
Fatimah menjawab dengan berkata : "Hai hamba Allah, sesungguhnya Rasulullah
sedang sibuk dengan dirinya !". Kemudian Malaikat Maut itu berseru untuk
kedua kalinya : "Assalaamu'alaikum ya Rasul Allah dan wahai keluarga rumah
tangga kenabian, apakah saya diperbolehkan masuk ?" Nabi s.a.w. mendengar
suara itu, maka ia bertanya : "Hai Fatimah, siapakah itu gerangan yang
berada di pintu ?". "Seorang lelaki Arab memanggil ayah, telah aku
katakan kepadanya, bahwa Rasulullah sibuk dengan dirinya sendiri. Kemudian orang
itu memanggil sekali lagi dan telah saya berikan jawaban yang sama, tetapi ia
memandang kepadaku, maka tegak meremanglah bulu roma kulitku, takutlah hatiku,
gemetar segala tulang persendianku dan pucatlah aku", jawab Fatimah.
Maka berkatalah Nabi s.a.w. : "Tahukah engkau siapakah sebenarnya
orang itu ya Fatimah ?". "Tidak tahu ayah ", sahut Fatimah.
Berkatalah
Rasulullah s.a.w. : "Itulah dia pemusnah segala kelezatan hidup, pemutus
segala kesenangan, pencerai-berai persatuan, peroboh rumah tangga dan penambah
ramainya penghuni kubur".
Mendengar itu, menangislah Fatimah dengan tangisnya yang keras
menjadi-jadi, melolong dan ia berkata : "Wahai ! akan meninggal kiranya penutup para
Nabi; "Wahai bencana ! akan berpulang kiranya orang
taqwa terbaik, dan akan lenyaplah Pemimpin dari segala tokoh orang suci. "Ah..., celaka ! pasti terputuslah wahyu dari
langit. Akan terhalanglah aku dari mendengar kata-kata ayah mulai hari ini, dan
aku tidak pernah lagi mendengarkan salam ayah sejak hari ini".
Nabi menjawab : "Ya Fatimah ! Engkaulah keluargaku yang pertama kali
berhubungan dengan aku". Dan kemudian beliau berkata kepada Malaikat Maut
yang sedang menunggu di luar, "silahkan engkau masuk hai Malaikat Maut
!" Maka Malaikat Maut pun masuklah sambil mengucapkan salam : "Salam
sejahtera atasmu ya Rasul Allah !" yang lalu dijawab oleh Nabi s.a.w.
"Dan juga salam sejahtera bagimu ya Malaikat Maut ! Apakah kedatangan
engkau ini berupa kunjungan ziarah ataukah bertugas mencabut nyawa ?" -
"Aku datang untuk keduanya, ziarah dan juga bertugas untuk mencabut
nyawa, itu pun jika beroleh izin daripadamu; dan jika tidak saya akan kembali",
sahut Malaikat Maut itu. -
Nabi bertanya pula : "Ya Malaikat Maut, dimana tadi engkau tinggalkan
Jibrail ?" -
"Saya tinggalkan dia di langit
dunia dan para Malaikat senantiasa memuliakannya", jawab Malaikat Maut. Dan
tak berapa lama kemudian, maka datanglah Malaikat Jibrail a.s. menyusul, dan
terus duduk di dekat kepala Rasulullah. -
"Apakah engkau tidak tahu, bahwa perintah telah dekat?" tanya
Rasulullah kepada Jibrail. -
"Benar, ya Rasul Allah !" sahut Jibrail. -
Gembirakanlah saya ! Apakah gerangan kehormatan yang kiranya akan saya peroleh
di sisi Allah ?" tanya Rasulullah. -
"Sesungguhnya pintu-pintu langit telah dibuka, dan para Malaikat telah siap
berbaris-baris menunggu kedatangan roh engkau di langit; pintu-pintu surga pun
telah dibuka menyongsong kedatangan roh engkau", kata Jibrail. -
"Alhamdulillah", jawab Nabi s.a.w. yang kemudian berkata : "Ya
Jibrail ! Gembirakanlah aku, bagaimana keadaan umatku nanti di hari Kiamat
?" -
"Aku beri engkau kabar gembira, bahwa Allah SWT telah berfirman : "Sesungguhnya
Aku (Allah) telah mengharamkan surga bagi semua Nabi-Nabi sebelum engkau
memasukinya terlebih dahulu, dan Allah mengharamkan pula surga itu kepada
sekalian umat manusia sebelum umat engkau terlebih dahulu memasukinya", jawab
Jibrail. -
"Sekarang barulah senang hatiku dan hilang kekhawatiranku", kata Nabi
yang selanjutnya menghadapkan ucapannya terhadap Malaikat Maut : "Ya
Malaikat Maut, sekarang mendekatlah kepadaku !" Maka
mendekatlah Malaikat Maut mengadakan pemeriksaan untuk menggenggam roh Nabi
s.a.w. Tatkala sampai roh itu di pusat, Nabi berkata kepada Malaikat Jibrail :
"Alangkah beratnya penderitaan maut itu !" Jibrail pun tak sampai hati
melihat keadaan Nabi yang dalam keadaan seperti itu dan ia pun memalingkan
wajahnya sejenak dari memandang Rasulullah s.a.w. -
"Apakah engkau benci melihat wajahku, ya Jibrail ?" tanya Rasulullah. -
"Wahai kekasih Allah, siapakah gerangan yang tega sampai hatinya melihat
wajahmu sedang engkau berada dalam situasi kritis sekarat al-maut ?" jawab
Jibrail.
Berkata Anas bin Malik r.a.: "Adalah roh Nabi s.a.w. sampai di
dadanya dan beliau waktu itu masih dapat berkata : "Aku
berpesan kepada kamu semua tentang Shalat dan tentang hamba sahaja yang berada
di bawah tanggung jawab kamu". Dan pada penghujung nafasnya yang terakhir
beliau menggerakkan kedua bibirnya dua kali dan aku pun mendekatkan
telingaku baik-baik, maka aku masih sempat mendengar beliau berkata dengan
pelan-pelan : "Ummati ! Ummati !" (umatku ! umatku!).
Maka dijemputlah roh suci Rasulullah s.a.w. dalam keadaan wajah
berseri-seri dan bibir manis yang
bagaikan hendak tersenyum, dipangkuan isteri
tercinta, Aisyah r.a. pada hari Senin tanggal 12 bulan Rabi'ul Awwal, yakni di
kala matahari telah tergelincir di tengah hari pada tahun ke-11 Hijriah,
bersesuaian dengan tanggal 3 Juni tahun 632 Masehi. (menurut M. Khudhary Bey : hari senin 13 Rabi'ul awwal th.
11H - 18 Juni 633 M; menurut M Ridha tanggal 7 Juni 632 M.) . Dan adalah umur Nabi waktu itu genap 63 tahun menurut riwayat yang
termashur dan yang paling sah. Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un Diriwayatkan
pula, bahwa ketika Ali bin Abi Tholib meletakkan jasad Rasulullah di atas tempat
tidurnya, tiba-tiba terdengar suara ghaib dari pojok rumah berseru dengan nada
tinggi : "Jangan
kamu mandikan jenazah Muhammad, karena ia adalah orang yang suci lagi pula
membawa kesucian !" Ali curiga terhadap suara itu dan ia bertanya
:"Siapa engkau ?" padahal Rasulullah menyuruh kami
memandikannya". Tiba-tiba terdengar pula suara ghaib yang lain yang berseru
sebaliknya : "Hai
Ali, mandikanlah beliau ! Suara yang pertama itu adalah suara iblis yang
terkutuk karena dengki terhadap Muhammad s.a.w., dan ia bermaksud agar supaya
Nabi Muhammad dimasukkan ke dalam liang kuburnya dalam keadaan tidak dimandikan
(suci-bersih)". "Semoga
Allah membalasi engkau dengan kebajikan dikala engkau telah memberitahukan,
bahwa suara itu adalah suara iblis. Sekarang siapakah pula sebenarnya engkau
sendiri ?" tanya Ali. "Saya
adalah Chidhir", jawabnya. Saya datang untuk menghadiri jenazah Muhammad
s.a.w."
Kemudian ali bin abi Tholib r.a. memandikan jenazah Rasulullah sedang Al-Fadhal
bin Abbas dan Usamah bin Zaid r.a. menimba air, dan Malaikat Jibrail a.s. datang
membawa harum-haruman dari surga. Mereka kafani dan kuburkan beliau di kamar
rumah Siti Aisyah r.a. pada malam Rabu, dan ada yang mengatakan pada malam
Selasa.
Sambil berdiri di kubur Nabi s.a.w. isteri beliau tercinta Aisyah pun
berkata, bersenandung dengan suara terharu : Wahai orang yang tidak pernah memakai sutera, yang tak pernah tidur di atas kasur yang empuk, Wahai orang yang keluar dari dunia dan perutnya tidak pernah kenyang dengan roti gandum, Wahai orang yang memilih tikar untuk tempat tidur, Wahai orang yang tidak tidur sepanjang malam (karena lamanya melaksanakan qiyamul lail) karena takut sentuhan neraka Sa'ir........ (Usman
bin Hasan bin Ahmad Syakir, Durratun
Nasihin, hal. 56-61)
Kedukaan yang menimpa keluarga Rasulullah terpancar ke seluruh kaum
Muslimin yang seperti anak ayam kehilangan induknya. Mereka ada yang panik
sehingga tidak mau mengakui fakta takdir yang sedang menimpa mereka. Umar bin
Khattab sendiri malah bersikap sedemikian rupa seolah-olah lupa diri dengan
penuh nafsu menghunus mata pedangnya marah-marah dimuka orang banyak dengan
berkata : "Siapa yang berani
mengatakan bahwa Muhammad telah mati akan saya pukul dengan pedang ini".
Selanjutnya ia berkata : "Bahwa Muhammad tidaklah mati, tetapi ia
hanya pergi buat sementara kepada Tuhan sebagaimana Musa bin Imran menghilang
sementara dari kaumnya selama 40 malam dan kemudian ia kembali setelah ia
dikatakan orang telah mati. Demi Allah, Rasulullah akan kembali pula sebagaimana
halnya Musa kembali !"
Abu Bakar yang terlambat datang karena rumahnya yang jauh langsung saja
masuk ke dalam rumah Aisyah tanpa menoleh ke kanan - kiri dan tidak menghiraukan
keadaan orang lain yang sedang panik. Dilihatnya Rasulullah terbaring di atas
tempat tidurnya. Dibukanya kain selubung yang menutupi wajah Rasulullah, lantas
diciumnya wajah yang mulia itu dan kemudian ia pun menangislah sambil berkata :
"Demi ayah bundaku, alangkah indahnya hidupmu dan alangkah indahnya matimu
! Demi Allah , sekali-kali tidak akan terkumpul dua kematian atas dirimu. Adapun
mati yang telah ditentukan Allah bagimu, telah engkau temui. Dan setlah itu
takkan ada lagi kematian yang datang kepadamu buat selama-lamanya !".
Kemudian barulah ia keluar dan mendapati Umar masih bicara menurut
sekehendak hatinya belaka. Melihat keadaan yang demikian barulah Abu Bakar
bicara menenteramkan orang ramai. Dan orang-orang pun termasuk Umar pun duduk
mendengarkan ucapan abu Bakar. Setelah terlebih dahulu mengucapkan puji dan
sanjung ke hadirat Allah yang Maha Kuasa, berkatalah ia : "Wahai manusia ! Barang siapa yang menyembah Muhammad maka Muhammad
telah mati. Tetapi barang siapa yang menyambah Allah, maka sesungguhnya Allah
hidup, tidak akan mati-mati untuk selama-lamanya." "Sesungguhnya
engkau akan mati dan mereka pun akan mati !" (Az-Zumar : 30) Kemudian
Abu Bakar menyitir firman Allah lainnya : "Muhammad itu tidak lain, melainkan hanya seorang Rasul. Telah banyak
berlalu Rasul-rasul sebelumnya. Apakah sekiranya ia mati atau terbunuh, kamu
akan berpaling atas tumit-tumit kamu ? Dan barangsiapa yang murtad, maka hal itu
tidak akan menyusahkan Allah sedikitpun. Dan Allah pasti membalas jasa
orang-orang yang ber syukur kepada Nya !" (Ali-Imron : 144) Demikianlah
akhirnya para sahabat dan seluruh umat Rasulullah tersadar seolah-olah mereka
tidak pernah membaca ayat ini dan dengan penuh keikhlasan mau menerima takdir
ini. Akhirnya marilah kita ungkapkan kembali ratapan seorang penyair , sahabat
Rasulullah, Hasan bin Tsabit dalam sebuah sajaknya : Dengan kematianmu aku menjadi buta, tak bisa melihat. Siapa yang ingin mati sepeninggalmu, biarlah ia mati pergi menemui ajalnya, Aku, hanya risau haru dengan kepergianmu...... |