Denmas
Marto | Forum Diskusi
Apa Sih Sukses Itu?15/05/2004 Tidaklah mengherankan kalau ribuan remaja berbondong-bondong mengikuti audisi berbagai program
talent search yang marak belakangan ini. Panggung acara itu diimpikan menjadi papan pelontar
"menuju bintang," alias masuk ke dalam jajaran selebritis.
Namun, dari sekian banyak peserta seleksi, berapa gelintir yang lolos? Bagaimana dengan mayoritas yang mesti gigit jari? Adakah mereka ini telah kehilangan sebuah "kesempatan sekali seumur hidup"?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini mengisyaratkan, kita memerlukan gambaran yang lebih sehat tentang sukses. Kita memerlukan cara menuju sukses yang "terjangkau" oleh orang kebanyakan.
Umberto Eco pernah melontarkan pernyataan menarik. "Saya ingin membuat sebuah buku dan seorang anak.... kematian saya bisa mempunyai makna kalau seseorang menggantikan saya dan meneruskan kehidupan saya. Dan saya menulis buku, bukan untuk memperoleh sukses sekarang, tetapi dengan harapan bahwa seribu tahun yang akan datang buku itu paling tidak masih masuk dalam daftar kepustakaan atau dalam catatan kaki."
Ahli semiotik dan novelis Italia ini menangkap kegelisahan dan pergumulan manusia untuk memaknai hidupnya. Ya, setiap orang ingin sukses. Setiap orang ingin dikenang.
Persoalannya, orang kerap menyamakan kesuksesan dengan deretan prestasi. Padahal, prestasi tidak menjamin bahwa Anda akan meninggalkan "warisan", sesuatu yang berharga dan akan terus dikenang oleh generasi selanjutnya. Pertimbangkan dunia selebritis tadi - berapa lama kepopuleran seorang bintang dapat bertahan?
Lebih jauh lagi, kalau Anda hidup hanya untuk mengejar prestasi, Anda akan sangat frustasi. Mengapa? Ketika Anda mengukir sebuah prestasi, Anda berpikir, "Aku berhasil!" Namun, beberapa hari atau beberapa minggu kemudian, perasaan itu akan memudar. Maka Anda harus menetapkan sasaran lain, mengejar tantangan lain. Hasilnya: Sebuah lingkaran setan yang terdiri atas tidak pernah cukup dan tidak pernah puas!
Firman Tuhan menyodorkan kunci yang berbeda bagi kita untuk mencapai kehidupan yang sukses dan bermakna. Alkitab mengaitkan kesuksesan hidup bukan dengan pencapaian kita, melainkan dengan hubungan kita. Perintah utama Tuhan Yesus menggarisbawahi tiga hubungan penting dalam kehidupan kita: hubungan dengan Allah, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan dengan sesama.
Dalam hubungan dengan Allah, kita menemukan signifikansi. Kita diterima dan dikasihi oleh Allah tanpa syarat. Kasih Allah inilah sumber dan dorongan bagi kita untuk memiliki hubungan yang benar dengan diri sendiri dan sesama.
Dalam hubungan dengan diri sendiri, kita menemukan otentisitas. Otentisitas berkaitan dengan kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagai pribadi yang unik dan diciptakan oleh Allah yang penuh kasih. Otentisitas ini selanjutnya menantang kita untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas hidup, agar dapat melayani orang lain dengan lebih baik lagi.
Adapun dalam hubungan dengan sesama, kita menyatakan kasih. Kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi orang lain. Bersediakah kita mengikuti teladan orang Samaria yang baik dan menolong sesama tanpa membedakan ras, agama atau golongan?
Bahwa hubungan adalah yang terutama, bukan berarti kita menafikan prestasi. Hubungan dimaksudkan untuk menempatkan prestasi pada perspektif yang semestinya. Untuk setiap prestasi kita dapat bertanya: Apakah dengan prestasi ini aku bisa memuliakan Allah? Apakah dengan prestasi ini aku menemukan otentisitas diri lebih jauh lagi? Apakah prestasi ini mendorongku mengasihi dan melayani sesama dengan lebih
baik?
Bisa juga kirim email ke [email protected].
16/05 | Sidik Nugroho (Malang):
[ Kembali ke Atas ] [
Kirim Tanggapan ] © 2004 Denmas Marto |