teori Komunikasi Massa - Imam Rizaldy

Go to content

Main menu:

teori Komunikasi Massa

Teori Komunikasi

Pengertian Komunikasi Massa

Komunikasi bersifat dinamis. Manusia sebagai makhluk komunikasi juga dinamis, sehingga komunikasi senantiasa mengikuti perubahan kebutuhan dan dinamika kehidupan manusia. Komunikasi menjadi sebuah sistem untuk berhubungan, berdialog dengan diri sendiri (intrapersonal) dan dengan orang lain (interpersonal). Seiring perkembangan zaman, komunikasi menjadi sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap individu, tanpa mengenal usia, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial, dan lain-lain. Tidak mengherankan, setelah kita melewati zaman industrialisasi, kini kita menghadapi zaman informasi (information age). Kebutuhan akan informasi terus meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan inovasi dan teknologi, demi mencapai kesejahteraan hidup manusia. Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya berbagai media yang mampu menyebarkan informasi kepada khalayak luas, dimulai dari media cetak (surat kabar, brosur, leaflet, dll), media elektronik (telepon, radio, televisi), hingga media hybrid (internet).

Menurut Rakhmat (2011), definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980:10) yaitu, “Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa komunikasi massa merujuk pada “pesan”, namun menurut Wiryanto (2000) “komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi”. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah bentuk komunikasi yang memanfaatkan media massa untuk menyebarkan pesan kepada khalayak luas pada saat yang bersamaan.

Massa dalam hal ini merujuk pada khalayak yang tersebar di berbagai tempat, tidak terbatas jumlahnya dan anonim. Elizabeth Noelle-Neuman (1973 : 92) dalam Rakhmat (2011) menyebutkan empat tanda pokok dari komunikasi massa, yaitu :

Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis (teknologi media). Komunikasi massa mengharuskan adanya media massa dalam prosesnya, hal ini dikarenakan teknologi yang membuat komunikasi massa dapat terjadi. Dapat dibayangkan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi massa tanpa bantuan media massa (teknologi), bahkan bila ia berteriak sekencang-kencangnya.
Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi. Dalam istilah komunikasi, reaksi khalayak yang dijadikan masukan untuk proses komunikasi berikutnya disebut umpan balik (feedback). Namun dalam sistem komunikasi massa, komunikator sukar menyesuaikan pesannya dengan reaksi komunikan (khalayak luas dalam hal ini). Komunikasi bersifat irreversible, yang artinya ketika sudah terjadi tidak dapat diputar balik (diulang). Begitu juga halnya dengan komunikasi massa. Sebuah informasi yang telah disebarkan, tidak dapat diputar ulang seperti membuat air menjadi es, kemudian membuat es menjadi air kembali. Dalam komunikasi massa, publik atau khalayak hanya menjadi penerima informasi. Pada saat komunikasi massa dilakukan, khalayak tidak dapat langsung memberikan feedback untuk mempengaruhi pemberi informasi, dalam hal ini untuk aliran komunikasi sepenuhnya diatur oleh komunikator. Namun demikian, dalam komunikasi massa masih terdapat kemungkinan adanya siaran ulang, yaitu memutar ulang tayangan yang sama dalam televisi atau radio.
Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim. Komunikasi dengan media massa memungkinkan komunikator untuk menyampaikan pesan kepada publik yang tidak terbatas jumlahnya, siapapun dan berapapun orangnya selama mereka memiliki alat penerima (media) siaran tersebut.
Mempunyai publik yang secara geografis tersebar. Seperti dikemukakan sebelumnya, komunikasi massa tidak hanya ditujukan bagi sekelompok orang di kawasan tertentu, namun lebih kepada khalayak luas di manapun mereka berada. Oleh karena itu, lewat media massa seseorang atau sekelompok orang dapat melakukan persuasi kepada banyak orang di berbagai tempat dengan efisien.
Unsur-unsur Komunikasi Massa

Komunikasi massa terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran (channel), dan penerima (receiver) serta efek (effect). Wiryanto (2000) menggunakan pendapat Laswell untuk memahami komunikasi massa, di mana untuk mengerti unsur-unsurnya kita harus menjawab pertanyaan yang diformulasikan sebagai berikut : who says what in which channel to whom and with what effect? (siapa berkata apa dalam media yang mana kepada siapa dengan efek apa?).

Sumber utama dalam komunikasi massa adalah lembaga, organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi (institutionalized person) (Wiryanto, 2000). Kita juga mengenal istilah “siapa yang menguasai informasi, dapat menguasai dunia”. Pernyataan tersebut adalah sebuah bentuk pengakuan atas kekuatan pengaruh media massa bagi masyarakat. Pada era orde baru kita dapat melihat pengekangan pers untuk menyiarkan berita-berita yang bersifat anti-pemerintah, seperti yang terjadi pada zaman kekuasaan Nazi atas Jerman. Pemerintah berupaya untuk mengatur aliran informasi kepada masyarakat, dengan maksud untuk membatasi dan mengantisipasi gerakan-gerakan anti-pemerintah.

Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar dan dapat menjangkau audiens yang sangat banyak jumlahnya. Wright (1977) dalam Wiryanto (2000) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi massa sebagai berikut :

1. Publicly

Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan kepada perorangan tertentu yang eksklusif, melainkan bersifat terbuka untuk umum atau publik. Semua anggota mengetahui, orang lain juga menerima pesan yang sama dan disampaikan secara publicy.

2. Rapid

Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audiens yang luas dalam waktu yang singkat dan simultan. Pesan-pesan dibuat secara massal dan tidak seperti fine art yang dapat dinikmati berabad-abad.

3.   Transient

Pesan-pesan komunikasi massa umumnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan segera, dikonsumsi “sekali pakai” dan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat permanen. Namun, ada pengecualian, seperti buku-buku perpustakaan, film, transkripsi-transkripsi radio, dan rekaman audio visual yang merupakan kebutuhan dokumentatif. Pada umumnya pesan-pesan komunikasi massa adalah pesan-pesan yang expendable. Maka isi media cenderung dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-kadang bersifat sensasional.

Media yang mempunyai kemampuan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa secara cepat, luas, dan simultan adalah surat kabar, majalah, radio, film, televisi, dan internet. Leeuwis (2009) membahas mengenai media massa konvensional yang saat ini sedang berkembang. Media massa konvensional dapat berupa koran, jurnal pertanian, leaflet, radio dan televisi. Karakteristik dasarnya adalah bahwa seorang pengirim dapat mencapai banyak orang dengan media tersebut, sambil tetap berada di kejauhan, dan tanpa kemungkinan keterlibatan dalam interaksi langsung dengan audiens.

Media massa, khususnya radio, televisi, dan koran, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menentukan cara pandang masyarakat mengenai berbagai hal. Itu sebabnya tidak mengherankan bahwa hal pertama yang dilakukan rezim otoriter baru adalah meyakinkan bahwa mereka mengontrol media massa. Idenya adalah bahwa bila kita mengontrol media massa, kita dapat secara selektif mempengaruhi cara masyarakat luas berpikir dan melihat realitas, dan dapat mencegah orang lain untuk menunjukkan gambaran yang berbeda mengenai realitas tersebut.

Menurut Wright (1977) dalam Wiryanto (2000), penerima atau mass audience memiliki karakteristik-karekteristik sebagai berikut :

a.   Large

Besarnya mass audience adalah relatif dan menyebar dalam berbagai lokasi. Khalayak televisi misalnya, merupakan perorangan-perorangan yang tersebar dalam ratusan atau ribuan (bahkan jutaan) keluarga, di tempat-tempat umum yang yang memasang televisi penerima. Secara bersama-sama mereka adalah audiens televisi.

b.  Heterogen

Komunikasi massa ditujukan untuk seluruh lapisan masyarakat, yang berasal dari berbagai status sosial, jenis kelamin, pendidikan, dan tempat tinggal. Heterogen adalah semua lapisan masyarakat dengan berbagai keragamannya.

c.   Anonim

Anonim diartikan anggota-anggota dari mass audience, pada umumnya tidak mengenal secara pribadi dengan komunikator.

Gonzalez dalam Jahi (1988) menyebutkan tiga dimensi komunikasi massa, yaitu : kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan sikap. Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu. Selanjutnya gonzalez menyatakan bahwa, meskipun dimensi-dimensi efek ini berhubungan satu sama lain, ketiganya juga independen satu sama lain. mereka terjadi dalam berbagai sekuen, dan perubahan dalam satu dimensi tidak perlu diikuti oleh perubahan dalam dimensi lainnya. Efek komunikasi massa dapat juga ditinjau dari dimensi lain, yaitu : (1) Langsung atau kondisional, (2) spesifik-isi atau umum-menyebar, (3) perubahan atau stabilisasi, (4) kumulatif atau nonkumulatif, (5) jangka pendek atau jangka panjang, (6) mikro atau makro, dan (7) efek proporsional atau antisosial (gonzalez dalam Jahi, 1988).

Efek diketahui melalui tanggapan khalayak (response audience) yang digunakan sebagai umpan balik (feedback). Dalam komunikasi massa, jumlah umpan balik relatif kecil dibandingkan dengan jumlah khalayak secara keseluruhan yang merupakan sasaran komunikasi massa, dan sering tidak mewakili seluruh khalayak (Wiryanto, 2000).

Menurut McLuhan dalam Rakhmat (2011), media massa adalah perpanjangan alat indera kita. Dengan media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Dunia ini terlalu luas untuk kita masuki semuanya. Media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik. Informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan, atau mendefinisikan citra. Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media massa mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias, dan tidak cermat.

Model-Model tentang Efek Komunikasi Massa

Berikut ini dikemukakan model-model proses komunikasi massa :

1.   Model teori peluru (bullet theory model)

Teori peluru, yang juga dikenal sebagai teori “Hypodermic Needle” atau teori “Stimulus-Response” yang mekanistis merupakan suatu pandangan yang menyatakan, komunikasi massa memiliki kekuatan yang besar atas mass audience. Media massa dianggap memiliki pengaruh yang sangat besar, layaknya jarum suntik yang dimasukkan dalam tubuh pasien, audiens menerimanya secara langsung dan pengaruhnya spontan dirasakan. Hal ini menyebabkan adanya perubahan pemikiran khalayak, maupun perubahan sikap dan perilakunya secara spontan.

2.   Model Efek Terbatas (limited effects model)

Model ini muncul sekitar tahun 1940, ketika para ilmuwan sosial menjadi tertarik oleh efek-efek langsung dan kuat yang ditimbulkan oleh media massa atas individu-individu. Sejak saat itu, mulai dilakukan penelitian-penelitian ilmiah, yang semuanya menunjukkan kesimpulan yang sama : pengaruh komunikasi massa adalah terbatas, tidak all-powerfull, malahan sama sekali tidak efektif manakala tujuannya untuk menimbulkan sikap dan/atau perilaku nyata. Model efek terbatas ini memperoleh dukungan yang kuat dari model alir komunikasi dua tahap (two step flow) yang menyatakan, pesan-pesan media tidak seluruhnya mencapai mass audience secara langsung; sebagian besar malahan berlangsung secara bertahap. Tahap pertama dari media massa kepada para pemuka masyarakat (opinion leaders). Tahap kedua dari pemuka masyarakat kepada khalayak ramai (mass audience atau followers). Menurut model ini, komunikasi massa hanya akan efektif, khususnya dalam mengubah sikap dan perilaku (behaviour change), apabila ia dikombinasikan penggunaannya dengan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication).

3.   Model Efek Moderat (moderate effects model)

Model ini merupakan hasil studi atau riset tentang efek yang dilakukan pada periode 1960-1970an. Studi pada periode itu berangkat dari posisi audiens (bukan dari posisi komunikator) dan lebih memusatkan perhatiannya pada pola-pola komunikasi mereka, khususnya dalam hubungannya dengan pesan-pesan media. Model ini meliputi pendekatan-pendekatan sebagai berikut :

a). The Information-Seeking Paradigm

      kecenderungan audiens untuk secara aktif mencari informasi dan tidak semata-mata pasif menerima informasi, bergantung pada opinion leader. Paradigma ini memusatkan perhatiannya pada perilaku individual dalam menceri informasi dan berusaha mengidentifikasikan faktor-faktor yang menentukan perilaku.

b). The Uses and Gratifications Approach

Pendekatan tentang kebutuhan individu terhadap pesan-pesan media berdasarkan asas manfaat dan kepuasan. Menurut pendekatan ini, komunikasi massa mempunyai kapasitas menawarkan sejumlah pesan yang dapat dimanfaatkan oleh komunikannya, sekaligus dapat memuaskan berbagai kebutuhannya. Dengan demikian, orang yang berbeda dapat menggunakan pesan-pesan media yang sama untuk berbagai tujuan atau maksud yang berbeda-beda. Rakhmat (2011) menyebutkan, pendekatan ini pertama kali dinyatakan oleh Elihu Katz (1959) sebagai reaksi terhadap Bernard Berelson yang menyatakan bahwa penelitian komunikasi mengenai efek media massa sudah mati. Karena penggunaan media adalah salah satu cara untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan, maka efek media sekarang didefinisikan sebagai situasi ketika pemuasan kebutuhan tercapai.

c). The Agenda-Setting Function

Model lain yang termasuk model efek moderat adalah pendekatan agenda setting yang dikembangkan oleh Maxwell E. McComb dan Donald L. Shaw. Model ini menunjuk pada kemampuan media massa untuk bertindak selaku agenda (catatan harian) komunikan-komunikannya. Hal ini disebabkan media memiliki kapasitas untuk memilih materi atau isi pesan bagi komunikannya. Materi atau isi pesan ini diterima komunikan sebagai sesuatu yang penting yang dapat mempengaruhi sikap dan perilakunya mengenai sesuatu hal. Menurut teori ini, media massa memang tidak dapat mempengaruhi orang untuk mengubah sikap, tetapi media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang. Ini berarti media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.

d). The Cultural Norms Theory

Menurut teori ini komunikasi massa memiliki efek yang tidak langsung atas perilaku melalui kemampuannya dalam membentuk norma-norma baru. Norma-norma ini berpengaruh terhadap pola sikap untuk pada akhirnya akan mempengaruhi pola-pola perilakunya.

4.   Model efek kuat

Model efek kuat ini baru merupakan suatu indikasi, pada suatu saat orang akan benar-benar mendapati, komunikasi massa memiliki efek yang besar, all-powerfull dalam versi yang baru. Sejumlah studi agaknya sependapat, komunikasi massa dapat mewujudkan powerfull effect apabila ia digunakan dalam program-program atau kampanye-kampanye yang dipersiapkan lebih dulu secara cermat sesuai dengan prinsip-prinsip komunikasi yang ada. prinsip-prinsip itu antara lain sebagai berikut :

a). Prinsip mengulang-ulang (redundancy), yaitu mengulang-ulang suatu pesan selama periode waktu tertentu. Dengan cara ini ternyata banyak membawa hasil dibanding dengan hanya menyajikan pesan tunggal dalam memperoleh efek yang diinginkan.

b). Mengidentifikasikan dan memfokuskan pada suatu audiens tertentu yang ditargetkan (segmentasi khalayak), kemudia tujuan dari komunikasi atau kampanye itu dirumuskan secara khusus dalam arti pesan-pesannya benar-benar terkait dan terarah kepada pencapaian tujuan. Dengan cara ini audiens merasa, pesan-pesan itu ditujukan kepadanya dan tidak kepada setiap orang.

c). Ide atau gagasan dari teori-teori komunikasi juga dapat digunakan dalam pengembangan tema-tema komunikasi, pesan-pesan yang akan diciptakan dan media yang digunakan.

d). Sejumlah prinsip-prinsip yang lain.

Penggabungan Saluran Media Massa dengan Saluran Antarpribadi

Schramm (1964) dalam Wiryanto (2000) menunjukkan secara khusus tugas-tugas modernisasi yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh media massa, dan dapat diterapkan untuk setiap situasi komunikasi massa. Penggabungan antara media massa dan saluran antarpribadi merupakan alat yang paling efektif untuk :

Mencapai khalayak dengan ide-ide baru
Mempengaruhi mereka memanfaatkan inovasi-inovasi.
Bentuk penggabungan antara kedua saluran itu disebut sebagai forum-forum media (mass media forums, media forums). Forum-forum media ini pertama kali dikembangkan di kalangan keluarga-keluarga petani di Kanada. Kemudian menyebar ke Jepang dan negara-negara berkembang seperti India, Nigeria, Ghana, Malawi, Kosta Rika, dan Indonesia. Forum-forum media ini diorganisasikan, ketika kelompok-kelompok kecil dari individu-individu yang bertemu secara reguler menerima suatu program dari media massa dan mendiskusikan program itu.

Jenis Forum media adalah sebagai berikut :

Forum-Forum Radio

India pernah tercatat sebagai negara yang paling luas menggunakan forum radio. Forum radio berusaha membantu para petani menyadarkan mereka tentang masalah-masalah atau inovasi-inovasi di bidang pertanian dan kesehatan serta meningkatkan semangat mereka untuk mencoba ide-ide baru. Secara reguler program-program radio yang sudah dijadwalkan, mengadakan agenda pertemuan anggota-anggota forum, baik di rumah maupun di tempat-tempat umum guna mendengarkan siaran yang berfungsi sebagai agen kelompok-kelompok belajar yang menyertainya. Forum-forum itu memberikan umpan balik secara teratur berupa laporan-laporan diskusi atau pertanyaan-pertanyaan klarifikasi kepada penyiar.

Sekolah-Sekolah Media Massa

Sekolah-sekolah media ini berusaha memberikan dasar-dasar pendidikan, termasuk latihan-latihan melek huruf kepada penduduk yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan yang terpencil.

Kelompok-Kelompok Studi di Republik Rakyat Cina

Partai komunis Cina mempergunakan kelompok-kelompok diskusi majalah dan surat kabar sebagai alat indoktrinasi dan pengajaran di kalangan kader-kader partai dan para pengikut partai untuk jangka waktu 50 tahun.

Berbagai tipe forum media, semuanya adalah bentuk-bentuk komunikasi massa yang dikombinasikan dengan dampak komunikasi antarpribadi dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok merupakan unsur yang penting dalam menggerakkan individu-individu kepada penerimaan yang lebih besar pesan-pesan yang disampaikan melalui media massa. Prinsip dasar yang digunakan adalah untuk menanamkan atau mengintroduksikan gagasan-gagasan kepada sejumlah khalayak secara luas.

Efek Forum-Forum Media

Meskipun ada perbedaan-perbedaan dalam tipe sistem forum media antar negara satu dan negara lain serta jenis program yang ditekankan, tetapi semuanya mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

Semua memanfaatkan ata mendayagunakan suatu medium (radio, televisi, atau media cetak) untuk membawakan muatan besar penyampaian pesan-pesan mengenai teknik-teknik inovasi kepada forum diskusi.
Semua menyangkut kelompok-kelompok kecil yang disampaikan melalui saluran-saluran media massa dan anggota-anggotanya kemudian berpartisipasi dalam diskusi-diskusi.
Semua program media tampak efektif dalam menciptakan pengetahuan, membentuk dan mengubah sikap serta dalam catalyzing perubahan perilaku.
Faktor-faktor yang menyebabkan mengapa individu-individu akan belajar lebih banyak apabila mereka menjadi anggota-anggota dari forum media adalah sebagai berikut :

Perhatian dan partisipasi  disemangati oleh adanya tekanan kelompok (group pressure) dan harapan-harapan sosial (social expectation).
Perubahan sikap timbul lebih nyata apabila individu-individu berada di dalam kelompok.
Novelty effects dari saluran-saluran baru dan yang diikuti kemudian oleh kredibilitas tinggi yang melekat pada media dapat dipertanggungjawabkan bagi keberhasilan forum-forum media.
Umpan balik (feedback) dari forum kepada penyiar berlangsung dengan teratur dan relatif cepat.
Forum media memiliki keunggulan dalam mengatasi proses seleksi dari anggota-anggota kelompok.
Daftar Pustaka

Jahi, Amri. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. Jakarta : PT Gramedia.

Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : PT Grasindo.

 
Back to content | Back to main menu