-"sUgEnG rAwUh" tO mY wEbSiTe-

 

Home

Adventure

Palestine

Hacking

English

Sor Ringin

About Me

 

 

Dimana kan ku temukan, "sopo sejatine aku..?"

 

Wanita Pelaku Syahid yang memahami makna kehidupan


imageKetika seorang wanita pergi menanggalkan baju kewanitaannya, secara sukarela, dan memakai baju seperti prajurit perang, tentu akan membuat makna lebih dalam dan berarti. Menempatkan dirinya sebagai unsur yang dinamis, penentu. Itulah sosok wanita Palestina, baik ia sebagai ibu, saudara ataupun anak seorang syahid, seorang tahanan, korban luka, diusir. Seorang isteri melepas kepergian suaminya, sang syahid, yang terakhir dengan dua air mata, pertama air mata cinta dan kedua, air mata kebanggaan.

Karena ia seorang wanita Palestina dan karena ia mengerti arti kehidupan.. "Jangan kamu kira orang-orang yang dibunuh di jalan Allah (fisabilillah) adalah orang-orang mati, bahkan mereka adalah orang-orang hidup di sisi Tuhan-nya sambil diberi rezki", karena itu pula ia bisa menguak hubungan rahasia antara kehidupan dan kematian, antara fana (tidak kekal) dan baqa (kekal abadi). Begitulah seorang wanita Palestina pelaku aksi bom 'syahid'…

 

Penantian yang Panjang


imageKota Al-Quds (terjajah) menjadi saksi aksi serangan bom syahid pertama yang dilakukan oleh wanita Palestina adalah pada tanggal 28 Januari 2001, ketika wanita asal kamp pengungsi di kota Ramallah, Tepi Barat, Wafa' Idris melakukan aksi tersebut yang menewaskan seorang Yahudi dan melukai 140 lainnya. Akibat peristiwa itu menambah keruwetan baru di jantung pertahanan Israel yang hanya memfokuskan pengawasan terhadap kaum lelaki Palestina saja.

Peristiwa tersebut dan peristiwa-peristiwa yang menyusulnya membuat suasana galau di kalangan militer dan intelijen Israel. Mereka harus melakukan proses pengamanan baru dan mulai melihat unsur dengan seksama. Pelaku aksi syahid kedua adalah Daren Abu Aeshah pada tanggal 27 Pebruari 2002. Mahasiswi Fakultas Bahasa Inggris di sebuah perguruan Palestina ini meledakkan dirinya di perlintasan Israel yang ada di wilayah Tepi Barat. Akibatnya, tiga aparat kepolisian Israel mengalami luka-luka.

Pada tanggal 29 Maret 2002, selepas berakhirnya pertemuan tingkat tinggi Arab di Beirut dan dimulainya operasi militer 'Bar-Bar' penjajah Israel di Tepi Barat. Seorang mahasiswi bernama Ayat Al-Akhras (18 tahun) asal kamp pengungsi Al-Duhaeshah dekat Bethlehem meledakkan dirinya di sebuah pasar di kota Al-Quds (terjajah) yang menewaskan dua orang Yahudi. Kemudian aksi itu sendiri diakui oleh Brigade Syuhada Al-Aqsha, sayap militer kelompok Fatah.

imageKetika gelombang kampanye proyek, yang kemudian dikenal dengan nama 'tembok pemisah' pada tahun 2002 lalu, wanita Palestina lainnya bernama Andaleb Taqateqa asal Beit Fajjar sebelah selatan Bethlehem meledakkan dirinya yang suci di daerah Al-Quds bagian barat yang menewaskan 6 orang Yahudi. Padahal aksi itu terjadi ketika Menlu AS, Colin Powel sedang berkunjung ke Israel.

Tidak lama kemudian, Noura Shalhub asal kamp pengungsi Tulkarm gugur syahid di salah satu pos militer Israel saat ia sedang berusaha melakukan aksi serupa dengan saudara-saudara sebelumnya.

Pada tanggal 19/05/2003 pelaku syahid berikutnya adalah Hebah Daraghemah. Saat itu ia meninggalkan kampusnya di Jenin dan melesat dari rumahnya di Topas menuju pemukiman Yahudi el-Afolah untuk meledakkan dirinya yang suci di depan salah satu diskotik Israel. Itu ia lakukan saat seorang penjaga diskotik itu meminta memeriksa tasnya, sehingga menewaskan tiga orang Yahudi dan puluhan lainnya terluka.

Seorang penulis Yahudi, Arnon Goler dalam harian Ha'aretz mengomentari aksi para wanita Palestina itu dengan mengatakan:"Aksi-aksi tersebut membalikkan semua tradisi dan norma yang ada. Membentuk hubungan dengan pelaku syahid berikutnya, mendidiknya dan mempersenjatainya adalah hal yang sangat bermasalah. Maka barangsiapa yang melakukan pelatihan akan meruntuhkan tatanan masyarakat karena ia tidak minta izin keluarga terlebih dahulu."

imageAdapun pelaku syahid berikutnya adalah Henadi Jaradat asal Jenin yang pada bulan September 2003 memutuskan untuk memberikan qisas kepada serdadu Israel yang membunuh adiknya dan sepupunya. Akibatnya, 22 orang Yahudi menemui ajalnya di kafe Mexim di kota Heifa. "Dengan darah aku tidak akan menyerah untuk mengungkapkannya selama 7 bulan yang memisahkan-ku dengan adikku dan aksi syahid-ku ini," ucapnya kala itu.

Belumlah lama tahun 2004 memasuki hari-harinya hingga pelaku syahid ketujuh, Reem Al-Riyashi, pelaku bom syahid wanita dari Jalur Gaza, memporak-porandakan perlintasan Erez. Dan ini merupakan aksi bom syahid wanita pertama dilakukan di pos militer yang menewaskan empat serdadu Israel dan melukai puluhan lainnya.

 

Legalitas Syar'i


DR. Yusuf Qardhawi mengatakan:"Para ahli fiqih telah bersepakat bahwa jika ada musuh masuk ke salah satu negeri Islam, maka jihad itu adalah fardhu 'ain (wajib) atas semuanya. Wanita keluar untuk berjihad walau tanpa izin dulu kepada suaminya dan anak tanpa izin orang tuanya. Atas dasar itu, maka keikutsertaan wanita Palestina dalam berbagai aksi bom syahid setelah Yahudi merampas tanah airnya, menodai kehormatan dan menodai tempat-tempat suci, adalah bentuk qurbah (persembahan) yang paling mulia. Kematian seorang wanita dalam aksi-aksi itu adalah syahadah (mati syahid) di jalan Allah SWT. Mereka akan mendapatkan pahala, insya Allah, di sisi-Nya dan pekerjaan mereka itu adalah usaha legal yang diberkati oleh agama dan didukungnya. Juga tidak kalah pentingnya adalah, usaha itu bentuk jihad yang paling utama."

Allah Ta'ala berfirman yang artinya:"Orang-orang mukmin, laki dan perempuan, sebagian adalah penolong bagi yang lainnya, mereka menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang munkar serta menunaikan shalat, membayar zakat dan ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan dirahmati oleh Allah…" Ayat tersebut menunjukkan bahwa wanita-wanita mukminat berada di samping kaum mukminin, saling mendukung dalam pelaksanaan kewajiban agama dan urusan sosial kemasyarakatan. Seperti amar ma'ruf nahi munkar, hingga perintah agama lainnya seperti shalat, zakat dan ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya agar semuanya mendapatkan rahmat dari Allah SWT.

Dalam sebuah firman Allah Ta'ala menyusul do'a yang dipanjatkan orang-orang berpikir dari kaum beriman, disebutkan yang artinya:"Maka Rabb-mu mengabulkannya. Aku tidak akan menyia-nyiakan setiap amalan di antara kalain, baik laki maupun perempuan. Sebagian kamu adalah bagian dari lainnya, maka siapa yang berhijrah dari rumah mereka, disiksa (karena) memilih jalan-Ku, kemudian berperang dan terbunuh, tentu Aku akan ampuni kesalahan mereka dan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai……" (QS. 3:195). Dari ayat itu terlihat jelas bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala tidak menyia-nyiakan pekerjaan seseorang lalu dimenej dengan baik, laki ataupun perempuan. Kemudian Allah SWT memutuskan sebuah hakekat yang sangat penting, yaitu laki dan perempuan adalah bagian satu dengan yang lainnya. Artinya, laki-laki bagian dari perempuan dan perempuan bagian dari laki-laki. Satu sama lain saling membutuhkan dan menyempurnakan. Adanya saling dukung, bukan saling kontradiksi dan kontraproduktif.

Kemudian ayat di atas juga menetapkan berbagai macam amalan yang dilakukan oleh kedua jenis, laki dan perempuan, yang akan diberi pahala oleh Allah SWT. Yaitu hijrah, menerima cobaan dan siksaan serta berperang di jalan Allah, "Maka mereka yang berhijrah, diusir dari negerinya, disiksa karena (memilih) jalan-Ku, kemudian berperang dan terbunuh…" ayat ini meliputi semua amalan, baik yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.

Dalam Shahih Bukhari, Bab Perangnya Kaum Wanita, disebutkan didalamnya bagaimana peran ummahat mukminin dan wanita shahabat dalam terjun langsung di medan pertempuran suatu saat, dan saat yang lain di bagian logistik membantu para mujahidin. Salah satu contoh dalam perang Uhud dan yang lainnya.

Bahkan para ahli fiqh telah sepakat bahwa jihad pembelaan (jihad dafa'), jihad perlawanan menentang penjajah, seorang wanita boleh ikut serta bersama laki-laki walau harus tanpa izin suaminya. Berbeda dengan jihad thalab, yaitu bila musuh berada di negerinya, kita umat Islam yang memeranginya, kita yang meminta mereka karena alasan yang istilahnya sekarang disebut dengan 'perang penjagaan'. Maka bentuk jihad seperti ini, wanita harus mendapatkan izin dari suaminya, jika bersuami, atau dari ayahnya jika belum bersuami. Jihad dafa' tadi adalah jihad darurat dan bukan jihad pilihan. Sebab umat Islam tidak boleh membiarkan seorang kafir yang memerangi dan menjajah tanah airnya, kemudian menghinakan penduduknya, seolah-olah diam tak berdaya. Oleh karena itu, para ahli fiqh, dari semua madzhab, mengatakan bahwa jihad dalam situasi seperti itu adalah wajib 'ain atas semua penduduk negeri tersebut. Dan perlawanan terhadap penjajah dengan segala apa yang mereka miliki adalah kewajiban agama dan hak-hak personal gugur dihadapan hak jama'ah (kolektif) dalam rangka membela kehormatannya. "Oleh karena itu wanita keluar membela negerinya dan mengusir musuh tanpa harus meminta izin suaminya, anak tanpa minta izin ayahnya, pembantu tanpa minta izin juragannya dan anggota tanpa minta izin ketuanya. Sebab tidak ada keta'atan kepada mahkluq dalam bermaksiat kepada Sang Khaliq.

Dari sini kita melihat bahwa seorang wanita dalam jihad pembelaan dan perlawanan, yaitu ketika jihad itu fardhu 'ain, maka ia harus menyokong laki-laki dengan segala apa yang ia kuasai. Karena ia adalah saudaranya dalam suka dan duka, dalam perang dan damai. Ia tidak boleh melepaskan cadarnya sebelum operasi, untuk mengelabui musuh dan tidak menjadi pusat perhatian. Ini termasuk hukum darurat yang diperhatikan oleh syari'at Islam, karena syari'at ini juga mempertimbangkan realita yang ada, bukan khayalan belaka. "Barangsiapa yang terpaksa, tapi tidak melampaui batas dan tidak menginginkannya, maka tidak ada dosa atas dirinya, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. 2:173).

Dan dalam kaedah usul fiqh disebutkan: Apa yang dzatnya terlarang maka boleh (dipakai) karena darurat, dan apa yang diharamkan karena antisipasi diperbolehkan untuk keperluan yang kemudian diturunkan oleh para fuqaha sebagai hal darurat. (AM Rais/COMES)


 

 


 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1