HAMAS : Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah
Sumber COMES
HAMAS : Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah
(Gerakan Perlawanan Islam). Hamas merupakan gerakan perlawanan rakyat
nasional yang bergerak demi menciptakan situasi yang kondusif untuk
merealisasi kan kemerdekaan rakyat Palestina, membebaskan mereka dari
penganiayaan, membebaskan bumi mereka dari penjajah Israel serta untuk
menghadang proyek Zionisme yang didukung oleh kekuatan Imperialisme
Modern.
Nama dan Simbol
(1)
1. Gerakan Hamas
Hamas adalah singkatan dari: ”Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah” (Gerakan
Perlawanan Islam). Hamas merupakan gerakan perlawanan rakyat nasional
yang bergerak demi menciptakan situasi yang kondusif untuk
merealisasikan kemerdekaan rakyat Palestina, membebaskan mereka dari
penganiayaan, membebaskan bumi mereka dari penjajah Israel serta untuk
menghadang proyek Zionisme yang didukung oleh kekuatan Imperialisme
Modern.
Gerakan Hamas adalah gerakan jihad dalam arti yang luas menurut
konsepsi jihad. Ia merupakan bagian dari gerakan Kebangkitan Islam (an
nahdhah al islamiyah) yang meyakini bahwa kemerdekaaan merupakan
gerbang utama bagi kemerdekaan rakyat Pelestina, mulai dari Sungai
Yordan sampai Laut Tengah. Hamas adalah gerakan kerakyatan, karena
merupakan ekspresi konkret dari arus rakyat yang luas dan mengakar
dalam barisan putra-putri bangsa Palestina dan Umat Islam, yang
memandang bahwa aqidah dan motivasi ke-Islaman adalah dasar yang tepat
untuk melawan musuh yang membawa motivasi aqidah dan program yang
bertentangan dengan seluruh upaya kebangkitan yang terjadi di dalam
Umat (an nahdhatu fil ummah). Dalam barisan Hamas, terhimpun semua
unsur umat Islam yang meyakini pemikiran dan prinsip-prinsipnya,
sanggup memikul seluruh konsekuensi pertarungan dan perlawanan
menghadapi proyek Zionisme.
2. Simbol Gerakan
Lambang Hamas terdiri dari: gambar Mesjid Qubbatus Shakhrah (Rock
Dome) yang di atasnya terdapat peta kecil Palestina dengan batas
wilayahnya. Dua bendera Palestina berbentuk setengah busur melingkupi
kubah yang seolah-olah memeluknya. Tertulis pada bendera kanan kalimat
«la ilaha illa` llah» dan pada bendera kiri kalimat «Muhammad
Rasulullah». Dua buah pedang di bawah kubah bertemu pada dasar kubah
dan saling menjauh membentuk lingkupan bawah untuk kubah.
Di bawah gambar tertulis kata ”Palestina”, dan juga tertulis ”Harakah
al-Muqawamah al-Islamiyah - Hamas” pada sehelai pita di bawah gambar.
Gambar mesjid dan kalimat la ilaha illa `llah Muhammad Rasulullah
menggambarkan keislaman masalah Palestina dan dimensi aqidahnya.
Sedangkan gambar peta menunjukkan sikap Hamas yang tetap yaitu
perjuangan berporos pada pembebasan seluruh wilayah tanah suci
Palestina dengan batas-batas wilayahnya dari kungkungan penjajah
Israel, dan juga menggambarkan penolakan Hamas terhadap pembatasan
masalah hanya pada wilayah yang dirampas pada tahun 1967.
Sedangkan dua pedang melambangkan kekuatan dan kemuliaan, sebagaimana
ia tertancap dalam jiwa bangsa Arab. Hamas yang terjun dalan
pertarungan melawan penjajah yang tak mengenal norma kemanusiaan
apapun, tetap berpegang teguh dalam perjuangannya dengan nilai-nilai
kemuliaaan dan kehormatan, serta mengarahkan kekuatannya ke arah musuh
yang hakiki tanpa sedikitpun kelemahan ataupun penyelewengan.
Kelahiran dan
Perkembangan
(2)
Hamas menyebarkan manifesto pendiriannya pada tanggal 15 Desember
1987, meskipun kemunculannnya berakar mulai sejak dekade 40-an pada
abad ini. Hamas merupakan perpanjangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin,
yang sebelum pendeklarasian Hamas, Ikhwan menggunakan nama-nama lain
untuk mengungkapkan sikap politik mereka berkenaan dengan masalah
Palestina, di antaranya: al-Murabithun fi Ardhil Isra’ (Para Pejuang
yang Bertahan di Bumi Isra’), Harakah al Kifah al-Islamy (Gerakan
Perjuangan Islam) dan lain-lain.
Pertama, Sebab-sebab Kelahirannya
Hamas lahir sebagai hasil dari akumulasi berbagai faktor yang dialami
oleh rayat Palestina, sejak tragedi (nakbah) pertama tahun 1948 secara
umum dan kekalahan perang tahun 1967 secara khusus. Dari bebagai
faktor tersebut muncul dua faktor utama yaitu: (1) perkembangan
politik masalah Palestina dan akibat-akibatnya hingga akhir tahun 1987
(2) dan kebangkitan Islam di Palestina serta hasil- hasil yang dicapai
hingga pertengahan dekade 80-an.
1. Perkembangan Politik
Masalah Palestina
Semakin jelas bagi rakyat Palestina bahwa masalah mereka adalah
masalah hidup dan mati, masalah pertarungan peradaban antara Arab dan
Umat Islam di satu pihak dan Zionisme di pihak lain. Kemudian issu
tersebut bekembang menjadi masalah pengungsi setelah tragedi tahun
1948 atau masalah penuntasan hasil-hasil agresi dan lepasnya dua
pertiga Palestina setelah kekalahan 1967. Inilah yang mendorong rakyat
Palestina untuk memperjuangkan nasibnya dengan tangan mereka sendiri.
Maka muncullah PLO dan berbagai kelompok perlawanan rakyat.
Akan tetapi program pemberontakan rakyat Palestina yang terakomodasi
dan terkristalisasi dalam tubuh PLO pada dekade 80-an mengalami
deretan kemunduran internal dan eksternal yang melemahkan program
tersebut, mengaburkan visi dan orientasinya. Dan terlihat pada dekade
70-an banyak indikasi yang menunjukkan kemungkinan PLO untuk menerima
solusi-solusi tengah yang bertentangan dengan isi Dokumen Nasional
Palestina. Lalu indikasi-indikasi tersebut berubah menjadi tuntutan
Palestina yang secara jelas semakin menguat setelah perjanjian Camp
David, disusul dengan agresi Israel terhadap Lebanon Selatan, kemudian
blokade Beirut tahun 1982 yang merupakan penghinaan terbesar bagi Umat
Islam sejak perang 1967 - meskipun dengan adanya keteguhan legendaris
yang ditunjukkkan oleh perlawanan Palestina - di mana sebuah ibu kota
Arab terkepung selama tiga bulan tanpa ada reaksi riil apapun dari
negara-negara Arab dan dunia Islam. Sehingga berbuntut dari hal
tersebut lemahnya PLO dan keluarnya dari Lebanon. Hal yang memperkuat
kecenderungan untuk menyerukan normalisasi hubungan dengan Israel
dalam tubuh PLO. Proposal normalisasi tersebut mencakup sikap mengalah
dalam prinsip-prinsip dasar dalam perjuangan malawan proyek Zionisme,
yaitu:
1. Pengakuan terhadap eksistensi Israel dan legitimasinya di atas bumi
Palestina.
2. Melepaskan sebagian dan bahkan sebagian besar dari Palestina untuk
Israel.
Dalam situasi seperti ini di mana tuntutan normalisasi mendapat
dukungan dari para pimpinan PLO, strategi perlawanan bersenjata
mengalami kemunduran. Sebagai mana perhatian dunia Arab dan
Internasional juga menurun. Bahkan sebagian besar negara Arab ketika
itu gencar menanamkan paham regionalisasi dengan semangat fanatisme
golongan - sengaja ataupun tidak. Khususnya setelah Liga Arab
menetapkan dalam KTT Rabath tahun 1973 bahwa PLO adalah perwakilan
resmi dan satu-satunya bagi rakyat Palestina. Setelah meletusnya
perang Irak - Iran masalah Palestina menjadi masalah marginal, baik di
tingkat regional maupun internasional. Berbarengan dengan hal itu
posisi Israel semakin solid dengan dorongan dan bantuan dari Amerika
Serikat, yang menandatangani Perjanjian Kerja Sama Strategis dengan
Israel, tahun 1981. Tahun di mana diproklamirkannya penggabungan
Dataran Tinggi Golan dengan Israel, dan dihancurkannya reaktor nuklir
Irak.
Sementara negara-negara Arab menggantungkan harapannya pada birokrasi
Amerika yang silih berganti, ekstrimisme Zionis mencapai tujuannya
melalui hegemoni partai-partai kanan terhadap kebijakan politik Israel
dan politik kekerasan yang dipakai Israel sejak beberapa dekade yang
tidak mereka perselisihkan. Oleh karena itu, dilaksanakanlah - dengan
penuh arogansi - operasi Hamam as-Syath di mana kantor PLO di Tunis
dibombardir pada bulan Oktober 1985. Semua yang dilakukan oleh Israel
tersebut mendapat dorongan dan dukungan penuh dari pemerintah Amerika,
yang mana negara-negara Arab menggantungkan harapannya kepada mereka
untuk merealisasikan ambisi-ambisi masing-masing.
Di tingkat internasional, Amerika Serikat telah melangkah jauh
meninggalkan Uni Soviet dalam menancapkan keinginan dan pengaruhnya,
tidak hanya terhadap Timur Tengah bahkan terhadap seluruh dunia. Di
mana problem-problem dalam negeri Soviet yang semakin parah hari demi
hari, memaksa untuk lebih memperhatikan kondisi internal. Konsentrasi
yang tinggi terhadap masalah-masalah tersebut menimbulkan kemunduran
prioritas Uni Soviet dan mundurnya Soviet secara gradual dari
konflik-konflik regional. Sehingga akhirnya mereka tanggalkan medan
untuk Amerika. Peranan Uni Soviet terhenti secara tidak diduga oleh
pemerintah negara-negara Arab dan mayoritas gerakan-gerakan perlawanan
Palestina, dan banyak menimbulkan kerugian terhadap posisi politis
mereka dalam perjuangan.
2. Poros Kebangkitan Islam
Bumi Palestina menyaksikan perkembangan yang jelas dan nyata dalam
tumbuh dan tersebarnya Kebangkitan Islam, seperti di wilayah Arab
lainnya. Hal yang membuat Gerakan Islam tumbuh dan berkembang baik
dalam pemikiran maupun organisasi, di Palestina dan di berbagai
perkumpulan masyarakat Palestina di tempat lain. Arus keislaman di
Palestina menyadari bahwa mereka menghadapi sebuah tantangan besar
yang akarnya kembali pada dua hal: Pertama, merosotnya masalah
Palestina dalam daftar prioritas negara-negara Arab. Kedua, mundurnya
proyek revolusi Palestina dalam menghadapi proyek Zionisme dan seluruh
”komoditinya", yang kemudian menjadi terkotak pada masalah
koeksistensi dan membatasi pembicaraan hanya pada syarat-syarat
koeksistensi tersebut.
Di tengah dua kemunduran tersebut, dan bertumpuknya akibat-akibat
buruk dari kebijakan-kebijakan tangan besi Penjajah Zionis yang zholim
terhadap rakyat Palestina, ditambah dengan matangnya ide perlawanan
dalam rakyat Palestina, baik di dalam maupun di luar Palestina, timbul
keharusan bagi munculnya proyek Jihad Palestina yang Islami. Cikal
bakalnya muncul dalam bentuk Usroh al-Jihad (keluarga Jihad) tahun
1981, dan Kelompok Syaikh Ahmad Yasin tahun 1983, serta gerakan
lainnya.
Di akhir tahun 1987, kondisi sudah cukup matang untuk munculnya sebuah
proyek baru menghadapi proyek Zionisme dan perpanjangannya. Program
yang berdiri di atas dasar-dasar yang baru sesuai dengan perkembangan
di dalam dan luar Palestina. Maka muncullah Gerakan Perlawanan Islam (Harakah
al-Muqowamah al-Islamiyyah - Hamas) sebagai ekspresi nyata dari
interaksi dengan faktor-faktor tersebut.
Hamas datang sebagai reaksi natural terhadap berbagai kondisi yang
dialami oleh rakyat Palestina serta masalah keadilannya sejak
imperialis Israel menjajah Palestina secara total pada tahun 1967.
Kesadaran umum yang ada pada rakyat Palestina serta kesadaran yang
lebih khusus dari arus keislaman turut berperan dalam
mengkristalisasikan proyek Gerakan Perlawanan Islam yang cikal
bakalnya terbentuk di dekade 80-an. Yang mana telah terbentuk
sayap-sayap perlawanan, juga tersiapnya basis sosial untuk arus
keislaman dengan kesiapan nyata dalam pawai massal konfrontatif
terhadap rezim imperialis Israel di Universitas an-Najah dan
Universitas Bir Zait di Tepi Barat, serta di Universitas Islam di
Jalur Gaza dalam rangka mematangkan suasana kondusif untuk menarik
masa dalam melawan Penjajah Israel. Terlebih lagi bahwa
kebijakan-kebijakan rezim Israel yang zholim, aksi-aksi mereka yang
keras dan cara-cara mereka yang kasar, telah memupuk dalam jiwa rakyat
luas dorongan untuk melawan dan bertindak berani melawan penjajahan
Israel.
Kedua, Perkembangan
Peristiwa penabrakan yang dilakukan oleh sopir truk Yahudi, yang
terjadi pada tanggal 6 Desember 1987 terhadap mobil kecil yang
ditumpangi pekerja Palestina serta menyebabkan meninggalnya empat
rakyat Palestina dari Kamp Pengungsi Jabalia, adalah awal pengumuman
tahapan baru bagi jihad rakyat Palestina. Reaksi yang muncul adalah
adanya mobilisasi umum. Maka keluarlah pernyataan yang pertama dari
Hamas pada tanggal 15 Desember 1987, sebagai pemberitahuan akan
dimulainya tahapan baru jihad rakyat Palestina melawan penjajahan
Zionisme Israel yang aniaya. Inilah fase di mana arus keislaman
menjadi ujung tombak dalam perlawanan.
Kemunculan Hamas menimbulkan kegelisahan Israel. Aparat Intelijen
Zionis Israel mengerahkan segala kekuatannya untuk mengawasi Hamas dan
pimpinannya. Begitu rezim Imperialis Israel melihat sambutan masa
dalam aksi-kasi mogok, dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan
Hamas sejak awal bertolak dan keluarnya Dokumen Gerakan, maka mulailah
penangakapan bertubi-tubi dilancarkan terhadap kader-kader Gerakan dan
para pendukungnya sejak saat itu.
Aksi penangkapan terbesar yang dialami para aktivis dan pendukung
Hamas terjadi pada bulan Mei 1989. Aksi penangkapan tersebut sampai
menimpa pemimpin dan pendiri Hamas sendiri, Syaikh Mujahid Ahmad Yasin.
Bersamaan dengan meningkatnya metode perlawanan Hamas yang juga
menjadikan keluarga tentara Zionis sebagai target, pada musim dingin
tahun 1989 dan pada saat dimulainya perang pisau melawan tentara
Israel tahun 1990, terjadi gelombang penangkapan besar-besaran
terhadap Hamas, terjadi pada bulan Desember 1990. Buntutnya, rezim
Imperialis Israel mendeportasikan empat tokoh dan pemimpin Hamas. Di
samping itu, sekedar berafiliasi dengan Hamas saja sudah dianggap
sebagai sebuah tindak kriminal yang pelakunya berhak mendapat hukuman
berat dari pihak rezim Imperialis Israel.
Hamas memasuki era baru dalam melancarkan serangan sejak diumumkan
berdirinya sayap militer Brigade Izzuddin al Qassam pada akhir tahun
1990. Kegiatan divisi baru ini terus memperlihatkan grafik yang
menanjak melawan serdadu-serdadu penjajah Israel dan warga Yahudi.
Pada bulan Desember 1992, pasukan Hamas melakukan operasi penculikan
Nasim Tolidano. Karenanya, rezim Imperialis Israel kembali melakukan
aksi penangkapan secara brutal terhadap pendukung dan kader Hamas.
Perdana Menteri Israel Yitzac Rabin hingga mengeluarkan keputusan
deportasi terhadap 415 tokoh masyarakat sebagai pendahuluan untuk
dideportasi secara massal, sebagai hukuman bagi Hamas. Para deportan
Hamas dan Jihad Islamy menunjukkan gambaran yang indah sebagai pejuang
yang teguh terhadap tanah airnya, betapapun harga yang harus dibayar.
Sampai akhirnya Rabin terpaksa menyetujui kepulangan mereka setelah
melewati masa satu tahun masa deportasi yang mereka lalui di sebuah
padang terbuka di perkemahan sementara di Murjuz Zuhur, selatan
Lebanon.
Aksi pengusiran terhadap tokoh dan pendukung Hamas tidak menghentikan
aksi serangan Gerakan ini, tidak juga sayap militernya. Pada tahun
1993 tercatat semakin meningkatnya indeks perlawanan massal rakyat
Palestina melawan serdadu-serdadu militer Imperialis Israel, hal itu
berbarengan dengan meningkatnya serangan secara militer terhadap
serdadu-serdadu Israel dan warga Yahudi. Berikut peningkatan gelombang
perlawanan rakyat Palestina, Israel membuat isolasi ketat terhadap
Jalur Gaza dan Tepi Barat. Sebagai upaya membatasi meningkatnya aksi
perlawanan.
Pada Febuari 1994, seorang penduduk Yahudi bernama Baroch Goldstein
melakukan aksi kejahatan yang amat biadab terhadap orang-orang
Palestina yang sedang melakukan sholat di Mesjid al-Ibrohimi di kota
Hebron. Aksi tersebut mengakibatkan 30 orang Palestina gugur dan 100
orang lainnya terluka oleh terjangan peluru teroris Yahudi tersebut.
Volume kejahatan dan kebiadaban yang terus meningkat berserta
implikasi-implikasinya, mendorong Hamas untuk mengumumkan perang total
melawan penjajah Zionis Israel, serta memperluas lingkup operasinya
mencakup semua orang Israel yang tinggal di tanah Palestina demi
memaksa Imperialis Israel menghentikan kebrutalannya terhadap rakyat
sipil Palestina yang tidak bersenjata.
Sekarang ini, Hamas berdiri sebagai kekuatan pertama dalam menghadapi
proyek Zionisme Israel. Hamas - meski menghadapi aksi permusuhan yang
luas - masih menjadi kekuatan yang mampu menjaga kelanjutan issu
Palestina, serta memberikan kepada rakyat Palestina, seluruh bangsa
Arab, dunia Islam dan seluruh pencinta kemerdekaan di dunia rasa
percaya akan kemungkinan menghadapi proyek Zionisme Israel. Pada
dekade 90-an adalah masa keemasan Hamas, yang mampu memberikan harapan
kekalahan dan kehancuran Israel.
Pertarungan Melawan Zionisme Dalam
Pandangan Hamas
Hamas berkeyakinan bahwa pertarungan dengan Zionisme adalah
pertarungan menyangkut perang eksistensi (shira’ wajud), yakni
pertarungan peradaban yang menentukan. Yang yang tidak mungkin
diselesaikan kecuali dengan menghilangkan sebab-sebabnya. Yaitu
pendudukan Imperialis Israel di tanah suci Palestina, perampasan tanah,
pengusiran dan pendeportasian penghuninya.
Hamas melihat dalam negara Israel ada proyek holistik yang bermusuhan,
tidak sekedar sebuah entitas yang memiliki ambisi untuk menguasai
wilayah. Suatu proyek yang merupakan pelengkap bagi ambisi
imperialisme modern, bertujuan menguasai potensi Umat Islam dan
kekayaannya, menghalangi seluruh organisasi perjuangan dan kebangkitan
dalam barisan Umat dengan cara menyokong pemecah belahan wilayah,
serta mencabut Umat dari akar peradabannya dan menancapkan hegemoni
politik, ekonomi, militer dan bahkan pemikiran dalam entitas umat
Islam.
Keberadaan Negara Israel telah menjadi sarana yang efektif (bagi
Zionis Yahudi) untuk memecah kesatuan geografis antara negara-negara
Arab yang memiliki pengaruh. Dan juga merupakan alat untuk menguras
potensi dan tenaga Umat. Sebagaimana dia juga menjadi ujung tombak
untuk memukul seluruh proyek kebangkitan Umat.
Jikalau Palestina adalah medan pertarungan utama menghadapi proyek
tersebut, yang dianggap sebagai titik tolak dan tempat kediamannya,
maka sesungguhnya bahaya dan tantangannya meluas sampai meliputi
seluruh negara-negara Islam. Hamas berkeyakinan, bahwa bahaya Zionisme
sejak awal berdirinya adalah ancaman bagi seluruh negara-negara Arab
dan target strategisnya adalah negara-negara Islam. Meski pada dekade
90-an tercatar ada perubahan-perubahan besar yang menyingkap bahaya
ini, yang tidak berhenti pada batas tertentu.
Hamas memandang bahwa cara terbaik mengolah pertarungan dengan Zionis
Israel adalah dengan mengerahkan seluruh potensi rakyat Palestina,
untuk memikul panji jihad dan perjuangan melawan ekistensi Zionisme di
tanah suci Palestina. hal ini dapat dilakukan dengan mendayagunakan
seluruh cara yang memungkinkan, yang membuat api pertarungan terus
menyala, sampai waktu lengkapnya peperangan ini dengan bangkitnya
bangsa Arab dan Umat Islam, sempurnanya unsur-unsur kekuatan,
tergalangnya potensi dan kemampuan serta bersatunya keinginan dan
keputusan politik Umat Islam. Sampai hal tersebut terealisir dan
dengan keyakinan akan kesucian dan kedudukan bumi Palestina dalam
Islam.
Dengan kesadaran yang utuh pada dimensi serta bahaya proyek Zionisme
Israel, maka Hamas berkeyakinan bahwa tidak boleh sama sekali
bertindak gegabah dalam merespon tindakan yang ada di bumi Palestina
atau mengakui eksistensi penjajahan Zionis Israel. Dan yang wajib
dilakukan oleh rakyat Palestina dan seluruh negara Arab dan Umat Islam
dunia, adalah mempersiapkan diri untuk memerangi Zionisme sampai
mereka keluar dari bumi Palestina, sebagaimana dahulu mereka datang ke
sana.
Sikap Hamas Terhadap Penyelesaian
Politik
Gerakan Hamas telah menegaskan berkali-kali bahwa Hamas tidak anti
perdamaian. Bahkan Hamas menyetujui perdamaian, mengajak kepada
perdamaian, dan berusaha merealisasikan perdamaian. Hamas sepakat
dengan seluruh negara-negara di dunia tentang perlunya perdamaian
mendominasi seluruh penjuru dunia. Tetapi Hamas hanya menyetujui
perdamaian yang adil yang mengembalikan seluruh hak-hak bangsa
Palestina, sehingga mereka bisa menggunakan hak mereka dalam
kemerdekaan, kembali ke tanah air mereka, dan menentukan nasib mereka.
Hamas memandang bahwa kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai
hingga saat ini, tidak memenuhi tuntutan-tuntutan rakyat Palestina,
juga tidak memenuhi batas minimal keinginan mereka. Itu semua
merupakan kesepakatan yang tidak adil, dan menimpakan kedzaliman dan
kerugian pada rakyat kami, menguntungkan pihak yang aniaya, dan
mengakui legitimasi mereka atas sesuatu yang mereka rampas dari orang
lain. Dan itu adalah usaha pendiktean dan pemaksaan syarat-syarat dari
pihak pemenang dan penuntutan kepada yang dianiaya untuk melepaskan
haknya. Perdamaian yang dzalim dengan kriteria yang juga dzalim, yang
tidak ditakdirkan untuk berhasil atau hidup panjang.
Begitu juga, bahwa prinsip normalisasi politik, dari manapun sumbernya
dan apapun isinya, sesungguhnya menyimpan makna menerima hak
eksistensi penjajah Israel pada sebagian besar tanah Palestina. Dan
sebagai konsekuensinya, terhalangnya jutaan putra-putra bangsa
Palestina dari hak kembali, menentukan nasib, dan membangun negara
merdeka di seluruh bumi Palestina. Hal yang tidak saja bertentangan
dengan norma-norma, deklarasi, dan konsensus kemanusiaan internasional,
bahkan juga masuk dalam wilayah terlarang dalam Fiqh Islam dan tidak
boleh menerimanya. Tanah Palestina adalah tanah waqaf Islami, yang
penuh berkah, yang dirampas oleh Zionis Israel dengan kekerasan. Maka
sudah menjadi kewajiban bagi Umat Islam untuk merebutnya kembali dan
mengusir panjajah dari wilayah Palestina.
Berdasarkan itu semua, Hamas menolak proposal-proposal penyelesaian
politik (proses perdamaian) yang tidak adil sebagai sebuah solusi bagi
masalah Palestina. Hamas juga menolak usaha Jalur Madrid - Washington.
Hamas berpandangan bahwa proyek normalisasi yang paling berbahaya
adalah proyek kesepakatan ”Gaza - Jericho First", yang ditandatangani
di Washington pada tanggal 13 September 1993 antara Israel dengan
pimpinan PLO, beserta Dokumen Kesepahaman (MoU) serta
perjanjian-perjanjian berikutnya yang menyertakan nama Kairo, Taba,
dan lain-lain. Bahaya dari perjanjian-perjanjian tersebut tidak hanya
terletak pada pengakuan eksistensi penjajah Israel di atas seluruh
penjuru Palestina, normalisasi hubungan Arab - Israel, dan terbebasnya
hegemoni Israel atas wilayah Timur Tengah, tetapi juga pada kerelaaan
dan persetujuan pihak Palestina, meskipun tidak mewakili rakyat
Palestina secara sebenarnya. Karena hal itu adalah sebuah usaha
mempeti-eskan masalah Palestina dan menghalangi rakyat Palestina untuk
menuntut hak-hak mereka yang sah, atau menggunakan cara-cara yang sah
untuk meraih hak-hak tersebut. Lebih dari itu, perjanjian-perjanjian
tersebut adalah penetapan terhalangnya rakyat Palestina untuk hidup di
atas bumi dan tanah airnya sendiri. Kemudian implikasi dan akibat yang
ditimbulkan barang kali tidak terbatas hanya pada bangsa Palestina
saja, tapi bisa berkembang kepada seluruh Bangsa Arab dan Umat Islam.
Melihat bahaya proyek penyelesaian politik yang diajukan saat ini,
Hamas mengambil sikap yang tersimpul dalam point-point berikut:
1. Penyadaran rakyat Palestina akan hakikat penyelesaian dan
perjanjian-perjanjian yang dihasilkan dari proses politik tersebut
serta bahayanya terhadap masalah Palestina.
2. Bekerja menkonsolidasi kekuatan-kekuatan Palestina yang menentang
perjalanan proses politik dan seluruh perjanjian yang dihasilkan
darinya, serta mengumumkan sikap tersebut di Palestina, dunia Arab dan
Internasional.
3. Menuntut pimpinan pelaksana di PLO agar mundur dari perundingan
dengan Israel, mengundurkan diri dari Perjanjian Gaza - Jericho yang
mengancam eksistensi bangsa kami di Palestina dan di luar Palestina.
4. Menghubungi negara-negara Arab dan Islam yang terkait, dan menuntut
mereka agar menarik diri dari perundingan dan tidak menuruti
konspirasi normalisasi hubungan dengan Israel, dan berdiri bersama
kami, rakyat Palestina, dalam menghadapi musuh dan proyek Zionisme
Israel
|