"Sayang anak, sayang anak....!" Ungkapan itu
sering diteriakkan para pedagang asongan mainan anak-anak di perempatan
lampu-lampu merah, emperan jalan, atau di kendaraan-kendaraan umum. Tak
jarang, banyak para ibu kepincut dengan tawaran tersebut.
Syukur jika yang ditawarkan adalah makanan bergizi, atau mainan yang
bermanfaat. Tapi repotnya, bila yang ditawarkan adalah boneka-boneka
replika atau gambar dari tokoh-tokoh fiktif yang diciptakan orang-orang
'sono'. Misalnya tokoh superman, batman, rambo, power-ranger, sinchan,
teletubbies, atau bahkan tokoh "Si Manis Jembatan Ancol" yang
seksi itu.
Dengan dalih sayang anak, tak jarang kita menyambut setiap tawaran
"sayang anak" itu dengan antusias. Maka rumah kitapun penuh
dengan boneka-boneka idola anak-anak. Ada robot power-ranger, batman,
superman, rambo, sinchan, teletubbies, dan sebagainya. Tanpa sadar, kita
telah mencekoki alam pikiran anak-anak kita dengan tokoh-tokoh idola
yang sebetulnya penuh kepalsuan. Bahkan secara tidak langsung
tokoh-tokoh itu mengajarkan syirik pada anak.
Betapa tidak? Ketika anak kita kian mengagumi rambo atau power-ranger
yang tidak pernah kalah, bukankah ini menanamkan keyakinan pada anak,
bahwa rambo itu kuat dan besar? Selain rambo lemah, dan kecil?
Lebih miris lagi, betapa antusiasnya ibu-ibu mendandani anaknya
mengikuti tokoh yang seharusnya tidak pantas dijadikan idola. Pernah
tetangga saya membelikan pakaian ala "rok mini si Manis Jembatan
Ancol" untuk anak perempuannya yang masih TK. Rok mini ketat yang
diinspirasikan dari pakaian "si Manis", dulu pernah membanjiri
pasar bersamaan serial film syirik itu ditayangkan di televisi selama
beberapa bulan. Di luar dugaan, sambutan ibu-ibu sangat luar biasa
terhadap model pakaian seksi itu, termasuk tetangga saya. Dalihnya, apa
lagi kalau bukan "sayang anak"?
Kita tentu tak meragukan kasih sayang ibu terhadap anak. Namun sayang
dalam implementasinya, tak sedikit ibu-ibu yang keliru memahami makna
"sayang anak". Dengan dalih sayang anak, sadar atau tidak tak
jarang para orangtua memberikan apa saja pada anak. Pertimbangannya cuma
satu: demi menyenangkan anak, tanpa memikirkan efek dari treatment
kita terhadap anak.
Anak itu fitrah, sebagaimana hadist Nabi SAW mengatakan: "Setiap
bayi yang lahir dalam keadaan fitrah (suci). Maka (lantaran perlakuan)
orangtuanyalah menyebabkan anak bisa berubah menjadi Yahudi, atau Majusi,
atau Nasrani." (Mutafaq alaih).
Laksana lembaran putih, begitulah jiwa dan alam pikiran anak-anak. Para
orangtua bisa sebebas-bebasnya memberi corak/warna pada lembar putih
yang masih kosong itu. Jika orangtua memberi 'warna merah', maka besar
kemungkinan garis pemikiran dan ideologi si anak kelak akan beraliran 'merah'.
Sebaliknya jika lembar itu dicorak 'warna hijau', besar kemungkinan si
anak akan berfaham 'hijau'.
Begitupun idola-idola yang akan menjadi pujaan seseorang di kemudian
hari, tergantung siapa tokoh yang biasa diajarkan pada orang tersebut di
masa kecilnya. Memori anak yang bersih dan tajam, akan menyimpan dengan
kuat apa saja yang masuk ke dalam jiwa dan alam pikirannya.
Implementasi "sayang anak" yang diajarkan Islam begitu jelas.
Sejak proses "produksi" misalnya. Para orang tua diperintahkan
Nabi SAW untuk berdoa, agar pelaksanaan "ibadah istimewa"
pasangan suami-istri (pasutri) tersebut tidak diintervensi oleh syetan.
Doa yang diajarkan Nabi cukup masyhur, yang artinya: "Ya Allah
jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaithan dari apa yang
Engkau rezekikan kepada kami."
Setelah anak lahir pun orangtua diperintahkan untuk mengaqiqah-kan
anaknya. Di samping diberi nama-nama yang mengandung makna Tauhid. Nabi
SAW bersabda, "Baguskanlah namamu, karena dengan nama itu kamu
akan dipanggil pada hari kiamat nanti." (HR Abu Dawud dan Ibnu
Hibban)
Islam juga memerintahkan doa bagi setiap bayi yang lahir. Doa untuk si
bayi itu artinya; "Aku perlindungkan engkau dengan Kalimat Allah
Yang Maha Sempurna dari semua syetan dan kejahatannya serta dari
pandangan yang jahat."
Tak berhenti sampai di situ, para orang tua juga diperintahkan untuk
memperhatikan lingkungan, dan pendidikan si anak. Hal itu dimaksudkan
agar fitrah anak senantiasa terprotreksi dari polusi budaya,
adat-istiadat, dan kebiasan lokal masyarakat setempat. Memberikan
hiburan, permainan, dan memilihkan teman-teman yang baik, termasuk
bagian dari proses pemeliharaan dan pendidikan yang diperintahkan Islam.
Contoh pendidikan anak yang baik, tersurat di dalam Al Qur'an, ketika
Luqman mengajarkan anaknya. "Wahai anakku, janganlah sekali-kali
engkau menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang
amat besar. (QS 31 : 13).
Di bagian lain, Allah 'Azza wa Jalla berfirman; "(Luqman berkata):
"Hai anakku sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji
sawi, dan berada di dalam batu, atau di langit, atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah
Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku dirikanlah sholat dan
suruhlah (manusia) untuk mengerjakan yang baik, serta cegahlah (mereka)
dari perbuatan yang mungkar. Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah). (QS 31 : 16-17)
Sayangilah anak. Ajarkan anak-anak pertama kali, agar mereka mengenal
Penciptanya dengan baik. Agar kelak mereka bukan hanya menjadi orang
yang pandai berhitung angka-angka duniawi, tapi juga pandai
menghitung-hitung nikmat Allah yang tiada terhingga ini. Wallahu a'lamu
bish showwaab. (sultoni)
[ Back ] [ Home ] [ Up ] [ Next ]
|