Jalur
Keterpisahan (Separation-without
Unconditional Love ) |
Jalur
Penyatuan (Unity-Unconditional
Love) |
Terobsesi oleh superioritas, kecerdasan, keadilan /
kebenaran mutlak, kekuasaan / power (dominan refleksi sisi
Ar-RahimNya, hampir tanpa sisi Ar-RahmanNya – tanpa maaf) |
Memancarkan kedamaian / kecintaan tanpa pamrih kepada
semua (refleksi sisi Ar-RahmanNya lebih dominan, “RahmatKu meliputi segala
sesuatu”) |
Senang dengan hirarki, strata, elitis, eksklusiv (merasa
diri / kelompoknya sbg anak emas Tuhan satu-satunya bahkan sbg tuhan itu
sendiri) |
Menyukai kesetaraan, egaliter, inklusiv (Semua itu Satu
adanya, tiada keberadaan selain Dia) |
Senang dengan superioritas, penuh semangat / gairah, suka
dgn tantangan sbg sarana perkembangan (fear based) |
Cenderung kepada kedamaian / kecintaan tanpa pamrih, bisa
berkembang tanpa tantangan (love based) |
Penuntut, selalu mengedepankan hak & kewajiban, selalu
menganggap pilhannya adalah yg terbaik, secara sadar tidak sadar memaksa
kehendak |
Sukarela, selalu memberikan pilihan, membuka opsi-opsi
dari luar (walaupun tdk dlm keadaan terdesak), tidak memaksa - baik secara
halus apalagi kasar |
Cenderung selalu memilah-milah mana yang “hitam” dan “putih”
(menghakimi) tapi dgn wawasan yg terbatas (sempit). Sangat yakin akan “warna” yang dilihatnya (merasa mempunyai
kebenaran mutlak) |
Cenderung berusaha melihat segala sesuatu ada hikmah
positifnya dan memandang dgn wawasan yg luas. Berkeyakinan segala sesuatu yang ada di alam keterbatasan ini
tidak mutlak sifatnya, sangat tergantung situasi & kondisi / ruang &
waktu. |
Cinta kepada yang “putih”, benci terhadap yang “hitam” |
Berusaha mencintai semua tanpa pamrih |
Melihat hanya diri/kelompok nya yang “putih”, selebihnya
“hitam” atau paling tidak “abu-abu” |
Melihat semua sebagai Satu adanya, “Tiada yang cacat dlm
ciptaan-ciptaanNya” |
Menyukai persaingan |
Lebih mengedepankan kerjasama |
Biasa menghadapi “menang” & “kalah” (sportif),
superioritasnya optimal berkembang dlm suasana penuh tantangan, penuh
dualitas. |
Biasa dalam kedamaian, kemajuan rohaninya optimal
berkembang dlm suasana kedamaian, penuh kecintaan-kesatuan (bagi yg biasa
dijalur keterpisahan keadaan ini membosankan) |
Terobsesi menghilangkan sisi “hitam” baik dalam diri
maupun pihak lain, semangat mengeliminasi pihak lain yg dianggap “hitam”. |
Berupaya menerima semua sebagai apa adanya, berdamai
dengan semua. |
Biasa membohongi diri krn tdk selalu dlm posisi “menang”
terus, padahal selalu harus yakin kebenaran selalu berada di pihaknya. |
Lebih mudah jujur karena kondisi “menang” & “kalah”
tdk banyak relevansinya lagi bagi kemajuan rohaninya. |
Jurus utamanya pengendalian (control / manipulation of
self & others). |
Jurus utamanya kepasrahan (acceptance / understanding
of self & others). |
Inspirasi dari Alam: Energi dari proses fisi, terbelahnya
atom Uranium (berat-keberadaan).
Semangat & gairah hidup didapat krn perasaan keterpisahannya
(merasa lebih superior) dari yang lain. |
Inspirasi dari Alam: Energi dari proses fusi, menyatunya
atom Hidrogen (ringan-ketiadaan).
Pancaran “energi” kedamaiannya berasal dari perasaan kesatuan
(kecintaan tanpa pamrih) thd semua, krn keyakinannya Semua sesungguhnya Satu
adanya. |
Jalur Keterpisahan terdiri dari banyak sekali
faksi-faksi. Secara umum ada yang lebih
cenderung mengikuti Jalur Jin, dimana agenda-agenda mereka sangat
tersembunyi. Bahkan dari luar, perilaku
mereka lebih kelihatan mengikuti Jalur Penyatuan. Sebaliknya mereka yang mengikuti Jalur Iblis/Syaitan ciri-ciri
mereka sangat kentara, karena sering lepas kendali dan terlihat jelas dari
ambisi-ambisi mereka serta kebrutalan-kekerasan mereka dlm menegakkan
“keadilan” menurut versi mereka (padahal kemampuan berbuat keadilan yg
sesungguhnya masih jauh dari jangkauan, lihat tulisan saya sebelumnya: http://www.geocities.com/jachmad/2006-03-05-SemangatAtauKedamaian.htm
)
Mereka yang menyebutkan diri di jalur penyatuan tapi banyak
melontarkan kebencian terhadap pihak-pihak yang mengikuti jalur keterpisahan
(atau pihak yg belum menentukan jalur atau pihak yg tdk sepaham dgn mereka),
sebenarnya berada dalam jalur keterpisahan ini sendiri. Secara umum unsur kebencian (walau
tersembunyi) adalah salah satu ciri khas jalur keterpisahan.
Kedewasaan spiritual sangat berhubungan dengan
konsistensi. Kalau di alam ini biasa
dengan “kekerasan” tentunya di alam berikutnya juga akan mengalami hal yang
sama bahkan lebih. Mereka yg biasa
dengan “kekerasan” di alam ini lalu mengharapkan kedamaian di alam mendatang
sangat kontradiktif, tidak konsisten.
Mereka yg biasa dgn kedamaian tentunya akan mendapat alam yang lebih
mendamaikan.
Masing-masing faksi yang berada di jalur keterpisahan
mempunyai persepsi mendapatkan “surga” (diberkahi tuhan) dan menganggap yg
berseberangan dgn mereka berada dlm “neraka” (dikutuk tuhan). Sebaliknya dalam pandangan mereka yg berada
di jalur penyatuan semua mendapat “surga” menurut persepsinya masing-masing,
Tuhan tidak pernah mempunyai keinginan menyiksa mahluk-mahlukNya (“Aku ini
menurut sangkaan hamba-hambaKu, maka berprasangka baiklah terhadapKu”). Selaras dgn pernyataan “Segala puji-pujian
bagi Tuhan seru sekalian alam, tiada
yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya”.
Apapun jalur yang di pilih seseorang tidak akan keluar dari
tujuan Alam-alam Keterbatasan ini diciptakan, yakni untuk memaknai arti
kebalikan dari Ketakberhinggaan. Semua
berasal dari yang Satu dan cepat atau lambat kita semua akan kembali lagi
kepada yang Satu dalam Ketakberhinggaan.
May we always be in peace,
Jusuf Achmad.
Website: http://www.geocities.com/jachmad
PS: Sepertinya ketika saya menulis mau tidak mau sedikit
banyak saya “terseret” juga kearah jalur keterpisahan. Di alam penyatuan dlm kedamaian sebenarnya
tdk perlu memberi komentar apa-apa (krn melalui tulisan sadar tdk sadar
“memaksa secara halus” dgn argumen-argumen), selain memandang semua dgn penuh
kecintaan serta memancarkan “energi” kedamaian kpd semua.
15-Mar-2006
Rev. 01