-----
Original Message -----
From: Jusuf
Achmad Sent: Wednesday, October 20, 2004 8:52 AM Subject: Re: Tuhan kita seperti apa Dengan Nama
Allah Maha Pemurah Maha Penyayang - Greetings with Love and Light from the One
Infinite Creator Keinginan
manusia mengetahui / memandang / mengagumi "Wajah Tuhan" sebenarnya
telah ada sejak manusia diciptakan, setidaknya sejak zaman Nabi Adam ketika
manusia sudah mulai mempunyai kesadaran akan dirinya dan lingkungan
sekitarnya. Tidak heran kalau muncul pertanyaan dan pernyataan
berikut: assalamua'alaikum saya pernah
ngobrol sama org bali "tuhan
itu maha baik juga tuhan itu maha jahat " saya pernah
ngobrol sama orang cina "tuhan
itu maha baik juga tuhan itu maha jahat" ketika dua
orang duduk bersama di tempat ibadah yang sama dan sama-sama berdo'a ,
yang satu karena dia dagang es campur memohon kepada tuhan supaya tidak turun
hujan - yang
satunya lagi karena dia seorang pedagang bajigur/bandrek memohon hari
mendung(hujan) .........................dengan harapan keduanya dagangannya
laku. (dua buah
do'a yang saling bertentangan dan bagi do'a yang dikabulkan maka dia berujar
tuhan maha baik sedangkan yang tidak "si orang bali/cina itu berkata tuhan
itu maha
jahat" ------------------------------------------------------------------ haruskah
tuhan itu seperti demikian tolong dong
rekan-rekan mau menjelaskannya wassalam Ada satu lagi neh
mengenai 'Tuhannya' manusia, sewaktu lari pagi di kemudian si cina itu berguman lagi : Assalamu'alaikum wr. wb. Tuhan menciptakan siang dan menciptakan malam; Untuk orang dunia umumnya adalah siang untuk bekerja, dan malam
untuk istirahat, tidur; karena di luar gelap; dan kalau lampu dinyalakan terus
tagihan PLN tambah naik setiap bulan. Jadi: waktu panas silahkan jualan es campur; kalau waktu dingin, yang
jualan bajigur dapat untung. Tetapi kalau di Jakarta ada banjir di tambah pasang, wah itu mah
semuanya dibuat repot dah. Jangankan bisa mencari duit; paling-paling tunggu
Pak _____ saja lewat dengan mobilnya yang besar dan tinggi, bawa dan
bagikan nasi bungkus dan aqua; kan pernah ada potretnya (yang di Pondok Bahar
itu). Tetapi semua kesalahan itu ada di pihak manusia tentunya; tidak menjaga
environment! Tidak peduli lingkungan; merusak ecosystem dsb yang semuanya
dari hasil kerja atau ulah orang/ manusia itu, yang tidak mentaati aturan Wassalamu'alaikum wr. wb. Ada seorang Sufi
yang sudah tua hidup menyendiri, dalam kesehariannya dia Tuhan itu
seperti sangkaanmu!. Kalau orang mau berdoa dan berharap, tentulah dalam
sangkaan mereka tuhan itu maha kuasa. Kalau tuhan
sangkaan mereka itu maha kuasa, tentulah dia dapat membuat satu hari yang cerah
untuk tukang es campur dan pada saat yang sama terjadi hujan lebat persis diatas
kepala tukang bandrek! wassalam, Dalam suatu
hadis yang cukup dikenal disebutkan (saduran): "Aku ini menurut prasangka
hamba-hambaKu", jadi wajar-wajar saja kalau ciptaan-ciptaanNya meraba-raba
seperti apa "Wajah Tuhan" sebenarnya. Antara teori yang
didapat/didengar dari "ajaran agama" dan kenyataan hidup yang dialami
sendiri dan pengalaman-pengalaman pihak lain terdapat kecocokan dan ketidak cocokan.
Suatu yang sangat wajar. Coba kita
simak pandangan Bapak Kautsar Azhari Noer, Ketua Jurusan Perbandingan Agama,
UIN JAkarta, Pemimpin Redaksi Jurnal Pemikiran Islam Paramadina dalam
tulisannya "Tuhan
Yang Diciptakan dan Tuhan Yang Sebenarnya" ( selengkapnya lihat http://www.geocities.com/jachmad/TuhanYgDiciptakanDanSebenarnya1.html ): ....."Bentuk",
"gambar", atau "wajah" Tuhan seperti itu ditentukan atau Tuhan
menyuruh agar kita bersangka baik tentang Dia dalam setiap keadaan Pandangan
saya sejalan dengan pernyataan di atas, lebih jauh tidak saja seyogyanya kita
mempunyai prasangka baik terhadapNya tapi juga terhadap semua, karena Semua itu
Satu adanya. Kalaupun kita mempunyai prasangka-prasangka buruk
boleh-boleh saja, "Tiada paksaan dalam agama", namun kita seyogyanya
bisa menerima segala konsekuensi atas perbuatan/pikiran kita. Melalui
pengalaman hidup kita, sadar tidak sadar, sengaja tidak sengaja banyak
pemikiran atau prasangka negatif yang terlontar kepada pihak lain.
Ketahuilah apa yang kita sebar akan kembali pada diri kita sendiri.
"Barang siapa yang menabur angin akan menuai badai" demikian pepatah
mengatakan. Repotnya
apa yang kita pikir sebagai sesuatu yang positif ditanggapi sebagai
negatif. Saya pikir ini suatu yang wajar-wajar saja, karena setiap
orang mempunyai latar belakang kehidupan/pengalaman yang berbeda-beda, lalu
berbeda-beda pula kemampuan kecerdasannya (iq/eq/sq) masing-masing. Kakak
beradik saja bisa berbeda-beda persepsinya atas suatu masalah yang
sama. Pemaksaan persepsi justru menimbulkan
pertentangan-pertentangan bahkan sampai pertumpah darah. Oleh karena itu
saya percaya, kepasrahan kepada semua, menerima semua apa adanya sebagai satu
kesatuan yang tak terpisahkan, kedamaian terhadap semua, Islam adalah
satu-satunya agama disisi Allah di seluruh Alam Semesta ini. Secara umum
wajah Tuhan digambarkan (secara "teoritis" dalam Islam) sebagai yang
Ar-Rahman dan Ar-Rahim, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Ar-Rahman
sebagai yang senantiasa memberikan dengan penuh kecintaan tanpa pamrih
(Unconditional Love), sedangkan Ar-Rahim senantiasa mengganjar / menghukum
dengan adil-bijaksana (Light/Wisdom). Sifat-sifat / nama-nama Tuhan lainnya
adalah turunan dari kedua sifat utama ini. Lebih jauh bahkan sisi
Ar-Rahim pun sebenarnya turunan dari sisi Ar-Rahman Nya sebagaimana ungkapan
"RahmatKu melingkupi segala sesuatu". Dalam
keseharian (tataran praktis bukan tataran "teoritis") bayangan
"Wajah Tuhan" sesuai dengan prasangka kita masing-masing.
Umumnya manusia belum mencapai kedewasaan spiritual, wajar saja lalu mempunyai
bayangan "Wajah Tuhan" menurut tingkat pemahamannya
sendiri-sendiri. Dalam kedewasan jalur Manusia "Wajah Tuhan"
yang Ar-Rahman dan Ar-Rahim kelihatan berimbang dengan sisi Ar-Rahman yang
lebih dominan. Lebih jauh bayangan ini direfleksikan dalam
keseharian sosok yang telah "dewasa" tersebut. Dengan kata lain
ia dapat merefleksikan kedua sisi Feminin (Ar-Rahman) dan Maskulin (Ar-Rahim)
Tuhan dengan sisi Feminin yang lebih dominan (Rasullah saw siap bertempur
untuk mempertahankan diri, namun memaafkan musuh-musuh yang ingin
menghabisinya disaat kemenangan tiba, mirip sekali dengan peri kehidupan
Nabi Yusuf as, bukan "mata dibalas mata"). Di akhir zaman ini
karena boleh dikatakan tidak perlu lagi mempertahankan eksitensi Islam (dengan
berperang) dalam arti luas, maka sisi Feminin Tuhan telah/akan kelihatan lebih
jelas. Sedangkan
di jalur Jin sepertinya sama dengan jalur Manusia namun secara tersembunyi
(oleh karena itu disebut Jin) hanya ingin merefleksikan sisi Maskulin Tuhan,
dengan sangat sedikit mau merefleksikan sisi Feminin Tuhan (namun dari kulit
luar sama dengan jalur Manusia). Tidak heran sebagian dari golongan Jin
yang lepas kendali ini menjadi golongan Iblis, yang terang-terangan hanya ini
merefleksikan sisi Maskulin Tuhan, terobsesi oleh superioritas, mau
benar/menang sendiri, tanpa ada rasa kecintaan tanpa pamrih, tanpa pancaran
kasih sayang sama sekali (Antichrist). Pemahaman
akan rupa "Wajah Tuhan" sesungguhnya dapat terlihat dari
perilaku masing-masing manusia. Yang menjadi ukuran utama adalah
refleksi perilaku kesehariannya bukan visi "teoritisnya". Dalam
banyak kasus justru visi teoritisnya bertentangan dengan perilaku
kesehariannya. Konflik batiniah yang berkepanjangan ini mempengaruhi
ruhani dan jasmani seseorang (bisa sakit-sakitan secara fisik). Perlu
diingat pula karena Iblis konsisten maka secara fisik ia juga sehat.
Namun spiritualis di jalur Manusia yang sakit-sakitan secara fisik (atau
disakiti secara fisik) kemungkinan besar karena ia secara sadar atau tidak
sadar tidak mau menaikkan tingkat kesadarannya agar bisa menjadi panutan bagi
manusia yang masih mempunyai kesadaran ditingkat menengah-bawah (jadi suatu
pengorbanan, contoh extrem adalah penderitaan Nabi Isa as). Dalam
Al-Fatihah kelompok yang "sesat" umumnya dinisbahkan kepada kaum
Nasrani. Namun seyogyanya harus lebih dipahami agar kita
menghindari keadaan yang terlalu Feminin. Karena banyaknya
keterbatasan kita lalu kita menjadikan pihak lain bukan Tuhan sendiri sebagai
pelindung atau juru selamat. Hal ini disebabkan ketidak mampuan kita
untuk "bertemu" / "menjalinan hubungan" lansung dengan
Tuhan. Tanpa juru selamat kita percaya tidak mungkin bisa bertemu dengan
Tuhan, kita sendiri tidak mungkin mendapatkan "pencerahan" atau
kebenaran langsung dari Tuhan (tidak confidence, tidak percaya diri). Sebaliknya
kelompok yang "ingkar" umum dinisbahkan kepada kaum Yahudi.
Seyogyanya pula hal ini dipahami agar kita tidak terlalu Maskulin. Kaum
Yahudi yang "dilebihkan" Tuhan memang dalam banyak hal lebih
superior, lihat saja sekarang mereka menguasai dunia dari bidang bisnis sampai seni.
Namun menjadikan mereka mau menang sendiri, arogan, merasa diri merekalah yang
paling benar. Seolah-olah Tuhan senantiasa berpihak pada mereka (tentunya
tidak semua orang Yahudi berpikiran seperti ini), secara sadar
tidak sadar mereka merasa menjadi kelompok Wakil Tuhan yang paling
dominan, sebagai anak emas Tuhan satu-satunya (over-confidence,
terlalu percaya diri). Namun kedua
kelompok ini (bukan saja secara generik kaum Nasrani-Yahudi, tapi termasuk pula
kelompok-kelompok dari kepercayaan lain yang mempunyai sifat yang sama) yang
mempunyai inferiority atau superiority syndrome
ini, memiliki pula sifat-sifat kebalikannya sekaligus. Yang inferior,
dengan adanya sang juru selamat merasa lebih superior karena kelompoknya
seolah-olah menjadi anak emas Tuhan di dunia ini, walaupun anggota-anggota
kelompoknya banyak keterbatasan. Yang superior, selalu ingin menunjukan
bahwa mereka sebenarnya lebih dari yang lain karena "kurang dianggap"
oleh umat manusia umumnya yang melihat mereka sebagai terlalu haus uang atau
ketenaran, walaupun anggota-anggota kelompok ini memang sudah banyak
kelebihan-kelebihan secara duniawi. Ditingkat
individual manusia umumnya sering dalam satu sisi terlalu maskulin di sisi lain
terlalu feminin, jadi singkat terlalu suka berlebih-lebihan. Pada sosok
yang telah dewasa secara spiritual keseimbangan ini selalu dijaga, senantiasa
berbuat kebajikan sesuai dengan situasi kondisi yang ada, tidak
berlebih-lebihan, senantiasa damai-pasrah, seperti yang ditunjukan dalam Surah
Al-Baqarah: http://www.kuran.gen.tr/html/indonesia/002.php3 111. Dan
mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga
kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu
(hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah
bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". Berbuat
kebajikan sangat relatif sifatnya apalagi yang namanya kepasrahan kepada
Tuhan. Namun tanda-tanda yang jelas bahwa kita telah masuk dalam
kedewasaan spiritual adalah ketiadaan dari rasa ketakutan dan ketiadaan dari
kesedihan atas diri kita dan pihak-pihak diluar diri kita. Ini disebakan
karena kita dapat melihat "Tiada yang cacat dalam
ciptaan-ciptaanNya", saduran permulaan Al-Mulk, yang selaras dengan
sambungan ayat-ayat di atas: 115. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana
pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui. Kemanapun
kita menghadap, kita bisa melihat dengan mata hati kita "Wajah
KecantikanNya", kita bisa melihat kesempurnaan dalam setiap
ciptaan-ciptaanNya. Semoga kita senantiasa dapat demikian adanya. Amin. May we
always be in peace, Jusuf
Achmad.
Singapore saya sempat ngobrol dengan orang cina totok, dia bilang
tuhannya dia itu ya Duit....Kemudian sewaktu minggu pagi di Hyde Park
Corner ada orang pakai sorban, berkumis dan berjanggut lebat sedang
speech dengan semangatnya, dia berbicara mengenai Tuhannya manusia,
seorang Greek mngendarai sepeda dengan bertelanjang dada berteriak
bahwa, saya tidak percaya dengan itu semua, tuhan yang seperti itu
tidak berguna bagi saya...lalu dia merogoh sakunya dan menunjukkan
Credit Cardnya seraya berkata, inilah tuhan saya...dengannya saya bisa
apa saja...
Tolong juga dong dijawab....
Salam
kalau begitu saya ngga percaya agama cuma dia masih percaya tuhan, itu
pun sepertinya karena takut di bilang atheis>>>dus agama itu bukan
cuman 4-5-6 atau 7 tapi sebanyak manusia diciptakan
he he he dia mau di bilang new age
dia bilang mau tuhan baru yang ramah dengan cara ng(utek)nya dia
eit ... jangan2 tuhannya itu otaknya dia ya
(aku ????????.................ck ck ck)
tuolong bingung euy
adalah orang yang tergolong amat susah dan miskin, tetapi dia sangat taat
beribadah. Melihat kondisi seperti itu seseorang bertanya kepada Sufi tadi
kenapa dia tidak berdoa saja pada Allah Taala agar di berikan kemudahan
dalam kehidupannya, rezeki yang lebih baik dan kesehatan yang baik. Menurut
penanya tadi.. sudah tentu Allah Taala akan mengabulkan doa Sufi tadi
karena melihat sangat rajinnya Sufi tersebut beribadah.
Mendengar pertanyaan seperti itu, sang Sufi menjawab, sudah di beri
kesempatan untuk hidup di dunia ini saja dia sudah merasa sangat bersyukur,
dia merasa sangat malu kalau harus minta lagi kepada Allah Taala agar dalam
hidup ini bisa dilewatinya dengan mudah saja.
wassalam
Tapi kalau doa setiap orang bagaimanapun bertentangannya harus tuhan kabulkan,
sehingga kalau perlu tuhan berbuat yang aneh-aneh, maka kita dapatkan tuhan
yang bisa didikte manusia. Kalau ada tuhan yang bisa didikte manusia, tentulah
dia tidak maha kuasa. Kalau tidak maha kuasa buat apa dia dijadikan tuhan dan
minta-minta kepadanya?? Nah, bingung khan ?!... :)
diwarnai oleh pengetahuan, penangkapan, dan persepsi manusia yang
mempunyai kepercayaan kepada-Nya. Apa yang diketahui diwarnai oleh apa
yang mengetahui. Dengan mengutip perkataan al-Junayd, Ibn al-'Arabi
berkata: "Warna air adalah warna bejana yang ditempatinya" (Lawn
al ma'
lawn ina'ihi). Itulah sebabnya mengapa Tuhan melalui sebuah hadits qudsi
berkata: "Aku adalah dalam sangkaan hamba-Ku tentang Aku" (Ana
'inda
zhann 'abdi bi).164 Tuhan disangka, bukan diketahui. Dengan kata lain,
Tuhan hanya dalam sangkaan manusia, bukan dalam pengetahuannya. Tuhan
tidak diketahui dan tidak dapat diketahui. Menarik untuk memperhatikan
lanjutan firman Tuhan dalam hadits qudsi yang dikutip ini, yaitu:
"Maka
hendaklah ia [sang hamba] bersangka baik tentang Aku" (Fal-yazhunn bi
khayran)
dan melarang kita bersangka buruk tentang Dia.165 Kita harus menjadikan
sangkaan kita sebagai pengetahuan bahwa Tuhan adalah Maha Pengasih, Maha
Penyayang, Maha Penolong, dan Maha Pengampun. Kita tidak boleh bersangka
bahwa Tuhan adalah "pengawas yang selalu mencari kesalahan",
"petugas
keamanan yang kasar dan galak", atau "tuan besar yang
bengis". Sangkaan
baik tentang Tuhan mendorong kita untuk mendekati dan mencintai-Nya agar
kita mendapat rahmat-Nya. Nabi s.a.w. berkata: "Rahmat Tuhan
mendahului
(mengalahkan) murka-Nya". Sangkaan buruk tentang Tuhan membuat kita
jauh
dari-Nya, menyalahkan-Nya, dan akhirnya berputus asa. Tuhan tidak
menyenangi orang-orang yang berputus asa......
112. (Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah,
sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.