HOME

SALAFY

MUSLIMAH

DOWNLOAD

LINKS

ABOUT ME

بسم الله الرحمن الرحيم

Orang-Orang Yang Takut Kritikan

M. Afifuddin

[SALAFY XXIX/1419/1999/TAFSIR]

 

>> Halaman 2 Dari 2 Halaman ... [Ke Halaman 1] <<

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (Al Baqarah : 205)

Mereka semua sejenis, masing-masing serupa dengan yang lain. Mereka memberantas kemungkaran setelah mereka mengerjakannya. Mereka melarang dari kebajikan setelah mereka meninggalkannya. Mereka bakhil tidak mau menginfakkan harta di jalan Allah. Betapa sering Allah memperingatkan mereka tentang nikmat-nikmat-Nya, namun mereka berpaling dan melupakannya?! Berapa kali Allah beberkan keadaan mereka kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mereka jauhi? Dengarkanlah wahai kaum Mukminin!!

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka lupa kepada Allah maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik. (At Taubah : 67)

Bila engkau mengajak mereka kepada wahyu, engkau akan dapati mereka justru lari dari ajakan itu. Bila engkau seru mereka kepada ketentuan Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam engkau akan lihat mereka berpaling dari seruan itu. Dan bila engkau meneliti hakikat mereka yang sesungguhnya, engkau akan tahu bahwa mereka terlalu jauh dari petunjuk dan engkau akan melihat mereka betul-betul telah berpaling dari wahyu :

Apabila dikatakan kepada mereka : “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul.” Niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (An Nisa’ : 61)

Bagaimana mungkin mereka beruntung dan mendapatkan petunjuk setelah penyimpangan yang menimpa pemikiran dan agama mereka! Bagaimana mungkin mereka bisa terlepas dari kungkungan kesesatan dan kebinasaan sedangkan mereka membeli kekufuran dengan keimanan mereka! Alangkah ruginya perniagaan mereka. Mereka telah mengganti Surga dengan adzab neraka yang membakar :

Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa suatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah : “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.” (An Nisa’ : 63)

Celakalah mereka! Alangkah jauhnya mereka dari hakikat keimanan! Alangkah terangnya dusta mereka bahwa mereka memiliki ilmu pengetahuan! Mereka dalam satu sisi sedang para pengikut Rasul di sisi yang lain. Allah Ta’ala benar-benar telah bersumpah dengan menyebut diri-Nya yang suci dalam Al Qur’an bahwa mereka tidak beriman, sumpah yang dipahami kandungannya oleh hamba-hamba-Nya yang punya mata hati sehingga hati mereka bergetar dan takut karena keagungan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman menjelaskan keadaan munafiqin sebagai peringatan untuk kaum Mukminin :

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya … .” (An Nisa’ : 65)

Mereka terbiasa bersumpah sebelum berbicara walaupun tidak diminta karena mereka tahu bahwa kaum Mukminin tidak tenang dan tidak percaya dengan ucapan mereka. Demikianlah cara ahlur raibah (orang-orang yang ragu) berdusta. Mereka bersumpah supaya para pendengar menganggap mereka jujur dalam berbicara, sungguh :

“Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai lalu mereka menghalangi (manusia) dari (jalan) Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka lakukan.” (Al Munafiqun : 2)

Celakalah mereka! Mereka keluar menuju padang sahara dengan kendaraan iman namun tatkala mereka melihat jauhnya perjalanan dan banyaknya rintangan mereka pun akhirnya mundur dan pulang kembali. Mereka mengira bisa menikmati kemewahan hidup dan kelezatan tidur di rumah-rumah mereka. Padahal mereka tidak mendapat manfaat dari apa yang dinikmati … . Mereka mengetahui kebenaran yang mereka ingkari, mereka telah buta (mata hatinya) setelah mereka menatap dan melihat al haq dengan jelas :

“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman. Kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati. Karena itu mereka tidak dapat mengerti.” (Al Munafiqun : 3)

Mereka adalah orang yang paling bagus jasadnya, paling bagus tutur katanya, paling lembut bahasanya tetapi paling keji hatinya dan paling lemah kepribadiannya. Mereka seperti kayu yang tersandar tak berubah, kayu yang telah tercabut dari akarnya sehingga dia bersandar ke sebuah tembok agar tidak terinjak orang yang lalu lalang :

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya). Maka waspadalah terhadap mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (Al Munafiqun : 4)

Bila berbicara mereka berdusta. Bila berjanji mereka mengingkari. Bila dipercaya mereka khianat dan bila berdebat mereka curang.

Alangkah bangganya mereka dengan jumlah mereka (padahal mereka, ed.) adalah kelompok minoritas! Alangkah sombong dan angkuhnya mereka padahal mereka adalah orang-orang yang rendah! Mereka berlagak punya ilmu padahal mereka adalah orang-orang bodoh tentang keagungan Allah :

“Mereka bersumpah dengan (nama) Allah bahwa sesungguhnya mereka termasuk golonganmu, padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu).” (At Taubah : 56)

Bila Ahlul Qur’an dan Sunnah mendapatkan kemenangan, pertolongan, dan keselamatan mereka sedih. Sebaliknya bila Ahlus Sunnah mendapatkan musibah dari Allah (sebagai penghapus dosa), mereka senang dan gembira … :

Jika kamu mendapatkan sesuatu kebaikan, mereka tidak senang karenanya. Sebaliknya jika kamu ditimpa suatu bencana, mereka berkata : “Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang) dan mereka berpaling dengan rasa gembira.” [50] Katakanlah : “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami dan hanyalah kepada Allah orang-orang beriman harus bertawakkal.” (At Taubah : 50-51)

“Jika kamu memperoleh kebaikan niscaya mereka bersedih hati tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudlaratan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Ali Imran : 120)

Allah Ta’ala membenci ketaatan mereka karena kekejian hati dan kebejatan niat mereka. Maka Allah menjadikan mereka malas mengamalkan ketaatan, Allah membenci bertetangga dengan mereka karena kecondongan mereka kepada musuh-musuh-Nya. Maka Allah pun mengusir dan menjauhkan mereka. Mereka berpaling dari wahyu-Nya maka Dia pun berpaling dari mereka, menyengsarakan, dan tidak membahagiakan mereka. Allah menghukumi mereka dengan adil yang tidak mungkin mereka beruntung kecuali dengan bertaubat :

Dan jika mereka mau berangkat (jihad) tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka. Maka Allah melemahkan keinginan mereka dan dikatakan kepada mereka : “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At Taubah : 46)

Allah Ta’ala menyebutkan hikmah melemahkan keinginan mereka dan menjauhkan mereka dari pintu rahmat-Nya dengan firman-Nya :

“Jika mereka berangkat bersama-sama kamu niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekacauan di antaramu sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang dhalim.” (At Taubah : 47)

Mereka membenci nash-nash (Al Qur’an dan As Sunnah) karena berat menjalankannya. Mereka tidak kuat menanggungnya maka mereka turunkan dari pundak mereka dan meletakkannya. Mereka kesulitan menghapalkan sunnah maka mereka mengabaikannya. Mereka disergap oleh nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah maka mereka membuat undang-undang untuk membantah dan menentangnya.

Sungguh Allah telah menguak tabir mereka, membongkar rahasia mereka, dan membuat permisalan mereka untuk hamba-hamba-Nya.

Ketahuilah! Setiap berakhir masa generasi mereka, mereka digantikan generasi lain yang semisal mereka. Maka Allah menjelaskan kriteria mereka kepada para wali-Nya supaya mereka berhati-hati daripadanya. Allah berfirman :

Katakanlah : “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara Rasul-Rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan.” (Muhammad : 9)

Demikianlah keadaan orang yang merasa berat menanggung nash-nash. Kebid’ahan dan hawa nafsu telah menghalanginya dari nash-nash tersebut.

Mereka menyembunyikan rahasia kemunafikan maka Allah tampakkan rahasia itu melalui raut muka dan pembicaraan lisan mereka. Untuk itu Allah memberi mereka tanda yang mudah dikenal oleh Ahlul Iman yang mempunyai mata hati.

Mereka mengira bahwa tatkala mereka menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan mereka bisa lepas dari para kritikus, padahal Dzat Yang Maha Melihat telah membongkar keadaan meerka :

“Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan kalau Kami kehendaki niscaya Kami tunjukkan kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu.” (Muhammad : 29-30)

Hati mereka lalai dari kebajikan, jasad mereka amat cepat memburu kelalaian, jalan hidup mereka penuh dengan kekejian yang tersebar. Bila mereka mendengarkan al haq hati mereka penuh kekerasan dan bila mereka menghadiri kebathilan dan menyaksikan kedustaan mata hati mereka terbuka dan dengan seksama telinga-telinga mereka mendengarkannya.

Inilah --demi Allah-- tanda-tanda kemunafikan. Maka hati-hatilah, wahai setiap insan daripadanya sebelum datang kematian! Biarkanlah mereka dengan kehinaan, kerendahan, dan kerugian yang mereka pilih untuk diri mereka! Janganlah engkau mempercayai janji mereka karena mereka adalah pendusta :

Dan di antara mereka ada orang yang telah beriman kepada Allah : “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.” [75] Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian karunia-Nya mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). [76] Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.” (At Taubah : 75-77) ]

Demikianlah penjelasan Ibnul Qayyim secara panjang lebar yang saya ringkas dari kitab beliau Madarijus Salikin.

Ahlul Bid’ah Adalah Orang-Orang Munafik

Bila kita cermati kriteria munafik yang disebutkan Ibnul Qayyim di atas maka akan kita dapati kriteria tersebut ada pada ahlul bid’ah. Seluruhnya atau sebagiannya di antaranya adalah :

a.     Pada hati munafiqin dan ahli bid’ah sama-sama memiliki penyakit, baik penyakit syahwat maupun syubhat serta berbagai bentuk penyimpangan lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran : 7)

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Abu Ghalib pernah bercerita : Dahulu tatkala saya berada di Syam, Al Muhallab mengirimkan 80 kepala orang khawarij lalu digantung di tiang-tiang kota Damasqus. Suatu hari saya berada di loteng rumahku. Terlihat Abu Umamah Al Bahili radliyallahu 'anhu lewat. Maka saya turun mengikutinya. Tatkala beliau sampai di hadapan mereka (yakni kepala orang-orang khawarij yang digantung), beliau meneteskan air mata seraya berkata :

Subhanallah! Apa yang telah diperbuat setan terhadap Bani Adam! (Beliau mengatakannya tiga kali). Anjing-anjing jahanam! Anjing-anjing jahanam! Sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah naungan langit! (Tiga kali). Sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka (khawarij, ed.) bunuh. Beruntunglah bagi orang yang membunuh mereka atau orang yang mereka bunuh.” Lalu beliau menoleh kepada saya sambil mengatakan : “Wahai Abu Ghalib, sesungguhnya engkau berada di suatu daerah yang banyak terdapat orang seperti mereka (khawarij, ed.). Mudah-mudahan Allah melindungimu.” Saya bertanya : “Lalu kenapa Anda menangis tatkala memandang mereka?” Beliau menjawab : “Saya menangis tatkala melihat mereka sebagai rasa kasih sayang karena mereka adalah Ahlul Islam (Muslimin)? Apakah engkau hapal surat Ali Imran?” Saya menjawab : “Betul.” Maka beliau membaca (ayat di atas). Beliau menjelaskan : “Sesungguhnya pada hati mereka ada penyimpangan maka Allah menyelewengkan mereka.” Lalu beliau membaca ayat Ali Imran dari ayat 105 hingga ayat 107. Saya bertanya : “Apakah mereka yang dimaksud dalam ayat ini, wahai Abu Umamah?” Beliau menjawab : “Benar.” Saya bertanya lagi : “Ini dari pendapat Anda semata ataukah hadits yang Anda dengar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam?” Beliau menjawab : “Kalau begitu saya sangat lancang! Namun saya mendengarnya dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak hanya sekali, dua kali, tiga kali, … .” (Beliau menghitungnya sampai tujuh kali).

(Riwayat Al Lalikai dalam Syarah Ushul 151-152, Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah 68, Al Baihaqi 8/188, Ath Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 8035, dan Ibnu Nash dalam As Sunnah 16-17. Riwayat ini dihasankan Syaikh Al Albani dalam Dhilalul Jannah halaman 34 nomor 68 dan Syaikh Al Hilali dalam Tahqiq Al I’tisham karya Asy Syathibi halaman … .)

Al Imam Abu Bakar bin Al Husein Al Ajurri rahimahullah dalam Asy Syari’ah halaman 27 nomor 43 membawakan riwayat dari Thawus, dia berkata : Pernah disebutkan kepada Ibnu Abbas tentang khawarij dan perihal bacaan Al Qur’an mereka. Maka beliau menjelaskan : “Mereka beriman dengan ayat-ayat muhkamat namun mereka tersesat ketika menyikapi ayat-ayat mutasyabihat.” Kemudian beliau membaca surat Ali Imran ayat 7.

Al Imam Abu Ishaq Asy Syathibi dalam Al I’tisham-nya 1/55 setelah membawakan riwayat-riwayat di atas menerangkan : “Dengan tafsir ini jelaslah bahwa yang dimaksud dalam ayat di atas adalah ahlul bid’ah karena Abu Umamah memasukkan khawarij dalam keumuman ayat di atas. Sedangkan mereka adalah ahlul bid’ah menurut para ulama. Dan beliau menjadikan kelompok khawarij termasuk orang yang dalam hatinya ada penyimpangan, sedangkan kriteria seperti ini terdapat pada semua ahlul bid’ah … .”

Dari keterangan para ulama di atas jelaslah bahwa ahlul bid’ah dalam hatinya ada penyimpangan seperti halnya munafiqin.

b.     Ahlul Bid’ah Dan Munafiqin Sama Mengikuti Hawa Nafsu

Allah berfirman :

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Al Jatsiyah : 23)

Al Imam ‘Imaduddin Abul Fida’ Ibnu Katsir Al Quraisy dalam Tafsir-nya 4/162 menjelaskan ayat di atas dengan ucapannya : “Yakni dia menjadikan hawa nafsunya sebagai pemimpin, bila ia memandang baik maka dia kerjakan dan bila ia memandang jelek maka ia tinggalkan. Ayat ini dijadikan dalil untuk membantah Mu’tazilah yang mengukur baik buruk sesuatu dengan akal.

Semua ahlul bid’ah yang mempunyai kriteria di atas termasuk dalam keumuman ayat yang dijelaskan Ibnu Katsir di atas. Inilah sisi persamaan antara ahli bid’ah dan munafik dan masih banyak lagi persamaan lainnya. Oleh karena itulah para ulama menganggap ahlul bid’ah sebagai munafik. Abu Nu’aim rahimahullah menceritakan : “Hari Jum’at Sufyan Ats Tsauri masuk dalam masjid. Beliau mendapati Al Hasan bin Shalih bin Hay sedang shalat. Maka beliau berkata : ‘Kami berlindung kepada Allah dari kekhusyu’an seorang munafik.’ Kemudian beliau mengambil kedua sandalnya lalu beliau pergi.”

Ats Tsauri menjelaskan bahwa Al Hasan bin Shalih bin Hay adalah orang yang terpengaruh akidah khawarij. (Lihat At Tahdzib 2/249 nomor 516 dan Lammud Durril Mantsur halaman 27 nomor 73)

Dalam kisah di atas Imam Ats Tsauri secara tegas menjuluki seorang mubtadi’ sebagai seorang munafik.

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dengan tegas menyatakan :

“Adapun ahlu nifaq (munafiqin) termasuk golongan mereka adalah firqah-firqah sesat, maka sifat mereka adalah seperti yang Allah firmankan :

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik. (At Taubah : 67)

Maka sifat mereka sangat berlawanan dengan sifat Mukminin.” (Lihat Dhahiratut Tabdi’ wat Tafsiq wat Takfir halaman 13)

Dari keterangan para ulama di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ahlul bid’ah adalah munafik. Maka sifat-sifat munafik yang dijelaskan Ibnul Qayyim di atas seluruhnya atau sebagiannya adalah sifat ahlul bid’ah.

Mudah-mudahan Allah menyelamatkan kita semua dari sifat kemunafikan dan menganugerahkan kepada kita keikhlasan, keimanan, dan ketakwaan sampai hari kemudian.

Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

>> Halaman 2 Dari 2 Halaman ... [Ke Halaman 1] <<

 

HOME

SALAFY

MUSLIMAH

DOWNLOAD

LINKS

ABOUT ME

Hosted by www.Geocities.ws

1