HOME

SALAFY

MUSLIMAH

DOWNLOAD

LINKS

ABOUT ME

بسم الله الرحمن الرحيم

Orang-Orang Yang Takut Kritikan

M. Afifuddin

[SALAFY XXIX/1419/1999/TAFSIR]

 

>> Halaman 1 Dari 2 Halaman ... [Ke Halaman 2] <<

 

Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka : “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya). Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.” (At Taubah : 64)

Saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam beserta para shahabatnya menuju Tabuk ada segerombolan munafiqin di antaranya adalah Nadi’ah bin Tsabit dan Mukhsyi bin Himyar tengah memperbincangkan Rasul dan para shahabat. Mereka berkata : “Kita tidak pernah melihat para pembaca (Al Qur’an) seperti itu. Paling gendut perutnya (suka makan, pent.), paling dusta omongannya, dan paling takut bertemu (musuh)!” Mendengar perkataan itu, Mukhsyi bin Himyar dengan ketakutan mengatakan : “Demi Allah, saya lebih senang kalau masing-masing diri kita dicambuk 100 kali daripada Allah menurunkan Al Qur’an berkenaan tentang kita menerangkan ucapan kalian!!” Maka Allah pun menurunkan ayat di atas.

Riwayat lain menyebutkan, tatkala mereka melontarkan kata-kata ejekan tentang Rasul dan shahabatnya, Auf bin Malik Al Anshari dengan berang mengingkari : “Engkau dusta! Engkau adalah munafik! Sungguh akan aku laporkan ucapanmu ini kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam!?” Beliau pun langsung mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam untuk melaporkan ucapan sang munafik tersebut. Ternyata wahyu Allah lebih dahulu turun kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Allah menerangkan dalam ayat-Nya :

Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka : “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya). Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.” Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab : “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah : “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka taubat) niscaya Kami akan mengadzab (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (At Taubah : 64-66)

(Lihat Fathul Majid halaman 524-525)

Ayat 64 surat At Taubah di atas disebut para ulama ahli tafsir sebagai “ayat fadhilah” yaitu ayat yang membongkar makar jahat orang-orang munafik, demikian Qatadah rahimahullah menegaskan. (Lihat Jami’ul Bayan 6/408, Tafsir Ibnu Katsir 2/367, Ad Durul Mantsur 4/229, dan Ma’alimut Tanzil 3/75)

Ibnu Jarir Ath Thabari juga menegaskan tentang hal itu dalam tafsirnya, Jami’ul Bayan 6/408.

Al Imam Al Baghawi --dalam Tafsir-nya 3/75-- menjelaskan : “Yakni (orang-orang munafik takut apabila turun suatu surat yang menerangkan) kedengkian dan rasa permusuhan terhadap kaum Mukminin yang ada dalam hati mereka, mereka berbincang-bincang di kalangan mereka sendiri dan mereka merahasiakannya karena takut turun ayat Al Qur’an yang membongkar rahasia mereka … .”

Syaikh Al ‘Allamah Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan : “Allah ‘Azza wa Jalla telah menepati janji-Nya. Allah pun menurunkan surat yang menjelaskan tentang mereka (munafiqin), membongkar makar jahat mereka, dan menerangkan rahasia (yang mereka sembunyikan).” (Tafsir As Sa’di 3/258)

Ayat di atas serupa dengan firman Allah :

Apakah tiada kamu perhatikan orang-orang yang telah dilarang mengadakan pembicaraan rahasia kemudian mereka kembali (mengerjakan) larangan itu dan mereka mengadakan pembicaraan untuk berbuat dosa, permusuhan, dan durhaka kepada Rasul. Dan apabila mereka datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan memberi salam yang bukan sebagai yang ditentukan Allah untukmu. Dan mereka mengatakan pada diri mereka sendiri : “Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” Cukuplah bagi mereka jahanam yang akan mereka masuki dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (Al Mujadilah : 8)

Al ‘Allamah Al Mufassir Muhammad Al Amin Asy Syinqithi dalam tafsirnya, Adlwa’ul Bayan 2/471 menjelaskan : “Dalam ayat yang mulia ini, Allah ‘Azza wa Jalla dengan tegas menjelaskan bahwa orang-orang munafik merasa takut bila Allah menurunkan ayat/surat yang membongkar dan menjelaskan kekejian yang ada dalam hati mereka. Kemudian Allah menerangkan bahwa ia benar-benar akan membongkar apa yang mereka takutkan. Dalam ayat lain Allah menyebutkan :

“Atau apakah orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka?” (Muhammad : 29)

Dalam ayat lain Allah menggambarkan kekhawatiran mereka yang amat sangat :

“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya). Maka waspadalah terhadap mereka, semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai berpaling (dari kebenaran)?” (Al Munafiqun : 4)

Al Imam Ibnu Jarir Ath Thabari dalam tafsirnya, Jami’ul Bayan 12/101-102 menjabarkan :

“Orang-orang munafik mengira bahwa setiap teriakan yang keras tertuju kepada mereka. Ini disebabkan kekejian mereka, su’udhan (buruk sangka), dan kurangnya keyakinan mereka, karena mereka sangat takut bila Allah menurunkan tentang mereka ayat yang membongkar rahasia dan makar jahat mereka. Mereka khawatir Allah membolehkan kaum Mukminin membunuh mereka, menawan anak cucu mereka, dan merampas harta benda mereka.

Karena ketakutan yang amat sangat pada mereka, maka setiap ada wahyu yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya mereka mengira bahwa wahyu itu turun menjelaskan kebinasaan dan kehancuran mereka.”

Al ’Allamah Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan :

[ Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat ini hanya menyebutkan kriteria mereka (munafiqin) tanpa menyebutkan person/individunya karena dua faidah :

a)   Allah adalah Dzat yang senang menutup aib hamba-hamba-Nya.

b)  Celaan ini tertuju kepada setiap munafik yang memiliki kriteria tersebut sampai hari kiamat.

Penyebutan kriteria lebih umum dan lebih tepat sehingga mereka tetap selalu diselimuti rasa takut. Allah Ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya, dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka. Kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar. Dalam keadaan terlaknat di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya.” (Al Ahzab : 60-61) ]

(Tafsir As Sa’di 3/258)

Ayat yang sedang kita bahas menjelaskan salah satu kriteria mereka yaitu mereka adalah orang-orang yang sangat takut kritikan.

Untuk melengkapi pembahasan ini, akan saya bawakan beberapa kriteria mereka supaya kita bisa terhindar dari akhlak mereka yang tercela.

Kriteria Orang-Orang Munafik

Allah Ta’ala dalam banyak ayat Al Qur’an dan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dalam banyak haditsnya telah menjelaskan secara rinci sifat munafiqin sehingga jelas bagi setiap orang yang ingin mengetahui siapa mereka sesungguhnya.

Al Imam Al Muhaqqiq Ibnul Qayyim Jauziyah rahimahullah dalam kitabnya Madarijus Salikin 1/347-356 secara panjang lebar menjelaskan tentang ciri-ciri munafiqin. Beliau menerangkan :

[ Allah Subhanahu wa Ta'ala telah membongkar rahasia munafiqin dan menyingkap kejahatan mereka dalam Al Qur’an serta menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar berhati-hati dari kemunafiqan dan para pelakunya.

Allah telah menyebutkan tiga golongan manusia di awal surat Al Baqarah yaitu kaum Mukminin, orang-orang kafir, dan kaum munafiqin. Allah menyebutkan perihal Mukmin dalam empat ayat dan orang-orang kafir dalam dua ayat. Sedangkan perihal orang-orang munafik Allah menyebutkannya dalam 13 ayat karena jumlah mereka yang banyak dan besarnya fitnah yang mereka lancarkan kepada Islam dan pemeluknya.

Sesungguhnya cobaan yang mereka timpakan kepada Islam amat berat karena mereka mengaku sebagai Muslim, mengaku sebagai pembela dan pecinta Islam padahal mereka adalah musuh Islam yang sesungguhnya … .

Betapa banyak ikatan Islam yang telah mereka hancurkan! Betapa banyak benteng Islam yang telah dibongkar dan dirobohkan pondasinya! Betapa banyak syariat Islam yang telah mereka hilangkan! Betapa banyak bendera Islam yang telah tinggi berkibar mereka turunkan! Betapa sering ‘cangkul syubhat’ mereka pukulkan pada akar pohon Islam untuk mencongkel dan merobohkannya! Dan betapa sering mereka gelapkan ‘mata’ Islam dengan pemikiran mereka untuk mengaburkannya!

Islam dan pemeluknya selalu mendapatkan ujian dan cobaan dari mereka. Tak henti-hentinya mereka melemparkan berbagai kerancuan di tengah-tengah Islam dari masa ke masa, dari generasi ke generasi dalam keadaan menyangka bahwa diri mereka adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan.

“Ingatlah! Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak sadar.” (Al Baqarah : 12)

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (Ash Shaff : 8)

Mereka sepakat untuk menyelisihi wahyu dan tidak mengambil petunjuk darinya … . Oleh karena itulah :

“Mereka menjadikan Al Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan.” (Al Furqan : 30)

Ajaran-ajaran keimanan telah pupus dalam hati mereka sehingga mereka tidak dapat mengenalinya. Pendidikan Islam telah hilang dari mereka sehingga mereka tidak dapat menyemarakkannya. Bintang Islam yang bersinar telah padam dalam hati mereka sehingga mereka tidak dapat menghidupkannya. Mentari Islam yang terang telah menyilaukan kegelapan pemikiran mereka sehingga mereka pun tidak dapat memandangnya.

Mereka tidak mau menerima petunjuk yang telah Allah ajarkan kepada para Rasul-Nya, mereka menganggap tidak mengapa berpaling dari petunjuk Allah dan berpegang dengan pikiran picik mereka.

Mereka mengenakan pakaian Ahli Iman, namun hati mereka adalah hati orang yang menyimpang, merugi, penuh kebencian, dan kekufuran. Dhahirnya membantu/membela (Islam) namun bathinnya menyimpan kekufuran. Lisan mereka lisan Muslimin namun hati mereka hati muharibin (orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya). Mereka mengatakan :

“ … kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (Al Baqarah : 8)

Modal mereka adalah menipu dan membikin makar yang jahat, dagangan mereka adalah kedustaan dan pengkhianatan. Mereka punya prinsip : “Diridlai oleh berbagai pihak dan aman di manapun mereka berada.”[1]

“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.” (Al Baqarah : 9)

Berbagai penyakit syubhat dan syahwat telah menguasai mereka hingga membinasakannya dan niat jahat telah mengalahkan kehendak mereka hingga merusakkannya. Kebejatan mereka telah mengantarkan mereka kepada kebinasaan sehingga para dokter hati pun tidak mampu lagi mengobatinya.

“Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah oleh Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta.” (Al Baqarah : 10)

Siapa saja yang terpikat dengan keragu-raguan mereka maka keimanannya akan terkoyak-koyak. Siapa saja yang termakan oleh kejahatan makar mereka maka dia akan terlempar ke dalam adzab yang membakar. Dan siapa saja yang tercengkeram oleh syubhat mereka maka dia akan terhalang untuk membenarkan (agama ini).

Mereka telah banyak berbuat kerusakan di muka bumi namun kebanyakan orang melalaikan masalah ini :

Dan bila dikatakan kepada mereka : “Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.” Mereka menjawab : “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” Ingatlah! Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak sadar.” (Al Baqarah : 11-12)

Orang yang berpegang teguh dengan Al Qur’an dan As Sunnah di antara mereka adalah orang yang menampakkan keislamannya secara dhahir … . Orang yang menguasai nash-nash (Al Qur’an dan As Sunnah) di kalangan mereka seperti keledai memikul kitab … . Ahlul Ittiba’ menurut mereka (orang munafik dan ahlil bid’ah, ed.) adalah orang-orang yang bodoh, sehingga mereka tidak mau bermajlis dengan ahlul Ittiba’ tersebut :

Apabila dikatakan kepada mereka : “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab : “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah! Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh tapi mereka tidak tahu. (Al Baqarah : 13)

Orang-orang munafik dan ahlul bid’ah mempunyai dua wajah. Satu wajah untuk bertemu kaum Mukminin (Ahlus Sunnah) dan wajah yang lainnya ketika kembali kepada teman-teman mereka. Mereka juga memiliki dua lisan, yang satu dhahirnya dapat diterima kaum Mukminin dan yang lain menjelaskan rahasia yang tersembunyi di balik itu :

Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman mereka mengatakan : “Kami beriman.” Bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan : “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.” (Al Baqarah : 14)

Mereka telah berpaling dari Al Qur’an dan As Sunnah dalam rangka mengolok-olok dan menghina ahlinya. Mereka tidak mau tunduk kepada keputusan dua wahyu (Al Qur’an dan As Sunnah) karena mereka membanggakan ilmu yang ada pada mereka … . Maka engkau lihat mereka senantiasa mengejek orang-orang yang berpegang teguh dengan wahyu.

“Allah akan (membalas) olok-olokkan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.” (Al Baqarah : 15)

Mereka pergi mencari ‘perdagangan yang merugi’ di samudra kegelapan. Mereka menunggangi kendaraan syubhat dan keraguan yang membawa mereka menuju gelombang ombak khayalan. Angin kencang pun mempermainkan kapal-kapal mereka dan akhirnya melemparkan mereka di antara kapal-kapal orang yang binasa.

“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (Al Baqarah : 16)

Cahaya iman telah menyinari mereka sehingga dengan cahaya itu mereka mampu melihat tempat-tempat petunjuk dan kesesatan. Lalu cahaya itu padam. Yang ada hanyalah api yang berkobar menyala-nyala. Mereka pun akhirnya tersiksa dengan kobaran api itu dan terombang-ambing dalam pekatnya kesesatan :

“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api. Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menerangi) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan tidak dapat melihat.” (Al Baqarah : 17)

Telinga hati mereka telah ditimpa ketulian sehingga tidak dapat mendengar panggilan iman. Mata hati mereka telah tertutup kebutaan sehingga tidak dapat melihat kebenaran Al Qur’an dan lisan mereka bisu tidak dapat lagi mengucapkan kata-kata yang benar :

“Mereka tuli, bisu, dan buta. Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” (Al Baqarah : 18)

Mereka diguyur oleh hujan wahyu yang disitu terdapat kehidupan hati dan rohani. Namun mereka tidak mendengarkannya melainkan seperti petir ancaman, gertakan, dan setumpuk tugas yang harus mereka kerjakan pagi dan petang. Mereka pun menyumbat telinganya dengan anak jarinya dan menutup bajunya ke mukanya … . Permisalan mereka :

“Seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh, dan kilat. Mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya karena (mendengar suara) petir sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.” (Al Baqarah : 19)

Mereka mempunyai ciri-ciri khusus yang dijelaskan dalam Al Qur’an dan As Sunnah sangat jelas bagi orang yang memiliki mata hati iman. Mereka --demi Allah-- telah dikuasai riya’. Padahal riya’ adalah kedudukan yang paling jelek. Kemalasan telah membuat mereka enggan menunaikan perintah Allah hingga mereka pun sangat sulit berbuat ikhlas.

“ … dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (An Nisa’ : 142)

“Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir). Tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk) memberi petunjuk baginya.” (An Nisa’ : 143)

Mereka menunggu kesempatan dari Ahlus Sunnah dan Qur’an. Bila mereka (Mukminin, ed.) mendapatkan kemenangan dari Allah, maka mereka (munafik, ed.) mengatakan : “Bukankah kami bersama kalian!” Mereka bersumpah atas nama Allah dengan sebenar-benarnya. Namun bila musuh-musuh Al Qur’an dan As Sunnah sedikit mendapat pertolongan, mereka pun mengatakan (kepada musuh-musuh Mukminin, ed.) : “Bukankah kalian tahu bahwa hubungan persaudaraan antara kita erat dan kita masih ada hubungan kerabat?”

Wahai orang-orang yang ingin mengenal mereka. Ambillah sifat mereka dari firman Rabb semesta alam. Engkau tidak perlu lagi kepada dalil lain :

Yaitu orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang Mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata : “Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?” Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata : “Bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari orang-orang yang beriman?” Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (An Nisa’ : 141)

Ucapan mereka sangat mengagumkan para pendengar karena begitu manis dan lembut. Mereka bersaksi atas nama Allah tentang kedustaan yang ada pada hati mereka. Engkau lihat mereka ‘tidur’ dari kebenaran dan maju membela kebathilan … :

“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya. Padahal ia adalah penentang yang paling keras.” (Al Baqarah : 204)

Perintah mereka kepada para pengikutnya adalah kerusakan bagi negara dan rakyat. Larangan mereka sesungguhnya adalah kebaikan di dunia dan akhirat. Engkau lihat salah satu dari mereka berada di tengah-tengah sekelompok Ahli Iman ketika shalat, dzikir, zuhud, dan kesungguhan beribadah :


[1] Prinsip ini sering dipakai orang-orang awam dan para politikus dan harakiyyin hingga mereka membuang nahi mungkar dan kaidah tahdzir (mengingatkan orang dari bahaya ahli bid’ah). Lihat Basa-Basi, Senjata Mubtadi’ pada Salafy edisi XI Rubrik Nasehati.

>> Halaman 1 Dari 2 Halaman ... [Ke Halaman 2] <<

 

HOME

SALAFY

MUSLIMAH

DOWNLOAD

LINKS

ABOUT ME

Hosted by www.Geocities.ws

1