Home | Artikel

Menjadi Satu Dengan Allah

Saya murid yang cerewet, terlalu pintar, dan sangat terdidik. Saya tahu terlalu banyak mengenai terlalu banyak hal, dan itu membuat orang gusar kepada saya." demikian pengakuan Richard Seed, anak seorang dokter bedah dari Oak Park, kawasan pinggiran Chicago.

Itulah, katanya, yang membuat dia tidak disukai sewaktu di SMU. Demikian pula di lingkungan tempat tinggalnya sekarang.

Namun, mendadak ia jadi pusat perhatian dunia. Ya, sejak ia mengumumkan tekadnya untuk meneruskan rekayasa genetika pengklonan manusia dan rencana untuk mendirikan klinik pengklonan komersial, awal Januari lalu. Sebuah rencana kontroversial yang membuat Menteri Kesehatan dan Pelayanan Manusia AS, Dona Shalala, berpikir bahwa dia "ilmuwan sinting". Sintingkah dia?

Ia lulus dengan predikat cum laude dari Harvard dan meraih gelar dokter bidang fisika pada tahun 1953. Namun, minatnya segera beralih, dan ia pun mulai menjelajahi dunia kedokteran biologi.

Ia sempat bergabung dengan sebuah perusahaan yang mengembangkan teknik pemindahan embrio pada hewan ternak. Dengan memanfaatkan teknik serupa, bersama saudaranya, seorang dokter bedah, ia mendirikan klinik untuk menolong pasangan suami-isteri yang mandul. Rupanya teknik ini kurang praktis dan kalah populer dengan in vitro vertilization (teknik pembuahan di luar rahim). Usahanya ini pun gulung tikar.

Tahun-tahun belakangan ini, Seed tampaknya ditimpa kesulitan keuangan yang cukup berat. Sampai tahun lalu, bersama isteri ketiganya, Gloria, ia tinggal di sebuah rumah tingkat dua bergaya Victoria di Oak Park. Namun, pihak bank kemudian menyita jaminan bernilai 341 dolar itu, sehingga mereka terpaksa pindah ke sebuah bungalow sederhana di Riverside.

"Saya pernah memiliki sebuah rumah yang indah," keluh Seed. "Sangat sukar untuk mendapatkan uang, namun begitu mudahnya untuk kehilangan. Saya sudah kehilangan beberapa juta dolar."

Orang-orang yang mengenal Seed memberikan reaksi keras terhadapnya, positif ataupun negatif. Thomas Cross, pendetanya dari Gereja First United Methodist di Oak Park, yakin, minat Seed pada pengklonan adalah bagian dari iman Kristennya. "Ia memiliki komitmen yang sangat tinggi bagi kemanusiaan," kata Cross. "Ia melakukan hal ini atas dasar belas kasihan."

Bekas tetangganya, Barbara Moline, melihatnya secara berbeda. "Ia memulai percakapan dengan mengatakan, bahwa dirinya layak menerima hadiah Nobel," kata wanita itu mengingat.

Seed selalu memimpikan ikut terlibat dalam pergerakan menghapuskan segala bentuk keburukan dan kejahatan, tambah Moline. Beberapa tahun lalu, Seed mengajak Moline menanamkan modal 75 ribu dolar untuk proyek penyembuhan AIDS. Musim panan lalu, ia juga meminta gereja ikut mendukung riset pengklonannya. Bagi Seed, menurut Moline, pengklonan merupakan "upaya terakhir dan habis-habisan untuk menjadi kaya dan terkenal. Ia selalu ingin membuat sesuatu yang besar, namun tidak pernah berhasil."

Namun, yang lebih kontroversial tidak lain justru pengakuan Seed, bahwa ia "seorang Methodist yang sungguh-sungguh." Dalam wawancara dengan National Public Radio, ia mengungkapkan lebih jauh kepercayaannya kepada Allah.

"Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya," katanya. "Allah menghendaki manusia untuk menjadi satu dengan Allah. Pengklonan... adalah langkah serius pertama untuk menyatukan manusia dengan Allah... kita akan menjadi satu dengan Allah. Kita akan memiliki pengetahuan dan kekuasaan hampir setara dengan Allah."

"Manusia akan mengembangkan teknologi dan ilmu pengetahuan serta kesanggupan untuk memiliki masa hidup yang tidak terbatas," tambahnya. Ia juga menyatakan, pengklonan manusia sama sekali tidak bersangkut paut dengan pertimbangan moral.

Ia justru mencela para pengecam gagasannya. "Saya benar-benar tidak sanggup memberikan jawaban pada mereka yang manganggap hal ini sebagai ide yang buruk. Mereka tidak akan mau mendengarkan penjelasan saya. Sepengetahuan saya, mereka adalah orang-orang yang berpikiran picik, memandang dunia secara picik, dan memiliki pandangan yang picik pula tentang Allah," kilahnya.

Alih-alih perkataan seorang yang beriman, pernyataan Seed tentang ular tampaknya lebih mirip desis ular di taman Eden ketika membujuk Hawa untuk "menjadi seperti Allah" (perlu dicatat, ular itu sebelumnya juga mengutip firman Tuhan, namun diselewengkannya - Kejadian 3:1-5). Alkitab memang mengajarkan, bahwa kita akan menadi seperti Allah (lihat, misalnya, 2 Korintus 3:18), namun tentu saja bukan dengan cara seperti yang ditawarkan Seed.

Perkataan Seed juga mengingatkan kita pada konspirasi orang-orang di tanah Sinear sewaktu membangun menara Babel, "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi" (Kejadian 11:4). Ia mengaku mempercayai Allah, namun ia lebih percaya pada manusia dan teknologi.

Apakah pandangannya tentang Allah ini merupakan akibat dari perlakuan yang dialaminya sejak kecil, semasa SMU? Apakah cara pandangnya ini terbangun seiring dengan kegagalan-kegagalan yang dialaminya sepanjang meniti karir? Alkitab mengingatkan, agar "jangan tumbuh akar pahit, yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang" (Ibrani 12:15). ***

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1