Home | Artikel

Kontroversi Pengklonan Manusia

Antara Dapat dan Patut

Pengantar Redaksi:
Rencana Richard Seed untuk melakukan rekayasa genetika pengklonan manusia telah menyulut kontroversi baik di kalangan ilmuwan maupun masyarakat pada umumnya. terobosan di bidang teknologi reproduksi ini memunculkan persoalan etis yang pelik. Diramu dari berbagai sumber, topik utama kali ini ditampilkan dalam tiga bagian. Bagian pertama merunut kontroversi rencana pengklonan manusia sejak keberhasilan pengklonan domba Dolly. Bagian kedua memaparkan sosok kontroversial Richard Seed, dan bagian ketiga membahas implikasi etis pengklonan manusia. Selamat membaca. - Redaksi

Kisah film Multipicity barangkali akan segera menjadi kenyataan. Di situ, Michael Keaton memerankan empat tokoh sekaligus, yang sebenarnya merupakan duplikat satu sama lain. Keempatnya adalah hasil pengklonan.

Februari tahun lalu, domba Dolly hasil pengklonan yang dilakukan oleh tim rekayasa genetika Institut Roslin, Skotlandia, pimpinan Dr. Ian Wilmut, menjadi sorotan dunia. Orang menyebutnya sebagai terobosan ilmiah penting. Namun, kekaguman itu segera bergeser ke arah kemungkinan pengklonan manusia.

Tidak Etis

Saat itu, Presiden Clinton sebagai pemimpin negara yang penelitian ilmiahnnya paling maju, menganbil dua tindakan. Pertama, ia melarang penggunaan uang federal untuk percobaan pengklonan manusia. Ia juga meminta lembaga-lembaga donor nonpemerintah untuk tidak membiayai proyek semacam itu.

Kedua, ia meminta kepada National Bioethics Advisory Commission (NBAC) untuk menyusun laporan tentang implikasi legal dan etis dari teknologi pengklonan. Badan ini kemudian mengeluarkan rekomendasi, agar Kongres menetapkan sebuah undang-undang yang menyatakan, bahwa pengklonan manusia adalah tindakan yang melanggar hukum. Komisi itu menyebutkan, pengklonan manusia mengandung sejumlah risiko medis yang tidak bisa diterima dan menimbulkan sejumlah pertanyaan etis yang akan sangat mengganggu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menggariskan sikapnya terhadap pengklonan manusia. Pada 11 Maret 1997 Direktur Utama WHO, Dr. Hiroshi Nakajima, mengeluarkan sebuah pernyataan yang menunjukkan, bahwa pengklonan manusia harus dianggap tidak etis. "WHO memandang penggunaan teknologi pengklonan untuk membuat duplikat manusia sebagai sesuatu yang secara etis tidak dapat diterima karena hal itu akan melanggar sejumlah prinsip dasar yang mengatur reproduksi manusia yang dilakukan dengan bantuan medis. Hal ini mencakup penghormatan terhadap martabat manusia dan perlindungan terhadap keamanan materi genetis manusia," demikian inti pernyatannya.

Di Indonesia, persoalan ini juga mendapat perhatian dari sejumlah kalangan. Dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdatul Ulama (NU) di Lombok bulan November 1997, salah satu masalah yang dibahas adalah pengklonan. Begitu pula dalam Muktamar ke-23 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Padang bulan Desember. Namun, sejauh ini, pandangan yang dihimpun dari kedua pertemuan nasional ini belum dimasyarakatkan.

Mempermainkan Allah

Adalah Richard Seed, seorang pakar fisika dari Chicago, yang awal Januari lalu menyatakan tekadnya untuk melanjutkan percobaan pengklonan manusia, dan bermaksud membuka klinik pengklonan komersial. Tak pelak rencana ini memicu reaksi keras dari berbagai belahan dunia.

Presiden AS Bill Clinton mengecam gagasan itu sebagai "tidak dipertimbangkan secara matang, berbahaya dan secara moral tidak dapat diterima". Pengumuman Seed juga akan mendorong Kongres untuk mengesahkan larangan pengklonan manusia yang telah direkomendasikan NBAC tahun lalu, kata Juru Bicara Gedung Putih Mike McCurry.

Tidak kurang dari seminggu setelah pengumuman Seed yang menggemparkan itu, Senin (12/1), 19 negara Eropa menandatangani perjanjian yang melarang "setiap campur tangan yang diupayakan untuk menciptakan manusia yang secara genetis identik dengan manusia lain." Dokumen tersebut menyatakan, pengklonan manusia melanggar martabat manusia dan merupakan penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Naskah perjanjian itu sendiri sebenarnya sudah disiapkan sekian bulan yang lalu. Ke-19 negara itu adalah Denmark, Estonia, Finlandia, Islandia, Italia, Latvia, Lukemburg, Makedonia, Moldova, Norwegia, Perancis, Portugal, Rumania, San Marino, Slovenia, Spanyol, Swedia, Turki dan Yunani.

Kalangan Kristen juga mengecam keras gagasan pengklonan manusia. "Hal ini berkaitan dengan masalah teologis dan ilmiah," ujar Steve Jenkins, juru bicara Church of England. "Menciptakan anak manusia melalui pengklonan menghapuskan kombinasi individu-individu yang merupakan bagian dari pembuahan. Ini sama saja dengan mempermainkan Allah."

Eksperimen pengklonan manusia harus dilarang selama-lamanya di Amerika Serikat, bukan hanya lima tahun seperti yang diusulkan Clinton, kata Richard Armey, pemimpin Dewan Mayoritas AS. "Menciptakan sejumlah duplikat karya unik buatan Allah akan merendahkan martabat manusia dan menjadikan anak-anak sekadar sebagai 'produk' ulah orang dewasa. Keadaan ini akan mengarah pada munculnya perancang anak, peternakan organ tubuh, dan semakin menjadi-jadinya pelecehan terhadap kesucian hidup." katanya.

Jalan Terus

Richard Seed menyatakan tidak mengerti mengapa publik menentang upaya pengklonan manusia. Namun, sekalipun hal itu cukup mengusiknya, ia menyatakan akan jalan terus. Bila Kongres melarang pengklonan manusia di AS, ia berniat memindahkan proyeknya ke Tijuana, Meksiko, Cayman Islandia atau Bahama.

Dalam wawancara televisi ABC, doktor lulusan Harvard ini menyatakan, ia terdorong oleh tantangan intelektual dan hasrat untuk menolong suami-istri yang mandul. "Dalam satu hari saja semangat saya sudah terdorong setelah banyak pasangan mandul menelepon saya dengan penuh haru," tutur Seed lewat jaringan televisi Fox. "Pesan mereka antara lain begini, 'Jangan biarkan mereka menghentikan langkahmu'."

Dalam wawancara lain, ia mengatakan telah bernegosiasi dengan sebuah klinik setempat dan empat pasangan telah siap untuk terlibat. Ia juga menyatakan telah menghimpun sebuah tim tangguh yang terdiri atas para pakar dalam bidang teknologi reproduksi.

Untuk pengklonan manusia pertamanya, Seed membutuhkan biaya sampai US$1 juta. Tapi biaya itu akan makin murah bila permintaan meningkat. Dan itu mungkin saja, mengingat di Amerika Serikat, dalam setahun. ada sekitar 200.000 pasangan mandul. "Mereka itulah yang akan kami bantu," ujar Seed. Namun demikian, ia mengakui, saat ini ia masih mengalami kesulitan keuangan untuk mendanai proyek kontroversial ini.

Tidak Sukar

Eksperimen Seed mirip dengan cara pengklonan domba Dolly. Dolly menggunakan sel tunggal dari kambing domba, sementara Seed mengambil sel tunggal dari darah putih manusia. Setelah sel gizinya dilumpuhkan, sel darah putih itu disatukan dengan sel telur wanita percobaannya, sehingga terbentuklah janin manusia. Janin ini akan bertumbuh menjadi seorang manusia yang secara genetis persis dengan donornya. Pengklonan menghasilkan manusia kembar beda umur.

"Target saya adalah menciptakan kehamilan dua-bulan dalam waktu satu setengah tahun," kata Seed. "Itu bukan proyek yang sukar." Ia mengatakan, persiapan yang dilakukannya sudah mencapai antara 50-90 persen.

Beberapa orang yang mengenalnya secara dekat menggambarkan Seed sebagai seorang yang eksentrik dan meragukan kemampuan ilmuwan 60 tahun itu untuk mewujudkan proyek ambisius tersebut. Tapi beberapa yang lain berpendapat sebaliknya: bahwa ia menguasai teknik, serta komitmen filosofis terhadap sains radikal, untuk menaklukkan setiap tantangan.

"Richard Seed adalah seorang brilian," kata Harrith Hasson, kepala bagian obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Weiss Memorial Universitas Chicago, yang pernah bekerja sama dengan Seed. "Ia mungkin sedikit gila, namun kita semua perlu sedikit gila untuk sampai ke level itu. Dan jika ada orang yang bisa melakukan pengklonan terhadap manusia, maka orang itu adalah Richard Seed."

Saudara laki-laki Seed, Randolph Seed, seorang ahli bedah di Chicago, mengeluarkan pandangan serupa. "Ia memiliki latar belakang dan pengalam organisasi menyatukan orang dalam proyek biologi dan kedokteran yang kontroversial," katanya.

Di pihak lain, Ian Wilmut mengungkapkan adanya "persoalan keamanan yang serius" dalam upaya pengklonan manusia. Dalam percobaannya dengan domba, secara keseluruhan diperlukan 277 eksperimen untuk menghasilkan Dolly. Hanya 29 embrio yang bertahan hidup lebih lama dari 6 hari. Dan semua embrio itu mati, kecuali Dolly.

"Patutkah kita mempertimbangkan, dan bahkan membiarkan, percobaan semacam ini diterapkan terhadap manusia?" tanya Wilmut. Ia dan timnya secara tegas menyatakan, pengklonan manusia merupakan tindakan yang tidak etis. Memang, "dapat" dilakukan bukan berarti "patut" dilakukan. ***

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1