Kritik = Label Harga Pemimpin
Ketika
Sanbalat, orang Horon, dan Tobia, orang Amon, pelayan itu, dan Gesyem,
orang Arab, mendengar itu, mereka mengolok-olokkan dan menghina kami. (Neh.
2:19) "Saya tidak
habis pikir," kata teman saya, seorang pemimpin jemaat. "Sehabis
kebaktian saya sempat ngobrol dengan dia. Responnya bagus sekali.
Tapi, waktu kudengar dari orang lain, ternyata dia banyak sekali keluhan
terhadap saya." "Ada rumor
yang berkembang bahwa kalau dekat sama sesepuh-nya tim musik,
kita akan gampang masuk dan tampil," tulis seorang anggota jemaat
kepada pemimpin tim musik melalui email. Kritik, konon,
memang sudah merupakan 'label harga' bagi para pemimpin. Begitu kita
terlibat dalam suatu pelayanan, tak ayal akan muncul komentar,
pertanyaan, keluhan atau bahkan kecaman tajam, baik dari pihak luar
maupun dari kalangan sendiri. Kritik ini bisa disampaikan secara
langsung, bisa pula dibisik-bisikkan di belakang punggung. Masalahnya,
harus diakui, tidak gampang menangani kritik. Apalagi kalau kita sudah
mencampuradukkannya sebagai serangan pribadi. Kemungkinan besar kita
bingung dan frustasi karenanya, kadang-kadang pula terluka dan kepahitan.
Karena itu, penting bagi kita untuk belajar menyikapi kritik secara
bijaksana. Ketika hendak
beristirahat malam ini, barangkali Anda masih teringat kritik yang
dilontarkan terhadap pelayanan Anda. Marilah kita menguatkan kepercayaan
kita di hadapan Tuhan dan meminta hikmat dari-Nya. Dengan demikian, kita
tidak mengabaikan begitu saja kritik tersebut, tidak pula menjadi patah
semangat, namun bisa memetik pelajaran dari situ, untuk semakin maju
dalam pelayanan kita. *** © 2003 Denmas Marto |