Home | Film Favorit

Oliver & Company

Sutradara: George Scribner
Pengisi Suara: Joey Lawrence, Billy Joel, Cheech Marin, Richard Mulligan, Dom DeLuise, Carl Weintraub, Robert Loggia, Natalie Gregory, William Glover, Bette Midler
Tahun produksi: 1988

Ini film kesukaan anak-anakku (3 dan 1,5 tahun) minggu-minggu belakangan ini. Tentu saja mereka terpesona pada Oliver dan kanca-kancanya. Si sulung terpikat pula pada berbagai kendaraan yang muncul, khususnya mobil mikser (maksudnya, pengaduk semen) yang dinaiki Dogder pada awal cerita.

Bagiku, yang menarik perhatian adalah gambar latar dan musiknya, yang terasa nyempal dari pakem Disney. Kalau menontonnya langsung di tengah, bisa jadi Anda mengira ini animasi indie. Oke, kucing, anjing dan tikusnya masih "berbau" Disney; namun, saat menyimak latar tempatnya, satu kata langsung menyelinap ke benakku: Dickensian.

Tak meleset. Ternyata kisah ini diilhami Oliver Twist-nya Charles Dickens. Si Oliver, kali ini, adalah seekor anak kucing, dan tempatnya mengembara bukan London, melainkan jalanan kota New York. Digarap secara detil, dengan tarikan garis yang terkesan kasar (berbeda dengan gaya khas Disney yang cenderung halus dan manis), lanskap metropolitan ini terkesan pengap dan padat, menyembunyikan sudut-sudut yang muram dan gelap. Gaya pelukisan latar serupa sebenarnya sempat dielaborasi dalam The Rescuers (1977) dan kemudian sekuelnya, The Rescuers Down Under (1990). Raut wajah si penjahat dalam Down Under bahkan mirip dengan Sykes, antagonis film ini.

Kembali ke Oliver. Mengejar-ngejar Dogder yang mencuranginya, kucing yatim piatu ini terjeblos di sebuah gudang keropos di pelabuhan, ke tengah kawanan anjing yang meriah. Betapa tidak. Di situ ada Tito si Chihuahua jago dansa, Francis si bulldog penggemar Shakespeare ("Namaku Francis. Francis, bukan Frank atau Frankie"), Rita si anjing kampung bak diva, dan Einstein, anjing Great Dane linglung. Bisnis mereka: memulung barang -- syukur-syukur mendapatkan benda berharga -- di bawah pimpinan Fagin (ini manusia, lho), yang terlilit utang pada Sykes.

Tak perlu dipertanyakan lagi, kawanan ini segera lupa dengan pepatah "seperti anjing dengan kucing." Oliver mereka sambut dengan hangat. Kemudian terungkap, musuh mereka justru sesama anjing, namun berbeda spesies dan status sosial.

Roscoe dan DeSoto, dua doberman ganas musuh mereka, berprofesi sebagai bodyguard si lintah darat. Sementara kawanan anjing dan Oliver menghadapi keduanya, Fagin digocoh tanpa ampun oleh Sykes. Ia diberi waktu tiga hari untuk melunasi utang.

Saat ikut beraksi di jalanan, Oliver terbawa ke rumah Jenny, gadis kecil kesepian anak orang kaya. Di rumahnya sudah ada Georgette, pudel betina pesolek, yang tentu saja cemburu dengan kedatangan Oliver. Belitan plot akhirnya menyeret Jenny dan Georgette ke dalam petualangan Oliver dan kawan-kawan menghadapi Sykes.

O ya, aku tadi menyinggung musiknya. Lagu-lagu yang menyela kisah ini amat funky. Nomor mengundang senyum tak ayal adalah Why Should I Worry, yang didendangkan Dogder sambil mengenakan kacamata gelap dan berkalung sosis! Sederetan anjing cewek membuntuti jagoan sok ganteng ini sampai lalu-lintas benar-benar macet. Dengan Perfect Isn't Easy, Georgette mendapat jatah membengkokkan adegan Cinderella: mandi sambil bernyanyi, dibantu burung-burung berwarna biru.

Oliver & Company memang tidak hebat-hebat amat -- tidak masuk dalam jajaran "divisi utama" khasanah animasi Disney. Toh, sebagai kisah petualangan, ia menawarkan berbagai adegan seru. Kejar-kejaran pada bagian klimaks tak kalah mendebarkan dari The French Connection. Untuk sebuah cerita anak-anak, hukuman yang menimpa si penjahat tergolong kejam -- sengeri yang menimpa Sang Ratu dalam Snow White and the Seven Dwarfs.

Namun, justru adegan-adegan khidmatlah yang membuat film ini memancarkan sentuhan insaniah (atau anjingiah?) menawan. Sehabis Fagin digertak oleh Sykes, kawanan anjing itu segera berebut menenteramkannya. Ada yang menyelimuti, ada yang menggeser lampu baca, mengelilinginya, meminta dibacakan dongeng. Uh, rasanya ingin ikut-ikutan bergelung di tengah-tengah mereka.

Perlu digarisbawahi pula sosok Jenny. Ia lebih dari sekadar gadis kecil yang manis; ia sungguh-sungguh berbudi luhur. Aku benar-benar tertegun saat ia menyambut hadiah ulang tahun 'istimewa' (bandingkan kado-kado itu dengan benda-benda mewah di rumah besarnya!) yang dibawa teman-teman barunya. Potret sikap tahu berterima kasih yang amat tulus, tanpa hiasan, dan karenanya begitu menohok.

Akhirnya, film ini tidak dimanis-maniskan dengan kisah kere munggah bale (orang melarat mendadak kaya-raya). Hanya Oliver yang tinggal bersama Jenny; Fagin dan kawanan anjingnya kembali ke jalanan. "Namun, untuk seekor kucing, ada satu ruang dalam kawanan ini. Sebagai Wakil Presiden!" pesan Dogder sambil melenggang pamit. *** (01/05/2004)

Home | Film Favorit | Email

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1