Home | Renungan

Mempertahankan Kelakuan Kita Bersih

Minggu-minggu ini di tengah-tengah kita ditekankan kembali masalah ketaatan terhadap firman Tuhan. Perikop-perikop yang menjadi pokok pembicaran adalah Mazmur 19 dan Mazmur 119. Dalam kedua pasal itu, firman Tuhan diuraikan dengan berbagai sebutan -- Taurat (hukum), peringatan (kesaksian), ketetapan, titah, janji, dsb.-- dan dijelaskan bagaimana manfaatnya bila kita berpegang pada dan hidup menurut Firman-Nya tersebut.

Pernahkah muncul dalam benak Anda pertanyaan ini: "Mungkinkah kita hidup menurut Firman Tuhan? Benarkah apa yang dikatakan Alkitab?" Ternyata, pertanyaan ini biasanya muncul didorong oleh pengalaman kegagalan yang pernah kita alami. Dan, seperti kita pelajari bersama, ini termasuk salah satu stronghold atau benteng yang akan diduduki musuh untuk menghambat kemajuan kehidupan rohani kita. Saya sendiri mengalami hal ini. Rasanya hidup ini terputar dari satu kegagalan ke kegagalan lain!

Namun demikian, seribu kegagalan kita tidak pernah membuktikan ketidakbenaran Firman Tuhan. Kalau ada kegagalan, itu adalah masalah kita, bukan masalah Firman Tuhan. Kita perlu memeriksa jalan hidup kita.

Saya sangat dikuatkan dengan apa yang baru-baru ini saya baca dari buku Francis Frangipane, Holiness, Truth and the Presence of God "Kekudusan, Kebenaran dan Hadirat Allah". Dalam bab yang berjudul "Keeping Your Way Pure" (Mempertahankan Kelakuaan Anda Bersih), ia membagikan kebenaran berdasarkan Mazmur 11:9-11.

Ia antara lain menuliskan demikian: Pemazmur tidak bertanya, "Dapatkah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih?" seolah-olah kemurnian hati adalah sesuatu yang mustahil bagi seorang muda. Sebaliknya, ia bertanya, "Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakukannya bersih?" Kemurnian hati dapat diraih dan dipertahankan apabila kita terus berada dalam persekutuan dengan Firman Allah.

Berapa pun umur kita, kita dapat mempertahankan kelakukan kita bersih dengan "menjaganya sesuai dengan firman (Allah … yang disimpan) dalam hati" (Mzm. 119:9,11). Kita perlu lebih dari sekadar mengetahui beberapa ayat Alkitab. Kita perlu menyediakan ruang di dalam hati kita untuk menyimpan Firman Allah yang Hidup sebagai harta karun yang paling berharga. (h. 47-48).

Saya teringat pada surat kedua Paulus kepada jemaat di Korintus. Pada salah satu bagian ia mengatakan, bagaimana ia telah berbicara terus terang kepada mereka dan hatinya terbuka lebar-lebar bagi mereka. Saya seperti disadarkan, bahwa ini sebenarnya lebih dari sekadar permohonan pribadi Paulus kepada jemaat Korintus. Ini adalah seruan hati Tuhan sendiri bagi kita semua.

Tuhan telah berbicara terus terang kepada kita, "dalam pelbagai cara … dengan perantaraan nabi-nabi… [dan] pada akhir zaman ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya." (Ibr. 1:1,2). Hati-Nya juga terbuka lebar-lebar bagi kita, penuh dengan kekayaan kemurahan, kesabaran dan kelapangan hati, untuk menuntun kita bertobat dan kembali kepada-Nya (lihat Roma 2:4). Dan inilah yang menjadi seruan hati-Nya terhadap kita semua: "Bukalah hatimu selebar-lebarnya!" (2 Kor. 6:13).

Seberapa lebar kita membuka hati kita, seberapa luas kita menyediakan tempat di dalam hati kita untuk menyimpan janji-janji-Nya? Kita tidak mungkin membiarkan hati kita kosong. Hati kita pasti akan terisi sesuatu. Kalau bukan Allah dan Firman-Nya, maka dusta dan kesia-siaanlah yang akan memenuhinya. Kitalah yang harus menentukan pilihan.

Dengan demikian, ayat-ayat selanjutnya (2 Kor. 6:14-16) dapat diterapkan sebagai berikut: Dapatkah kebenaran dan kedurhakaan tersimpan bersama-sama di dalam hati kita? Mungkinkah terang dan gelap bersatu di dalam hati kita? Akankah kita membiarkan anak-anak perhambaan dan anak merdeka itu bertumbuh besar bersama-sama? Akankah kita membiarkan semak duri kekhawatiran, kekayaan dan kenikmatan hidup menghimpit pertumbuhan firman yang telah ditaburkan ke dalam hati kita?

Untuk menghindarkan hal tersebut, Firman Tuhan dengan tegas memerintahkan sebagai berikut: "Keluarlah kamu dari antara mereka, pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis" (2 Kor. 6:17).

Melalui perintah inilah kita akan masuk ke dalam janji ini: "Aku akan menerima kamu. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku perempuan, demikianlah firman Tuhan,Yang mahakuasa!" (2 Kor. 6:18). Betapa besar dan berharganya! Kita menjadi milik-Nya! Adakah yang bisa menggantikan penghargaan ini?

Janji semacam inilah yang mendorong Daud menulis, "Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau" (Mzm. 119:11).

Paulus pun menyatakan hal yang sama. "Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kit sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekdudusan kita dalam takut akan Allah" (2 Kor. 7:1).

Demikian pula dengan rasul Petrus. "Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia" (2 Petr. 1:3-4).

Ayat-ayat di atas menegaskan, bahwa kita bertanggung jawab untuk mempertahankan kelakuan kita bersih. Tuhan telah menyediakan jalan yang mungkin kita tempuh, dan memberikan anuberah yang akan memampukan kita untuk tetap bertahan di jalan itu. Jadi, pertanyaannya memang bukan "Dapatkah kita hidup menurut Firman Tuhan?" melainkan, "Maukah kita hidup menurut Firman Tuhan dan mempertahankan kelakuan kita bersih?" *** (Gelora, 23/02/1997)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1