Home | Renungan

Tentang Pertobatan

Tetapi hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah, supaya, sama seperti dosa berkuasa dalam alam maut, demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. -- Roma 5:20-21

Bagaimana mungkin orang yang percaya kepada Tuhan masih mau tinggal di kandang babi? Mengapa orang yang ikut Tuhan masih bisa kompromi, jatuh-bangun dalam dosa, bahkan murtad dan kembali ke dunia? Apanya yang tidak beres?

Untuk menjawabnya, mari kita bandingkan kampanye penginjilan modern dengan berita yang disampaikan Yesus 2000 tahun yang lalu. Tantangan yang sering disampaikan dalam KKR dewasa ini adalah, "Mari, ikut Yesus! Percaya saja dan engkau akan selamat! Datanglah! Terimalah Yesus!" Ketika Yesus mulai memberitakan Injil di Galilea, berita yang disampaikan-Nya adalah, "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!" (Markus 1:15).

Anda melihat suatu perbedaan yang sangat esensial dalam kedua berita tadi?

Penginjilan modern mengabaikan satu unsur pokok yang harus dialami seseorang sebelum mengikuti Tuhan. Orang cukup percaya, kemudian semuanya akan beres begitu saja. Penginjilan semacam ini hanya akan menghasilkan orang-orang KTP (Kriten Tanpa Pertobatan).

Bukan seperti itu Injil Yesus Kristus. Yesus memerintahkan (camkan: memerintahkan, bukan menyarankan) kita untuk bertobat terlebih dahulu, baru kemudian kita bisa percaya. Tanpa pertobatan sejati, tidak mungkin kita percaya dan mengenal Tuhan.

Apakah sebenarnya pertobatan itu? Pertobatan bukanlah perasaan, bukan suatu luapan emosi. Kita tidak bertobat karena terjepit masalah dan ingin ikut Tuhan. Kita tidak bertobat karena mengharapkan kehidupan yang berkelimpahan. Ketakutan akan kematian, ketakutan akan neraka, tidak akan membangkitkan pertobatan yang sejati. Bahkan menjadikan Yesus sebagai Tuhan, bukan sekadar sebagai Juruselamat, juga tidak identik dengan pertobatan.

Di dunia, kesadaran akan dosa merupakan hal yang langka. Yang terjadi orang justru semakin senang melakukan dosa. Bila dosa semakin banyak, orang akan semakin tumpul perasaan bersalahnya. Bila ada orang yang melanggar hukum (Tuhan), hal itu justru akan memperlicin jalan orang berikutnya untuk mengikuti pelanggarannya. Mereka tidak sadar kalau itu dosa. Mereka menikmati dosa itu. Orang itu tidak malu-malu lagi melakukan pelanggaran.

Karena itulah, tidak cukup bagi kita hanya percaya pada Yesus. Kita bisa percaya pada Tuhan, tapi masih menginginkan dosa. Kita bisa membaca Alkitab, tetapi tidak merasa bersalah dengan dosa-dosa kita. Kita bisa memuji dan menyembah Tuhan, dan merasa diri kita cukup baik dibandingkan orang-orang lain. Kalau kehidupan Kristen seperti itu, kita tertipu!

Tanpa adanya pertobatan yang sejati, lahirlah jenis orang yang salah kaprah: "Orang Kristen suam-suam kuku". Tanpa pertobatan yang sejati, orang akan kompromi, jatuh baangun dalam dosa, murtad dan kembali ke dunia.

Pertobatan yang sejati tergambar dengan gamblang dalam perumpamaan anak yang hilang. Sewaktu masalah menimpanya, anak itu belum bertobat. Ia bekerja. Ini gambaran khas manusia. Ketika terjepit oleh keadaan, ia berusaha mencari jalan keluar sendiri. Menjadi penjaga babi - menderita sedikit tak apalah, yang penting 'kan survive. Sampai di situ ia belum bertobat.

Anak yang hilang itu mengalami pertobatan sewaktu ia "menyadari keadaannya" (Lukas 15:17). Dari kesadaran tersebut, ia memutuskan untuk meninggalkan kandang babi itu, bangkit dan pergi kepada bapanya. Saat itu bapanya belum ada di depannya. Namun, ia telah mengambil suatu keputusan yang bulat, pikirannya sudah berubah, dan ia pun bertindak berdasarkan keputusan tersebut. Itulah pertobatan!

Pertobatan dimulai sewaktu kita menyadari bahwa dosa adalah dosa, bahwa dosa itu jahat, melanggar hukum Allah. Kita melihat hukum Allah, dan menyadari hukuman atas pelanggaran kita. Kesadaran akan dosa ini membangkitkan takut akan Allah. Dari sinilah munculnya pertobatan yang sejati. Dari sinilah kita akan mengerti apa yang dimaksudkan Roma 5:20-21: Setelah Hukum Taurat ditambahkan, "kasih karunia menjadi berlimpah-limpah" dan "kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, oleh Yesus Kristus, Tuhan kita". Kembali pada anak yang hilang tadi, sewaktu ia datang kepada bapanya dalam pertobatan sejati, di situlah ia mendapatkan kasih karunia demi kasih karunia, kemurahan demi kemurahan, anugerah demi anugerah. Ya, kasih karunia berlimpah-limpah hanya akan terjadi bila ada pertobatan sejati.

Pertobatan yang sejati merupakan dasar yang teguh dan meterai bagi kehidupan Kristen kita. Itulah yang membuat kita tidak akan berpaling kembali kepada dosa dan dunia. "Tetapi dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: 'Tuhan mengenal siapa kepunyaan-Nya' dan 'Setiap orang yang menyebut nama Tuhan hendaklah meninggalkan kejahatan'" (2 Timotius 2:19). *** (Berdasarkan khotbah Bpk. Eriel Siregar, 10/09/2000)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1