Home | Renungan

Relakan Hatimu

Tampaknya Roh Tuhan belum mau kita beranjak dari pertobatan murni. Khotbah-khotbah keras yang disampaikan Ibu Indri sepanjang minggu lalu tentunya tidak akan kita biarkan menguap begitu saja. Tugas kita sekarang adalah mencerna makanan keras tersebut, sehingga kebenaran itu bisa menjadi kebenaran yang dinyatakan bagi kita dan memerdekakan kita.

Yang mungkin masih menjadi pertanyaan adalah: Bagaimana sih bertobat murni itu?

Kalau ditanyakan pada Denmas Marto, kula nggih mboten ngertos, tidak tahu.

Pertobatan murni. Apakah itu meninggalkan majalah dan koran, lalu suntuk menekuni Alkitab? Apakah itu berarti mengurangi fellowjit (fellowship plus saling pijit), dan serba mengurung diri di kamar, berdoa? Apakah bertobat berarti murung akibat berduka, sehingga tidak agresif lagi dalam pelayanan? Saya rasa, bagi kita semua cukup jelas: bukan, bukan itu. Pertobatan murni tidak berbicara tentang perubahan lahiriah. Yang harus berubah adalah hati kita, bukan penampilan kita.

Iya, tapi bagaimana? Bagaimana itu bisa terjadi?

Ketika membaca tentang Yesus dicobai di padang gurun, saya merasa salah satu poinnya dapat diterapkan dalam masalah pertobatan murni ini. Para penulis Injil menyatakan bahwa Yesus dibawa ke padang gurun "oleh Roh". Seperti itu juga dengan pertobatan murni. Pertobatan adalah anugerah Tuhan. Kita juga harus dibawa oleh Roh ke tempat itu. Berusaha dengan kekuatan sendiri justru akan membuat kita berakhir di tempat yang itu-itu juga: agamawi.

Jadi, kita tidak perlu membuat apa-apa?

Tuhan cuma menuntut satu hal dalam hal ini. Seperti yang dikatakan-Nya kepada Jemaat di Laodikia, "Relakanlah hatimu dan bertobatlah!" (Wahyu 3:19). Itulah sebabnya, ketika bertobat Daud antara lain berdoa, "Lengkapilah aku dengan roh yang rela" (Mazmur 51:14). Kalau dipikir-pikir, kadang-kadang Tuhan itu lucu. Dia menyuruh kita merelakan hati. Padahal, kita tidak bisa rela hati kalau tidak diperlengkapi dari atas, oleh Dia. Jadi, sebenarnya kita memang tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan kata lain, sebenarnya Tuhan mengatakan, "Bersandarlah sepenuhnya kepada-Ku!"

Praktisnya? (Ih, ini kok ngeyel sih, tanya terus!)

Praktisnya -- ya, jalan seperti biasa, tetap melayani dengan berapi-api, bahkan semakin rajin. Yang mesti berubah bukan yang di luar itu. Hati kita yang harus berbalik! Bukan pelayanan, bukan kesibukan, bukan apa saja yang menjadi fokus kita -- tetapi Dia! Hati kita terpaut kepada-Nya. Denmas Marto, misalnya. Sekalipun setiap hari tetap berkutat di depan komputer, namun "mataku tertuju pada kasih setia-Mu, dan aku hidup dalam kebenaran-Mu" (Mazmur 26:7). Artinya, mengingat bahwa God is good all the time ...

Yang penting di sini ialah: "iman yang bekerja oleh kasih" (Galatia 5:6). *** (27/10/1996)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1