Home | Renungan

Tentang Kemerdekaan

Sahabat, apakah kemerdekaan itu?

Kemerdekaan -- orang telah membayarnya dengan darah dan air mata, "esa hilang, dua terbilang". Namun, sejarah bercerita, pergulatan manusia untuk melepaskan diri dari belenggu sering hanya membawanya ke dalam belenggu yang lain. Kemerdekaan -- adakah itu sesuatu yang semu, sebuahh utopia, ataukah sungguh-sungguh ada? Di manakah kemerdekaan yang sesungguhnya? Pergumulan umat manusia untuk terlepas dari belenggu penindasan ke dalam kemerdekaan telah menjadi sejarah panjang.

Itu cuplikan bunyi selebaran spesial yang kita lepaskan menyambut Kebaktian Umum bersama Rusty Russel, yang bertepatan dengan peringatan kemerdekaan RI.

Benar. Kalau kita membuka-buka sejarah, umat manusia seperti tak henti-hentinya bergulir dari belenggu yang satu ke belenggu yang lain. Revousi Prancis menentang kaum borjuis justru melahirkan pemerintahan teror yang berujung pada kekuasaan otoriter Napoleon Bonaparte. Revolusi Bolshewik untuk melepaskan diri dari kekuasaan tsar malah membawa Rusia ke dalam cengkeraman komunisme di bawah Stalin.

Bagian lain sejarah juga memperlihatkan pertarungan tak kunjung berakhir antara pihak yang hendak menindas manusia dan pihak yang memperjuangkan kemerdekaan. Charles C. Coffin dalam The Story of Liberty mencatat, sewaktu penindas berupaya menjalankan rencananya, dan mendapatkan apa yang dimauinya, ada kekuatan lain yang diam-diam bekerja, dan pada waktunya menghancurkan rencana tersebut -- sebuah tangan Ilahi yang melancarkan rencana penangkis. Dari sinilah terpancar pengharapan akan kemerdekaan yang sesungguhnya.

Kemerdekaan yang sesungguhnya tidak dimulai dengan perjuangan bersenjata. Ada Satu Orang yang benar-benar sanggup membawa kita ke dalam kemerdekaan, dan Ia memulainya dari dalam diri kita. Pemerdekaan dimulai dengan pembebasan dari belenggu Iblis dan dosa. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka" (Yohanes 8:34-36). Kemerdekaan sejati dimulai di sini.

Lima puluh tiga tahun sudah negeri kita terbebas dari belenggu kolonialisme. Namun kita menyadari, terlebih dalam menghadapi krisis berkepanjangan sekarang ini, ternyata negeri ini belum sepenuhnya merdeka. Apakah yang sanggup melepaskan kita?

Orang-orang Kristen seharusnya bersikukuh, bahwa dengan semakin meluasnya pembebasan atas belenggu Iblis dan dosa, akan terjadi pula pembebasan atas belenggu politik dan ekonomi. Kekristenan menghasilakan buah yang baik dalam setiap area kehidupan. Kita seharusnya tidak membatasi penyembuah yang Allah sediakan hanya bagi jiwa orang-orang yang telah diselamatkan. Kesembuhan jiwa yang dialami seseorang akan mempengaruhi setiap asspek kehidupannya, dan dari sana akan mempengaruhi pula masyarakat secara luas.

Allah bekerja melalui umat tebusan-Nya untuk mengubah dunia sekarang ini dengan Injil keselamatan dan kerja kuasa Roh Kudus. Barulah sesudah itu dunia akan dimerdekakan, dilepaskan sepenuhnya dari belenggu dosa. Dengan kata lain, tugas pemerdekaan ini tertanggung atas pundak kita, bala tentara-Nya.

Harganya? Seluruh hidup kita! Bukankah Kristus telah mati untuk kemerdekaan kita? Kalau kita ingin melayani kehendak Allah bagi generasi ini … untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan yang telah datang" (Lukas 4:18-19), kita harus -- memakai istilah khotbah minggu lalu -- menginvestasikan seluruh kehidupan kita bagi pelayanan pemerdekaan ini. *** (16/08/1998)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1