Home | Renungan

Membawa Kerajaan Allah

Apa yang terjadi di balik Revolusi Industri di Inggris (sekitar tahun 1760-an) memberikan suatu pelajaran berharga. Indrustrialisasi saat itu yang belum disertai pembangunan infrastruktur yang memadai menimbulkan sejumlah masalah sosial. Kawasan kumuh bermunculan di London dan kota-kota industri lainnya. Selain itu, terjadi pula eksploitasi atas wanita dan anak-anak, serta kesenjangan mencolok antara golongan kaya raya dan sekian banyak rakyat jelata yang sengsara. Jam kerja para buruh mencapai dua belas hingga enam belas jam per hari.

Seiring dengan itu, semangat demokrasi bertiup kian kencang. Perubahan populasi akibat arus urbanisasi antara lain mendorong dilakukannya reformasi dalam sistem perwakilan parlemen.

Di tengah situasi itulah George Whitefield (1714-1770) dan John Wesley (1703-1791) bangkit menyulut kebangunan rohani di Inggris. Dengan kuat mereka menantang orang-orang untuk bertobat, dan ribuan orang diselamatkan. Selain itu, kedua penginjil ini menekankan pula pentingnya reformasi politik, pendidikan dan ekonomi.

Mengenai Wesley, Howard A. Snyder mengungkapkan, "Berkhotbah kepada para pekerja tambang Kingswood, Wesley menyentuh golongan yang menjadi korban paling parah dalam industrialisasi. Dan, apa yang dilakukannya sangatlah fenomenal. Wesley bekerja tanpa kenal lelah untuk kesejahteraan rohani dan kesejahteraan materiil mereka. Ia antara lain membuka klinik gratis, mendirikan semacam koperasi simpan-pinjam serta membangun sekolah dan panti asuhan. Pelayanannya meluas hingga menjangkau para pekerja tambang timbal, pelebur besi, perajin kuningan dan tembaga, pekerja galangan kapal, buruh tani, tahanan dan wanita buruh pabrik.

Bagi orang-orang ini -- korban-korban masyarakat -- Wesley menawarkan kabar baik Yesus Kristus. Namun, lebih dari itu, Wesley juga membina mereka melalui suatu persekutuan yang erat. Di situ, mereka digembalakan dan diberi pelatihan kepemimpinan. Wesley juga berusaha untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka. Upaya-upayanya antara lain mencakup alternatif ekonomi yang kreatif. Selain itu, melalui tulisan-tulisannya yang tajam dan tersebar luas, ia mendesak dilakukannya reformasi-reformasi mayor lainnya. Ia menegaskan bahwa "secara terbuka berdiri menentang segala kefasikan dan ketidakadilan yang melanda negeri kita seperti banjir adalah salah satu cara yang paling mulia untuk mengakui Kristus di hadapan musuh-musuh-Nya" (dalam Francis A. Schaeffer, A Christian Manifesto, h. 64-65).

Dampak sosial kebangunan rohani yang disulut oleh Whitefield dan Wesley inilah, seperti dicatat oleh sejarahwan Cambridge, J.H. Plumb, yang telah menyelamatkan Inggris, sehingga revolusi di negeri itu tidak berakhir seperti Revolusi Perancis yang diwarnai banjir darah.

Nah, bisa melihat relasi khusus di atas dengan topik Kerajaan Allah yang lagi hangat-hangatnya kita bicarakan! Semacam itulah kalau Kerajaan Allah in action. Melalui gereja, Kerajaan Allah dinyatakan dan mengubah berbagai aspek kehidupan masyarakat, menjadi penentu jalannya sejarah.

Dalam kehidupan bangsa kita saat ini -- ketika "reformasi" menjadi kata ajaib yang diharapkan orang membawa keadan yang lebih baik bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat -- reformasi model Kerajaan Allah inilah yang menjanjikan pengharapan yang pasti. Dan kita dipanggil untuk menjadi agen reformasi tersebut.

Bukankah "Kerajaan Allah ada diantara kamu" (Lukas 17:21)? Kita membawa Kerajaan itu! Dengan kata lain, kita adalah duta besar Kerajaan Allah. Kehadiran kita merepresentasikan Kerajaan itu. Tuhan mau kita mengambil alih setiap area kehidupan dengan kuasa Kerajaan itu. Paulus mengatakan, "Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang kudus akan menghakimi dunia?"

Implikasinya, seperti dalam catatan minggu lalu, kita harus membuang konsep yang memisahkan kehidupan menjadi yang "rohani" dan yang "sekuler" -- bagaimana kita bisa menghakimi sesuatu kalau kita tidak menguasai pokok persoalannya? Kita perlu kompeten dalam kedua bidang tersebut. Seperti dikatakan Pak Eriel dalam kelas kepemimpinan kemarin, jangan menjadi "jago kandang": kalau di gereja teriak-teriak, tapi kalau di kampus bungkam. Sebalikanya, sebagai pembawa Kerajaan Allah, seharusnya kita menyatakan Kerajaan itu di manapun kita berada.

Segala sesuatu yang kita terima di tengah-tengah jemaat adalah semacam pembekalan atau pelatihan. Gelanggang pertandingan yang sebenarnya ada di luar sana: sekolah, kampus, tempat kerja, masyarakat.

Kita perlu menekuni firman Tuhan dan menyelidiki prinsip-prinsip Allah untuk berbagai bidang kehidupan: keluarga, pendidikan, ekonomi, pemerintahan, kesenian, dan sebagainya. Dengan demikian, kita bisa berdiri untuk menyatakan nilai-nilai Kerajaan Allah ke tengah-tengah masyarakat.

Kalau pada zaman Wesley dan Whitefield bisa terjadi reformasi secara luar biasa, kita percaya pada zaman akhir ini hal serupa dapat berlangsung secara lebih dahsyat. Bukankah, ketika berbicara tentang Rumah-Nya, Tuhan menyatakan, "kemegahannya yang kemudian akan melebihi kemegahannya yang semula" (Hagai 2:10). *** (31/05/1998)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1