Home | Renungan

Antara Mesbah dan Warisan

Janda dari Sarfat. Perempuan Samaria. Perempuan-perempuan tanpa nama. Orang-orang yang tidak diperhitungkan. Namun, mereka justru menjadi orang kunci yang menyulut kebangunan rohani di kota dan di bangsa mereka. Karena mereka berani berkata "ya" ketika Tuhan memerintahkan mereka untuk mempersembahkan yang paling berharga!

Dalam kedua kisah perempuan tadi terlihat, bagaimana Tuhan sering menerobos ke dalam kehidupan kita dengan cara yang, khususnya menurut tata krama orang Timur, tidak sopan. Bayangkan saja! Seorang nabi yang gemuk sehat-walafiat (karena oleh Tuhan tetap dicatu makanan melalui burung gagak ketika bangsanya dilanda kelaparan) mendatangi perempuan janda yantengah mempertahankan hidupnya dengan tepung terakhir yang tersisa dirumahnya. Dan perempuan itu diperintahkan untuk melayani nabi itu terlebih dahulu!

Demikian juga Yesus. Ia tidak meminjam timba pada perempuan Samaria itu dan mengambil air sendiri; Ia memerintahkan perempuan itu untuk mengambilkan air bagi-Nya! Orang sekarang tentu akan memandang sikap semacam itu sebagai tidak macho, tidak gentleman. Namun, betapa tidak terduganya pengujian itu!

Seperti dikatakan Mark Altrogge dalam sebuah lagunya, "In the presence of a holy God...He reveals the secrets of my heart, I am shaken to the core." Ia langsung menembus ke bagian terdalam dari dalam hati kita, dan menyingkapkan isi hati kita yang sebenarnya. Indahnya, dalam diri kedua perempuan itu ditemukan ketaatan, kerendahan hati. Meskipun sempat bergumul, mereka menjawab "ya" pada perintah Tuhan.

Ketaatan dan kerendahan, demikian Pastor George dalam khotbahnya, adalah kunci untuk mendapatkan warisan yang dijanjikan Allah. Ketika kita dilahirkan kembali, kita menjadi milik Kristus. Dan sebagai milik Kristus, kita juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah. Namun demikian janji itu tidak akan jatuh dari langit begitu saja. Tidak. Kita harus merebutnya!

Nah, apakah janji yang menjadi milik pusaka kita? Apa yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham, yaitu bahwa keturunan kita akan menjadi tak terbilang banyaknya. Sesuai dengan perintah orisinal itu, kita akan berbuah, berlipat ganda, berkuasa, menaklukkan bumi dan memenuhinya. Kita akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Dalam Mazmur 2:8 dikatakan, "...bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu, dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu." Itulah warisan kita!

Kehidupan kedua perempuan tadi memperlihatkan bagaimana kita dapat mewarisi janji tersebut. Dalam 1 Petrus 5:6 dikatakan, "Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya." Pada masa hidup janda dari Sarfat itu, atmosfir kerohanian bangsa itu dilingkupi dengan penyembahan berhala, keegoisan, pemberontakan. Kalau kemudian terjadi terobosan luar biasa di tengah Israel, itu adalah karena ada seorang perempuan yang memiliki hati seorang hamba, kerendahan hati dan kemurahan hati kepada Tuhan. Pengorbanan berdasarkan kataatanlah yang sanggup menghancurkan benteng-benteng yang membelenggu bangsa itu. Roh kerendahan hati itulah yang sanggup membawa dan menyulut kebangunan rohani.

Merendahkan diri di bawah tangan Tuhan yang kuat berarti kita harus mendirikan mezbah bagi Tuhan dan mempersembahkan diri kita di atasnya. I surrender all, kata sebuah lagu. Tuhan menghendaki kita menyerahkan diri secara total. Seperti Abraham diperintahkan untuk meninggalkan negeri, sanak saudara dan rumah bapanya, kita juga harus meninggalkan apa yang menjadi jaminan hidup, identitas diri, rasa aman dan masa depan kita. Seorang sahabat saya memajang tulisan ini di dinding kamar kosnya, "I want to hide in the shaddow of your wings until I am nothing and You are everything." Ya, kita perlu bersandar sepenuhnya pada Tuhan, sampai Dia menjadi segala-galanya dalam kehidupan kita.

Terobosan-terobosan dalam kehidupan kita terjadi secara bertahap. Setiap kali Tuhan akan menuntut pengorbanan yang semakin besar. Bila dalam setiap tahap kita mengatakan "ya" terhadap perintah Tuhan, maka Dia akan menyelesaikan bagian selanjutnya. Perlu diperhatikan, bahwa setiap kali Tuhan memerintahkan kita untuk membangun mezbah dan menyerahkan hal yang paling berharga dalam kehidupan kita, Ia tidak pernah bermaksud merampok kita, sebaliknya Ia sangat ingin memberkati kita! *** (03/08/1997)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1