Home | Renungan

Tanah yang Lebih Tinggi

Cukup lama A Mild melenggang sendirian mulai dari "How low can you go?" sampai "Bukan basa-basi." Belakangan muncul tandingan dari L.A. Lights yang menguarkan, "Rendah tar, rendah nikotin. Dapatkan rasanya." Dan yang terkini, Star Mild berkibar-kibar menimpali, "Lower than the low."

What?! Anda melihat benang merah dari rentetan promosi tersebut? Tidak keliru, itulah pola dosa.

Dosa membujuk kita dengan mempersempit ruang risiko dan memperbesar ruang kenikmatan, supaya kita bisa "mendapatkan rasanya." Namun, jelas pula (entah, para penulis iklan ini sadar atau tidak ketika menyusunnya), ia menunjukkan ke mana semuanya itu berarah: lower, alias semakin rendah dan semakin rendah. Sampeyan mau tahu jalan apa itu? Itulah "jalan yang paling aman menuju ke Neraka," yang oleh C.S. Lewis digambarkan sebagai, "jalan yang menurun secara bertahap - pelan-pelan, tidak membuat kaki capek, tanpa kelokan-kelokan tajam yang mendadak, tanpa tanda-tanda penunjuk arah yang jelas."

Ingat top hit zaman Sekolah Minggu dulu? "Di dalam dunia, ada dua jalan. Lebar dan sempit, boleh kaupilih...." Betul. Ada pilihan lain. Ada jalan yang berbeda. Bukan Lawang Sewu (Pintu Seribu) seperti di Semarang sana, melainkan cuma dua pilihan. Dan yang satu ini kurang populer, tidak dipropagandakan dengan kain rentang dan baliho besar-besar. Namun, sangat mungkin Yesus berteriak waktu mengabarkannya. "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!" seru-Nya. "Karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sesaklah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatkannya" (Lukas 13:24; Matius 7:13-14).

Ini memang bukan jalan yang lebar terbentang dan mempersilakan, "Lakukanlah apa yang kausuka." Di sini kita akan berhadapan, antara lain dengan sepuluh perintah, yang delapan di antaranya diawali dengan "jangan!" Artinya, kalau kita mau menempuh jalan ini, banyak rambu-rambu yang mempersempit ruang gerak kita.

Minggu lalu banyak dibicarakan perbedaan antara kehidupan di lembah dan di gunung. Perbedaan keduanya sejajar dengan perbedaan antara jalan yang lebar dan jalan yang sempit. Hidup di lembah, orang bisa seenaknya, liar. Adalah di lembah orang-orang Israel mbalelo, memberontak dan membuat patung lembu emas. Adalah di lembah terkapar tulang-tulang kering yang dilihat Yehezkiel itu. Sebaliknya, tidak banyak orang yang tahan tinggal di gunung, kawasan yang sempit dan berkadar oksigen tipis. Namun, di gununglah Elia berjaya dan menyembelih nabi-nabi Baal. Pegunungan pula yang dituntut oleh Kaleb sewaktu memasuki Kanaan. Dan yang terpenting, rumah Allah kita, kediaman Yang Mahakudus, ada di Sion, di gunung!

Mengingat itu semua, sebenarnya Mazmur 122:1 adalah suatu tantangan yang perlu diperhatikan dengan serius. "Aku bersuka cita, ketika dikatakan orang kepadaku: 'Mari kita pergi ke rumah Tuhan.'" Benarkah Anda bersuka cita bila diajak pergi ke rumah Allah? Karena ke rumah Allah berarti naik gunung! Naik gunung berarti meninggalkan lembah mediokritas (sikap hidup yang biasa-biasa saja), menapak ke tanah yang lebih tinggi, dengan standar dan kualitas hidup yang terus-menerus makin naik. Ini sama saja dengan mengulurkan tangan dan membiarkan diri kita diikat dan dibawa ke tempat yang tidak kita kehendaki. Ini kawasan yang sempit; untuk memasukinya, dituntut kekuatan dan kesiapan ekstra.

Rasul Petrus, salah seorang murid yang ikut naik ke Gunung Transfigurasi itu, menguraikan perjalanan naik gunung ini dengan sangat gamblang. "Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup yang saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu dapat mengambil bagian dalam kodrat ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi yang membinasakan dunia. Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih kepada semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita. Tetapi barangsiapa tidak memiliki semuanya itu, ia menjadi buta dan picik, karena ia lupa, bahwa dosa-dosanya yang dahulu telah dihapuskan" (2 Petrus 1:3-9).

Saat ini, kita naik ke gunung bukan untuk membangun kemah di sana, melainkan untuk turun lagi, melayani orang dan membawa mereka naik. Sampai suatu saat, Yesaya 2:2-3 akan digenapi, dan segala bangsa akan berduyun-duyun mengalir naik ke gunung tempat rumah Tuhan. Bayangkan betapa kuatnya daya magnet gunung Tuhan saat itu!

Naik ke gunung Tuhan - pilihan yang tidak gampang. Tapi, Anda berani menerima tantangan, 'kan? *** (15/09/1996)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1