Home | Renungan

Telinga

Bangsa yang mengembangkan budaya mendengar dalam masyarakatnya akan menjadi tangguh, unggul dan jaya. Karena melalui budaya itulah kita dapat mengambil daya dan pengetahuan dari apa yang didengar. Budaya mendengar merupakan suatu tradisi yang amat baik untuk terus dikembangkan. Kalau ada manusia tidak mampu lagi mendengar dengan baik, maka ia bukan pribadi yang akan berkembang dengan baik.

Hal itu ditegaskan oleh mantan KSAD, Jenderal TNI (Purn) Wismoyo Arismunandar dalam sarasehan pewarisan purnawira di lingkungan Akmil, Magelang, Jumat 10 November lalu (Kompas, 13/11). Denmas Marto mengangguk-angguk sarujuk, dan mau menggarisbawahi pernyataan tersebut.

Terus-terang, kita memiliki masalah lumayan besar untuk mengembangkan budaya yang baik ini. Ungkapan "masuk telinga kiri, keluar telinga kanan" memperlihatkan betapa sembrononya kita dalam mendengar. Alih-alih sejalan dengan nasihat Yakobus, agar cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, kita justru cenderung lamban dalam mendengar, dan terlalu banyak omong.

Seperti ditegaskan dalam Alkitab, hal ini bukanlah masalah yang sepele. Penulis kitab Ibrani menyimpulkan, bangsa Israel gagal dalam pencobaan di padang gurun karena mereka tidak mendengarkan firman Tuhan dengan baik. "Firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya" (Ibrani 4:2b). Dengan kata lain, firman itu gone with the wind. Gaya mendengar seperti itu, kalau di Jawa disebut ndableg, sekadar numpang lewat. Pura-puranya mendengar, tetapi sebenarnya tidak memperhatikan. Kalau ada perintah, ya pokoknya asal diiyakan. Itu yang menjadi masalah!

Berbicara tentang dengar-mendengar ini, pemazmur mengatakan, "Engkau telah membuka telingaku" (Mazmur 40:7). Kalau dibaca sepintas, tampaknya seperti pemaksaan. Seakan-akan Tuhan harus mengebor lubang telinga kita, supaya kita dapat mendengar dengan baik! Tentu saja bukan itu yang dimaksudkan.

"Membuka" atau "menusuk" telinga ini mengacu pada kebiasaan yang ditetapkan dalam kitab Keluaran 21 (Bob & Rose Weiner, Bible Study for the Preparation of the Bride, h. 163-164). Seorang budak Ibrani, setelah tujuh tahun bekerja, dapat keluar sebagai orang merdeka. Namun, kalau budak itu dengan sungguh-sungguh mengatakan, "Aku tidak ingin keluar sebagai orang merdeka, namun aku mengasihi tuanku dan ingin melayaninya," maka tuannya harus membawanya menghadap Allah, lalu membawanya ke pintu atau tiang pintu, dan tuannya itu menusuk telinganya dengan penusuk, maka budak itu bekerja pada tuannya seumur hidupnya.

Ketetapan itu masih berlaku sampai sekarang. Tuhan akan menusuk telinga kita, membuka pendengaran kita, kalau kita memilih untuk mengasihi "Dia yang berbicara dari surga" dan memberi diri kita menjadi hamba-Nya. *** (19/11/1995)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1