Home | Renungan

Melenyapkan Ketakutan

Nas: … tetapi sesudah itu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Mari kita kembali lagi ke Yudea." Murid-murid itu berkata kepada-Nya: "Rabi, baru-baru ini orang-orang Yahudi mencoba melempari Engkau, masih maukah Engkau kembali ke sana?" (Yohanes 11:7-8)

Kesan apakah yang muncul dari perikop ini? Sebuah unjuk keberanian? Sebuah kebulatan hati untuk berdiri bagi kehendak Allah, apapun rintangan yang menghalang?

Agak ganjil memang, membicarakan kepahitan dan pengampunan melalui perikop semacam ini. Namun, pagi itu, Tuhan membukakan sebuah sisi yang lain: perikop ini, ternyata, berbicara juga tentang kasih yang sempurna.

Pernah Anda membayangkan masuk kembali ke lingkungan orang-orang yang membenci Anda? Kita cenderung menghindari lingkungan seperti itu. Kita tidak ingin ditolak, kita tidak ingin disakiti lagi. Sebaliknya, ada orang yang dianggap berani -- atau mungkin lebih tepat, kalap -- dan ia akan berani melakukannya, namun dengan kegeraman serba siap membalas dendam. Ia bertindak seolah-olah pembela kebenaran dan keadilan! Kedua macam reaksi itu sama-sama lahir dari keadaan jiwa yang sakit.

Yesus, sangat berbeda, mendekati kota itu dengan hati yang pedih. Di atas bukit Zaitun Ia meratapi kedegilan Yerusalem. Ia bahkan mau menyerahkan nyawa-Nya untuk orang-orang yang menolak dan menyakiti-Nya. Ia datang bukan untuk menghakimi dan menuntut balas, melainkan untuk mengampuni dan menyelamatkan.

Bukankah ini love in action? "Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih" (I Yohanes 4:18). *** (18/10/1998)

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1