Home | Renungan

Ujian Calon Misionaris

Pukul 03.00 dini hari, di tengah udara dingin seorang calon misionaris muncul di kantor misi untuk mengikuti wawancara. Pukul 08.00 pagi pengujinya baru datang.

Kata sang penguji, "Mari kita mulai. Pertama, ejalah kata roti."

"R-o-t-i," kata anak muda itu mengeja.

"Bagus sekali. Nah, sekarang coba kita lihat kemampuanmu dalam berhitung. Berapa dua kali dua?"

"Empat," jawab pemuda itu.

"Bagus sekali," kata pengujinya. "Saya akan merekomendasikan engkau kepada dewan misi. Kau lulus ujian."

Di depan dewan misi, penguji itu sangat menyangjung anak muda yang diwawancarainya. "Ia memenuhi semua syarat yang diperlukan untuk seorang misionaris."

"O ya?"

"Akan saya jelaskan. Pertama, saya mengujinya dalam penyangkalan diri. Saya menyuruhnya datang ke rumah saya pukul tiga pagi. Ia meninggalkan ranjang yang hangat dan keluar pada waktu udara dingin tanpa mengeluh. Kedua, saya menguji ketepatan waktunya. Ia muncul tepat pada waktunya. Ketiga, saya menguji kesabarannya. Saya sengaja membuatnya menunggu selama lima jam. Keempat, saya menguji amarahnya. Ia sama sekali tidak tampak geram oleh penundaan itu; menanyakan pun tidak. Keempat, saya menguji kerendahan hatinya. Saya mengajukan pertanyan yang anak kecil pun gampang menjawabnya, dan ia tidak tampak tersinggung. Ia memenuhi syarat misionaris yang kita butuhkan."

Dalam bentuk dan taraf yang berbeda-beda, kita pun akan menghadapi ujian serupa: Ujian karakter. Lebih dari sekadar kecerdasan dan kecakapan, orang mengharapkan karakter dan kebajikan.

Nah, apakah kita senantiasa siap? Akankah kita lulus uji? *** (18/06/1998)

Dimuat di Renungan Malam, Mei 2004

© 2004 Denmas Marto

Hosted by www.Geocities.ws

1