DIALOG BERSAMA SYAIKH AHMAD AS-SURKATI
(Kilas balik sejarah berdirinya Jum’iyyah
Al-Irsyad)
Dialihbahasakan oleh : al-Ustadz Abu
Abdirahman bin Thayyib, Lc.
Syaikh
Ahmad : Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarokatuh… wahai saudaraku yang terhormat, aku telah datang
kepada kalian dan mengeluhkan keadaan kami, bahwasanya pimpinan Jum’iyah
di Tanah Abang yang dahulunya meminta kami datang ke Indonesia pada tahun 1911
untuk mengajar di sekolah-sekolah mereka, kini telah berubah sikap dan membenci
kami. Dahulu mereka berlaku baik terhadap kami, namun sekarang mereka mengusir
kami dan tidak mau menepati janji mereka untuk menanggung biaya kami pula
(untuk kembali ke Makkah, ed.)
Umar
Manqusy : Benar. Wahai
saudara-saudaraku, Syaikh telah datang kemari seraya mengeluhkan perbuatan
jahat pemimpin-pemimpin Jum’iyah al-Khair sebagaimana yang telah kalian
dengar tadi.
Sa’id
Masy’abi : Apakah yang
telah anda perbuat wahai syaikh yang mulia, sehingga mereka berbuat jahat
seperti itu kepada anda? Bukankah sebagaimana yang telah kita ketahui dan kita
dengar bahwa mereka menghormati dan sangat memuliakan anda serta menjadikan
anda sebagai imam sholat mereka???
Syaikh
Ahmad : Iya, benar. Dahulu
mereka amat menghormatiku, bahkan mereka berlebihan dalam menyanjungku hingga
terkadang mereka menyuruh berwudhu’ bagi orang yang akan berjabat tangan denganku.
Karena mereka mengatakan bahwa aku hafal al-Qur’an, hadits-hadits dalam kutubus
sittah dan pendapat madzhab yang empat.
Sholih
‘Ubaid : Lalu mengapa sikap
mereka bisa berubah drastis sekarang???
Syaikh Ahmad : Hal tersebut terjadi karena ada sebuah pertanyaan yang diajukan kepadaku oleh Sayyid ‘Umar bin Sa’id Sungkar di kediaman Sayyid ‘Awwad bin Sungkar al-‘Urmi di Solo. Dan aku tidak tahu kalau (jawabanku tersebut) menimbulkan keresahan yang sangat dan kemarahan kepadaku.
Sholih
‘Ubaid : Tapi mengapa koq
bisa menimbulkan keresahan yang besar???
Syaikh
Ahmad : Tidak aneh
(sebenarnya) jika mereka amat murka dengan jawabanku. Karena pembolehan menikah
antara ‘alawiyah dengan selain ‘alawi, artinya menghancurkan
kehormatan yang mereka warisi dan keistimewaan yang batil yang mereka
membedakan diri dengan manusia lainnya dan (menganggap) lebih mulia daripada
yang lain dengan sebab dakwaan mereka sebagai keturunan Rasulullah.
Sa’id
Masy’abi : Apa yang anda
maksud dengan keistimewaan itu?
Syaikh
Ahmad : Ya, seperti
wajibnya mencium tangan mereka, mengkultuskan kuburan-kuburan mereka dan mereka
mengkhususkan untuk diri mereka sendiri nama-nama yang mentereng seperti “Sayyid”
dan “Habib”, bergamis besar serta (mengkavling) barisan pertama dalam
pertemuan-pertemuan atau dalam shof sholat mereka di dalam Masjid.
Dengan menghilangkan keistimewaan-keistemewaan (yang dibuat-buat, ed.)
ini berarti sama dengan menghancurkan sumber rezeki yang mudah diperoleh tanpa
kerja keras dan banting tulang.
Muhammad
‘Aboud : Benar sekali,
cukup bagi mereka meraup harta, uang dan kehormatan di antara manusia dengan
menjual jimat-jimat, wirid-wirid, do’a-do’a, bacaan-bacaan maulid, manaqib-manaqib
khurofat dan dengan memajang alat tasbih serta membesarkan surban (secara
berlebih-lebihan, ed.). Dengan cara inilah manusia tertipu aqidahnya
dan pada akhirnya terjerumus ke dalam kesyirikan.
Syaikh
Ahmad : Bukankah perbuatan-perbuatan
tersebut sangat menyelisihi kepribadian Rasulullah yang mana mereka mengaku
sebagai keturunan beliau shallallahu ‘alaihi wa salam?
Muhammad
‘Aboud : Namun, bukankah
masalahnya (masalah nikah antara ‘alawiyah dengan non ‘alawi, ed.)
hanyalah adat istiadat belaka wahai syaikh?
Syaikh
Ahmad : Tidak, masalahnya
bukan hanya adat istiadat belaka, namun ini mencakup masalah agama! Kita
dilarang diam dalam hal ini karena Alloh Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang Telah kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula)
oleh semua (mahluk) yang dapat melaknat.” (QS Al-Baqoroh : 159).
Aku
telah ditanya tentang hukum nikah tersebut, maka akupun menjawabnya dengan
benar sebagai bentuk rasa takutku kepada sabda Nabi Shallalahu ‘alaihi wa
Salam : “Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu dan dia
menyembunyikannya, maka Alloh akan melilitkannya dengan lilitan api pada hari
kiamat.”
Para
hadirin : Sungguh anda
benar wahai Syaikh!!!
Syaikh
Ahmad : Jika aku
menyembunyikan kebenaran dalam hal ini, maka aku telah mengkhianati agamaku dan
kaum muslimin dengan pengkhianatan yang besar yang tidak diridhai Alloh dan
Rasul-Nya. Dan hal tersebut tidaklah disetujui oleh kehormatanku yang mana aku
datang ke negeri ini untuk menyebarkan Islam yang benar serta untuk menunjukkan
kepada saudara-saudaraku kaum muslimin kepada hakikat Islam yang lurus. Dan aku
menjumpai mereka telah amat terjerumus ke dalam kegelapan, kebodohan dan
khurofat yang dipermainkan oleh para Dajjal (pendusta).
Sholih
‘Ubaid : Jika anda memang
benar-benar menyeru kepada kebenaran dan memang faham akan hakekat Islam
sebenarnya, maka kami sangat membutuhkan anda untuk memperbaiki keadaan agama
maupun dunia kami yang ‘hampa’ (dari ilmu) dan agar anda menunjukkan kepad kami
jalan petunjuk dan kebenaran. Orang-orang Arab dan kaum muslimin di sini banyak
yang terjerumus ke dalam jurang kebodohan dan kesesatan.
Syaikh
Ahmad : Wahai
saudara-saudaraku, sesungguhnya aku tidaklah datang ke negeri ini melainkan
untuk tujuan yang mulia, yaitu mengajar saudara-saudaraku kaum muslimin tentang
agama yang murni, memberantas kesyirikan yang menyesatkan dan kebid’ahan yang
mungkar serta untuk menerangi pemikiran mereka, meskipun aku harus menghadapi
rintangan-rintangan yang amat pahit dan bermacam-macam dari para penyesat, yang
notabene hal ini memang harus dijalankan oleh setiap mushlihin
(orang-orang yang memperbaiki).
Umar
Manqusy : Wahai
saudara-saudaraku, bagaimana menurut kalian? Sesungguhnya ini adalah kesempatan
emas, jangan kalian sia-siakan. Pasti kalian akan menyesal apabila Syaikh Ahmad
dan saudara-saudaranya pulang kembali ke negara mereka. Ini artinya kita
menyia-nyiakan diri kita dan anak keturunan kita dari perbaikan dan pendidikan
yang bermanfaat.
Sholih
‘Ubaid : Benar! Ini adalah
kesempatan berharga yang telah disiapkan Alloh untuk kita, maka tidak
selayaknya kita menyia-nyiakan kesempatan ini. Justru kita berharap mereka bisa
tinggal (di negeri ini) untuk memberi manfaat kepada kita dari ilmu-ilmu mereka
dan untuk membuka sekolah-sekolah bagi anak-anak kita dan mengajarkan kepada
mereka agama yang benar dan bahasa Arab serta hal-hal yang menunjang dari
mereka.
Muhammad
‘Aboud : Apakah kalian
semua setuju???
Para
hadirin : Ya kami amat
setuju. Sekarang kita tanya Syaikh, apa yang harus kita mulai untuk mewujudkan
tujuan kita yang mulia ini???
Syaikh
Ahmad : Yang pertama dan
yang bermanfaat bagi kebaikan kita semua dan Islam adalah mendirikan jum’iyah yang berusaha dan berjuang
untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin secara umum dan orang-orang Arab secara
khusus dan yang dapat menunjukkan mereka kepada kebenaran dalam ‘aqidah dan
‘ibadah mereka serta menyelamatkan mereka dari kesesatan para dajjal. Dan kita
buka sekolah-sekolah untuk mengajari anak-anak mereka agama yang benar serta
bahasa Arab, agar mereka bisa tumbuh dengan pertumbuhan Islami.
Para
hadirin : Kita amat setuju,
dan sekarang kita mohon kepada Syaikh untuk menjelaskan kepada kami mabda’
(landasan dasar) dan pondasi jum’iyah yang kita butuhkan dan disetujui
oleh Islam serta perkembangan zaman???
Syaikh
Ahmad : Sebelum aku
memaparkan tujuan-tujuan yang merupakan pondasi bagi jum’iyah kita, aku
ingin menyampaikan pertama kali penyakit-penyakit yang aku lihat dan aku dengar
selama aku berada di antara kalian hampir tiga tahun lamanya. Karena jika kita
telah mengetahui penyakitnya, maka mudah bagi kita untuk mengetahui obatnya,
sebagaimana yang dilakukan oleh seorang dokter. Bukankah demikian??
Salah
seorang hadirin : Benar,
silakan anda jelaskan penyakit-penyakit tersebut!
Syaikh
Ahmad : Aku melihat ‘aqidah
kalian jauh dari Islam yang murni, yaitu tauhid, dan kalian telah terjerumus ke
dalam jurang kesyirikan yang merupakan dosa terbesar dalam agama. Kalian
meminta-minta di kala susah kepada kuburan-kuburan (keramat) dan kalian takut
(kualat) kepada mereka. Kalian (lebih senang) menggunakan nama-nama mereka
dalam bersumpah daripada nama Alloh dan kalian lebih mentaati ucapan mereka
daripada al-Qur’an dan as-Sunnah.
Salah
seorang hadirin : Iya
benar, kami dahulu meminta-minta kepada penghuni kubur keturunan mereka rezeki
dan berbagai kebutuhan. Kami juga memanggil nama-nama mereka di kala ditimpa
musibah dan bencana. Kami tidak mengagungkan bersumpah dengan nama Alloh. Demikianlah kami berbuat dengan orang-orang
mati mereka seperti yang dilakukan oleh kaum musyrikin di zaman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam.
Syaikh
Ahmad : Bukankah
orang-orang musyrikin yang diperangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam
karena kekufuran mereka, juga mengimani eksistensi Alloh dan bahwasanya Dialah yang
mengatur alam semesta ini. Mereka juga mengimani bahwa Alloh-lah Sang Pencipta,
Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan dan Mematikan, Yang Mengatur alam semesta dan
Yang dapat Mendatangkan Manfaat dan Mudharat?!! Tidaklah mereka didakwahi
melainkan karena mereka mereka menyekutukan Alloh dengan selain-Nya dari
sesembahan-sesembahan mereka yang batil dalam ibadah serta bergantung kepada
mereka di kala susah. Mereka meminta pertolongan dan syafa’at kepada
sesembahan-sesembahan tersebut dengan keyakinan bahwa sesembahan tersebut dapat
mendekatkan mereka kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya seperti yang
difirmankan Alloh dalam az-Zumar ayat 3 :
“Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama
yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah
(berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka
mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya
Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih
padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan
sangat ingkar.”
Mereka
juga meyakini bahwa sesembahan-sesembahan tersebut dapat memberi syafa’at
kepada mereka pada hari kiamat sebagaimana yang telah difirmankan Alloh dalam
surat Yunus ayat 18 :
“Dan
mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata:
"mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah".
Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya
baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi
dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).”
Mereka
mentauhidkan Alloh di dalam Rububiyah namun mereka kafir di dalam Uluhiyah
(Ibadah). Oleh karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Salam
memerangi mereka dan balasan mereka adalah neraka jahanam, mereka kekal di
dalamnya untuk selama-lamanya.
Muhammad
‘Aboud : Jika demikian maka
kami seperti mereka, walaupun kita meyakini dan melafalkan Laa Ilaaha illa
Allohu wa anna Muhammad ar-Rasulullahi, tapi kita masih meminta-minta kepada penghuni kubur seperti yang dilakukan
oleh kaum musyrikin untuk mendapatkan kebaikan dan menolak kemudharatan. Kami
juga meyakini bahwa mereka (sesembahan-sesembahan) itu dapat memberikan kita syafa’at
sama seperti keyakinan mereka (kaum musyrikin Quraisy, ed.).
Alangkah sesuai keadaan kami dengan apa yang difirmankan Alloh dalam surat
Yusuf ayat 106 :
“Dan
sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam
keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).”
Syaikh
Ahmad : Dari aspek
kemasyarakatan aku juga melihat kalian telah kembali kepada fanatik jahiliyah
dan berbangga-bangga dengan silsilah keturunan. Dengan demikian, kalian telah
menyimpang dari perintah Alloh untuk berlomba-lomba meraih ilmu dan ketakwaan
seperti yang telah Ia firmankan :
“Hai
manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat : 13)
dan
firman-Nya :
“Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS Al-Mujadilah : 11)
Muhammad
‘Aboud : Iya benar, kita
telah menjadi (seperti) orang-orang Hindu yang memiliki banyak kasta yang
berbeda. Setiap kasta berbeda dengan kasta lainnya. Diantara kita timbul
permusuhan, peperangan dan perselisihan. Dan hal ini mencegah mereka untuk naik
derajat dari kasta mereka dan dari menuntut ilmu yang bermanfaat sampai hari
kiamat. Jika semangat berlomba dalam kebaikan yang diperintahkan Islam dalam
firman-Nya : “Berlomba-lombalah dalam kebaikan” telah mati, maka
bagaimana bisa diharapkan kebaikan umat ini. Bukankah Rasulullah Shallallahu
‘alahi wa Salam bersabda : “Bukan dari golongan kami orang yang menyeru
kepada ‘ashobiyah (fanatik golongan). Bukan golongan kami orang yang berperang
di atas ‘ashobiyah.” (HR Abu Dawud). Sungguh mereka telah mengharamkan kita untuk menuntut ilmu.
Mereka juga mencegah kami untuk maju. Dan merekalah yang melarang kami membaca
buku-buku ilmiah yang bermanfaat, melainkan buku-buku manaqib mereka
yang penuh khurofat atau kitab-kitab fikih yang sederhana. Adapun buku-buku
tafsir al-Qur’an, sejarah para pahlawan Islam dan sejarah Rasul yang merupakan
suri tauladan, maka mereka melarang kami untuk membacanya.
Syaikh
Ahmad : Apakah kalian tahu,
mengapa mereka mengharamkan kalian untuk mencari ‘ilmu dan membaca buku-buku
yang bermanfaat?? Semua itu karena mereka takut pemikiran-pemikiran kalian
menjadi cemerlang sehingga kalian tahu kebenaran dan tersingkaplah
kebatilan-kebatilan mereka yang akhirnya kehormatan mereka menjadi sirna.
Salah
seorang hadirin : Aku
melihat, kita hanya menyalahkan kelompok ini saja dan diam dari yang lain yang
juga sombong dengan kefanatikannya. Bahkan mereka memperlakukan orang yang
berada di bawah mereka dengan kezhaliman. Siapakah yang anda maksud? Apakah
kabilah-kabilah dan orang-orang yang memegang senjata itu???
Sholih
‘Ubaid : Engkau benar,
semua itu akibat kebodohan dan kekuatan senjata mereka untuk menjaga negara.
Mereka masih diharapkan untuk kembali kepada kebenaran, karena fanatiknya
mereka bukan karena keyakinan agama dan aku termasuk di antara mereka.
Syaikh
Ahmad : Engkau benar,
tahukah apa maksudnya???
Para
hadirin : Tafadhdhal jelaskan kepada kami, terima kasih!!!
Syaikh
Ahmad : Nenek moyang mereka
meyakini bahwa kemuliaan mereka itu sudah ada dari dzatnya secara alami, bukan
dicari-cari, dan orang selain mereka adalah budak mereka. Mereka berdalil
dengan hadits : “Siapa saja yang menjadikanku sebagai Maula (tuan) maka ‘Ali
adalah Maulanya.” Hal ini seperti yang difatwakan oleh ‘Umar al-Aththas di
Singapura pada tahun 1323 H dan telah dibantah oleh Sayyid Rasyid Ridha dalam
majalah beliau al-Manar jilid VIII.
Salah
seorang hadirin : Bisakah
anda menjelaskan bantahan tersebut???
Syaikh
Ahmad : Al-‘Allamah
as-Sayid Ridho al-Husaini berkata, “Sesungguhnya kata Maula dalam hadits
di atas maksudnya adalah ‘penolong’, seperti yang dikatakan oleh al-Jauhari
dalam kamus ash-Shohihah, dan secara bahasa maknanya adalah ‘teman’,
‘kerabat’, ‘tetangga’, ‘sekutu’, ‘budak’, ‘tuan yang memerdekakan’. Bagaimana
bisa kita melangkahi makna-makna di atas dan mengatakan bahwa manusia adalah
budak keturunan ‘Ali (Ba’alawi)??? Apakah Abubakar, ‘Umar, ‘Abbas (dari
kalangan sahabat) dan kaum muslimin yang lain sebagai budak ‘Ali semasa hidup
beliau??? Perhatikanlah wahai orang-orang yang berakal!!! Bagaimana mereka bisa
memainkan al-Qur’an dan menyimpangkan maknanya dengan alasan menyusuri jejak
beliau?!! Sesungguhnya ini adalah bentuk mengekor kepada hawa nafsu dan menjauh
dari kebenaran. Alangkah beraninya mereka kepada Alloh dan agama-Nya. Kalian
orang-orang Arab asli, penjaga negeri dan tuannya, tapi kami melihat kalian
menjadi terhina dengan mencium tangan anak-anak kecil mereka, demikian pula
dengan para ibu-ibu. Dimanakah kepribadian Arab Islam kalian??? Mereka melebihi
kalian dalam memakai pakaian mewah, penampilan dalam pertemuan-pertemuan dan
mereka dipersilahkan menempati shaff terdepan ketika di masjid-masjid (walaupun
datang terlambat, ed.). Mereka mengistimewakan diri dengan
gelar-gelar Sayyid dan Syarif dan mengharamkannya bagi Hadharim
(orang-orang Hadhramaut) secara khusus. Adapun selain Hadharim maka tidak
ada larangan. Kalian hanya dicukupkan dengan nama-nama yang ditashghirkan
seperti Humaidaan dan Duqail. Sesungguhnya gelar Syarif
dalam bahasa, bisa diberikan kepada setiap orang, bahkan di negara-negara Arab
seperti Syiria dan Libanon, orang-orang Yahudi dan Nasrani juga digelari sayyid.
Para
hadirin : Cukup… cukup,
jiwa kami terasa sempit karena malu dan menyesal. Wajib bagi kami untuk segera
bertaubat dan memperbaiki keadaan. Maka jelaskan kepada kami sekarang –wahai
Syaikh- mabda’ jum’iyah yang hendak anda dirikan!!!
Syaikh
Ahmad : Tujuan-tujuan dan mabda’
Jum’iyyah Al-Irsyad adalah sebagai berikut :
Para
hadirin : Alangkah mulianya
tujuan dan mabda’ ini, semoga Aloh menolong kita dalam mewujudkan hal
ini.
(Sumber : Manuskrip
tulisan tangan yang dipegang oleh al-Ustadz al-Walid Abdul Qadir bin Abdil
Karim at-Tamimi yang dirangkum oleh : al-Ustadz Muhammad Munif dan ditulis
kembali oleh : al-Ustadz Muhammad Bawazir)