Penulis
: Asy-Syaikh ‘Utsman ‘Abdussalam Nuh
Penterjemah : Abu Maryam Bahalwan.
Editor : Abu Salma
al-Atsari
Beberapa waktu yang lalu saya dapat sebuah buku yang sangat bagus, yang saya dapatkan dari seorang ikhwan pada saat saya masih bekerja di Purwodadi Pasuruan. Penterjemah buku ini adalah senior dan bos saya di perusahaan saya terdahulu, dan beliau memberikan manuskrip hasil terjemahannya ini kepada saya. Saya lantas meminta izin kepadanya untuk memuatnya di dalam website saya dengan sedikit tambahan dan koreksi, dan beliau mengizinkannya.
Buku ini menjelaskan tentang koreksi atas kesalahan-kesalahan dakwah Ikhwanul Muslimin dan juga menyinggung masalah jihad di Afghanistan dan Palestina. Penulisnya (i.e. Syaikh ‘Utsman ‘Abdus Salam Nuh) adalah salah seorang salafiyun yang turut turun di medan jihad di Afghanistan, beliau pernah berjihad di bawah komando tokoh-tokoh mujahidin hizbiyun semisal Hekmatiyar, Abdur Rabbi Rasul Sayyaf, Abdullah Azzam rahimahullahu dan selainnya. Namun akhirnya beliau lebih memilih untuk bergabung berjihad di bawah komando al-Mujahid al-‘Alim asy-Syaikh Jamilurrahman as-Salafy rahimahullahu wa qoddasallahu ruuhahu. Para pembaca akan melihat fakta-fakta yang ditunjukkan oleh penulis bagaimana intrik dan konspirasi yang terjadi di tengah-tengah barisan mujahidin.
Penulis memiliki ciri khas yang unik di dalam menulis, beliau membagi tulisannya dalam bab-bab pendek dan ringkas namun padat. Walaupun bahasannya sering melompat-lompat tidak sistematis, namun hal inilah yang menyebabkan kita tidak bosan untuk membaca dan mengambil faidah darinya.
Tulisan ini akan saya turunkan secara bertahap –insya Alloh- di blog saya (http://dear.to/abusalma) dan silakan bagi siapa saja yang ingin menyebarkan risalah ini selama tidak untuk komersial. Mudah-mudahan buku ini dapat membuka mata kita dan dapat memberikan manfaat bagi diri kita dan kaum muslimin lainnya, terutama saudara-saudara kita di barisan Ikhwanul Muslimin. Tidak ada daya dan upaya melainkan hanyalah atas kehendak Alloh dan semoga Alloh memberikan balasan yang baik bagi penulis, penterjemah dan penyebar risalah ini.
Bangil, 20 Mei 2006
Akhukum Abu Salma al-Atsari
1.
Berpegang
teguh pada al-Kitab dan as-Sunnah.
2.
Berpegang
teguh pada aqidah salafiyah.
3.
Bergabung
dalam jama’ah al’umm (jama’ah induk).
4.
Takdir Alloh
dan nubuwah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
5.
Saudara kami
justru membenci kami.
6.
Kami
bersepakat namun hakikatnya berselisih.
7.
Poin-poin
kesepakatan.
8.
Poin-poin
perselisihan.
9.
Permulaan
dakwah al-Ikhwan dan pengaruhnya terhadap pemikiran dan cara pandang
mereka.
10.
Jika kalian
menta’ati mayoritas manusia di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan
anda dari jalan Alloh.
11.
Pembelaan al-Ikhwan.
12.
Sesungguhnya
hukum hanyalah milik Alloh.
13.
Dakwah para
Rasul ‘alaihi Salam.
14.
Kemungkaran
batal karena kemajuan zaman.
15.
Beban
kewajiban sesuai tingkat kemampuan.
16.
Manhaj dakwah
massa antara al-Ikhwan dan salafiyyin.
17.
Pembelaan al-Ikhwan.
18.
Jawaban kami.
19.
Contoh-contoh
pidato al-Banna.
20.
Pidato kedua.
21.
Pidato ketiga.
22.
Pengaruh
negatif tanpa Ilmu.
23.
Wahai para
da’I, berhati-hatilah dari cobaan Syaithan yang terkutuk.
24.
Pembelaan al-Mursyid.
25.
Pandangan dan
pendapat kami.
26.
Beginilah
keadaan jama’ah al-Ikhwan.
27.
Benturan dalam
arena dakwah.
28.
Makna syirik
tasyri’ menurut al-Ikhwan dan salafiyyin.
29.
Sikap
Salafiyun terhadap syirik politik (al-hakimiyah).
30.
Sikap al-Ikhwan
terhadap syirik politik (al-hakimiyah).
31.
Demokrasi.
32.
Pemilu.
33.
Sebab-sebab
keruntuhan khilafah.
34.
Hasil dakwah
tauhid.
35.
Nash-nash yang
tidak dapat difahami kecuali oleh ulama’.
36.
Berbagai
pengaruh yang timbul dari dakwah tauhid.
37.
Berbagai
persekongkolan jahat untuk memukul dakwah tauhid dari dalam bentengnya.
38.
Para pemuda,
apa yang kalian inginkan selanjutnya?
39.
Al-Ghozwul
Fikri (Perang pemikiran)
dan solusinya menurut al-Ikhwan dan Salafiyin.
40.
Tuduhan-tuduhan
ala ikhwan kepada da’i salafiyun.
41.
Aliran ‘ekor
keledai sultan’.
42.
Pembelaan
untuk orang-orang teraniaya.
43.
Ucapan Syaikh
al-Faqiy
44.
Para pengikut
dakwah salafiyah.
45.
Metode empati
dan ketergantungan pada tokoh-tokoh tertentu.
46.
Pertanyaan-pertanyaan
yang menjamin kesucian niat.
47.
Keunikan dan
keistimewaan dakwah salafiyah.
48.
Jalan yang
ditempuh jama’ah-jama’ah lain.
49.
Cara
mengembalikan khilafah menurut al-Ikhwan.
50.
Fanatik
golongan dan pengaruhnya terhadap aqidah
51.
Alloh tidak
menjadikan dua hati di dalam rongga dadanya.
52.
Kritikan tajam
dan jawaban kami.
53.
Perbedaan
antara aqidah dan hizbiyah.
54.
Fanantisme
aqidah antara salafiyah dulu dan kini.
55.
Saudara-saudara
kami mendukung kaum musyrikin yang melawan kami.
56.
Aliran
Asy’ariyah adalah salaf, tetapi…!!!
57.
Kebingungan al-Ikhwan
dalam mempersatukan dua seteru.
58.
Mereka tidak
peduli dengan aqidah ahlussunnah.
59.
Dalil syar’i
dan pemimpin haroki.
60.
Al-Kitab dan
as-Sunnah.
61.
Bersatu di
dalam perkara yang disepakati dan bertoleransi di dalam perkara yang
diperselisihkan.
62.
Al-Qodariyah.
63.
Al-Jahmiyah
dan orang-orang yang mengingkari al-‘Uluw.
64.
Takutlah
kalian kepada Alloh atas tuduhan kalian kepada kaum salaf.
65.
Sebuah contoh
yang disepakati kalangan awam.
66.
Madzhab al-Kholaf:
Ilhad terhadap sifat-sifat Alloh dan syirik di dalam tasyri’.
67.
Aqidah al-Kholaf
adalah aqidah al-Hulul (pantheisme) atau materialisme atheisme.
68.
Harakah dan
harakiyyin datang kepada kita.
69.
Ya Islam, Ya
Islam!!! Tidak aqidah yang benar dan tidak pula syariat yang benar!!!
70.
Apakah Alloh
menerima amalan tanpa landasan aqidah yang benar?
71.
Revolusi
Syi’ah menurut timbangan salafiy dan ikhwaniy.
72.
Al-Ikhwan mengakui orisinalitas dakwah salafiyah.
73.
Aqidah-aqidah
sesat : jiwa orang-orang yang beriman akan meludahinya.
74.
Mereka
bukannya bodoh, namun mereka tidak punya pangkal pendirian.
75.
Para pemimpin
itu tetap keras kepala!!!
76.
Fiqhul
Waqi dan menasehati kaum
muslimin atau… berbangga diri dan menjilat penguasa?
77.
Apa yang
mereka kehendaki dari para pemuda?!!
78.
Inilah
yang mereka inginkan untuk pada pemuda.
79.
Al-Ikhwan menuduh kami telah kafir.
80.
Apakah
kalian melarang suatu perbuatan namun kalian sendiri mengerjakannya.
81.
Memelihara
keaslian antara al-Ikhwan dan salafiyah.
82.
Apakah
para ulama kami adalah antek-antek penguasa sementara ulama mereka adalah para
nabi?
83.
Al-Ikhwan dan partai-partai sekulair.
84.
Perang
Palestina.
85.
Mengajak
Yahudi untuk berperang melawan Yahudi.
86.
Al-Ikhwan dan partai Wafd.
87.
Al-Ikhwan
dan Jamal Abdun Nashir.
88.
Al-Wala’ (Loyalitas) dan al-Baro’
(disloyalitas).
89.
Mereka
megetahui kebenaran, tetapi…
90.
Al-Ikhwan
dan persatuan nasional.
91.
Para penghafal
teks dan foot-note.
92.
Makna agama
dan gerakan keagamaan.
93.
Jihad
Afghanistan.
94.
Siapakah yang
menggerakkan jihad Afghanistan?
95.
Gerakan Jawanan
Muslim.
96.
Peranan
Salafiyah dalam jihad Afghanistan.
97.
Bersama Syaikh
Salafiy di Afghanistan.
98.
Bagaimana kita
dapat mengetahui kebenaran.
99.
Kesaksian dating
dari kalangan mereka sendiri.
100.
Peranan
salafiyun arab dalam jihad Afghanistan.
101.
Peranan Al-Ikhwan
secara perorangan dalam jihad Afghanistan.
102.
Fatwa
konstitusional.
103.
Peranan resmi
Al-Ikhwan dalam jihad Afghanistan.
104.
Siapakah yang
menghalangi jihad?
105.
Lempar batu
sembunyi tangan.
106.
Apakah ini
adalah aqidah seorang ‘alim yang bertakwa ataukah seorang jahil penyembah
berhala?
107.
Mujaddidi
berbaiat kepada raja Zhahir Syah.
108.
Ia menganut
Syirik Rububiyah.
109.
Ia menganut
Syirik Uluhiyah.
110.
Ia beriman
pada ilmu syariat dan ilmu ‘hakikat’.
111.
Ia berwala’
kepada Syi’ah.
112.
Pokok-pokok
aqidahnya.
113.
Apakah makna
syirik menurut mereka?
114.
Nukilan-nukilan
tentang persoalan ini.
115.
Apakah mereka
ini orang-orang pilihan?
116.
Mendahulukan
politik dari syari’ah.
117.
Percakapan
bersama seorang pemimpin harokah.
118.
Percakapan
bersama seorang pemimpin salafiy.
119.
Prinsip tidak
tunduk kepada kepentingan.
120.
Sikap-sikap
mulia dalam al-Wala’ wal Baro’.
121.
Tuduhan dusta
berbahaya kepada salafiyah.
122.
Aqidah al-‘Uluw
bukan sekedar bait-bait syair.
123.
Tauhid baru!!!
124.
Mencampuradukkan
antara azimah dan ushul.
125.
Hak-hak
tauhid.
126.
apakah makna
salafi dan salafiyah?
127.
Dan perangilah
mereka sehingga tidak ada lagi fitnah dan ketaatan itu hanyalah semata-mata
bagi Alloh.
128.
Apakah yang
diinginkan salafiyun dari salafiyin.
129.
Bantahan
terhadap orang yang mengucapkan tuduhan ini.
130.
Suatu gambaran
tentang fanatisme tercela.
131.
Ya Syaikhuna,
janganlah anda meniru al-Ghazali, sebab orang itu sudah cukup bagi kami!
132.
Bukan sufiyah
dan bukan pula Ghozaliyah.
133.
Apa yang
diinginkan syaikh?
134.
Kebebasan
mutlak.
135.
Al-Ikhwan
dan kebebasan mutlak.
136.
menggunakan
nash yang shahih dengan pemahaman keliru.
(Asy-Syaikh ‘Utsman bin Abdus Salam Nuh)
Sebagian
kaum muslimin menentang buku ini karena di dalamnya terdapat masalah-masalah
kontroversial, terutama penyebutan nama tokoh-tokoh terkenal. Sebenarnya saya
ingin menghindari sedapat mungkin penyebutan nama seperti itu. Namun, mengingat
sekarang ini sulit sekali membuat orang percaya, apalagi para pembaca buku
tidak gampang lagi membenarkan sesuatu kecuali dengan disebutkan siapa yang
mengatakan, di sumber mana dikatakan, bahkan pada halaman berapa tertera. Juga
dikarenakan saya melihat adanya ashobiyah (fanatisme golongan) yang
mematikan dan loyalitas kelompok yang telah mengalahkan loyalitas aqidah Islam,
dan saya melihat pula partai-partai serta jama’ah-jama’ah ini telah
mengembangkan diri di atas landasan pemikiran tokoh-tokoh mereka itu, maka
terpaksa saya harus menyebutkan hal ihwal (tingkah laku) para pemimpin tersebut
berikut ucapan-ucapan mereka yang menyelisihi manhaj (salaf).
Semua
ini kami lakukan –dan Allohlah yang menjadi saksi dan Dia Maha Mengetahui apa
yang ada di balik maksud kami- semata-mata untuk mempersatukan kalimat kaum
muslimin dan mengarahkan jiwa mereka kepada agama Alloh Azza wa Jalla,
mengajak mereka untuk menolong aqidah pendahulu umat ini sebagai ganti membela
produk pemikiran orang-orang tertentu, ikatan kelompok serta fanatisme
golongan.
Tentu
saja penyebutan tingkah laku dan ucapan para tokoh ini termasuk satu jenis ghibah.
Namun, mengingat tidak adanya pemenuhan tujuan kecuali dengan cara ini,
lebih-lebih untuk mentahdzir (memperingatkan) kaum muslimin dari aqidah
dan pemikiran orang-orang ini yang sebagian amat mirip dengan pemikiran kaum
kuffar seolah-olah bagaikan ‘pinang dibelah dua’, seperti pengakuan mereka
terhadap “demokrasi”, “persatuan nasional”, “kebebasan mutlak”, “Sosialisme”
dan sebagainya, dan juga mengingat para pengikut mereka sangat ghuluw
(ekstrim) di dalam mengangkat kedudukan pemimpin-pemimpin mereka dan
menempatkan mereka sejajar dengan ulama-ulama besar umat (seperti Ibnu Taimiyah
dan lain-lain), sehingga otomatis akan menimbulkan fitnah besar dan
membangkitkan sikap taqlid kepada aqidah sesat para pemimpin mereka, maka ghibah
di dalam keadaan seperti ini dibolehkan oleh para ulama.
Mereka
telah mengambil dalil-dalil syar’iyah tentang dibolehkannya hal ini. Bagi yang
ingin menelitinya lebih lanjut, silahkan merujuk kitab Raf’ul Raibah ‘amma
uyajuuzu minal ghiibah karya Imam asy-Syaukani dan Riyadhus Shalihin
karya Imam Nawawi (di dalam bab ma Yajuuzu minal Ghibah, juga masih
banyak kitab-kitab lainnya semisal a-Farqu bainan Nashihah wat Ta’yir,
juga sebuah kitab yang bagus yang berjudul Ithaful ‘Abid yang merupakan
kumpulan pelajaran al-Allamah Abdul Muhsin ‘Abbad, ed.).
Diantara
dalil-dalil mereka adalah ijma’ (konsensus) ulama tentang bolehnya -atau bahkan
wajibnya- mengatakan, “fulan kadzdzab (pendusta)”, “fulan lemah”, “fulan
haditsnya munkar”, “fulan mudallis (suka mengkaburkan antara perawi yang
kuat dengan yang lemah, ed)” dan seterusnya sebagai penjagaan
terhadap hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dari penodaan
para pendusta. Sebagai dalil mereka adalag ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam kepada seseorang yang mengetuk pintu : “Persilakan dia masuk! Dia
adalah sejelek-jelek keluarga” (Muttafaq ‘alahi).
Para
ulama mengatakan bahwa di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang bolehnya ghibah
terhadap orang-orang munafiq, fasiq dan ahlil bid’ah dengan tujuan
memperingatkan umat dari kejahatan mereka.
Kami
di sini, membicarakan apa yang benar sehubungan dengan tokoh-tokoh ini, karena
mereka memiliki manhaj yang mereka dakwahkan kepada manusia, mereka telah
mengembangkan pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari Islam, mempromosikannya
dan mengejek orang yang menyelisihinya. Diantara penyimpangan mereka adalah
memprioritaskan pendapat-pendapat dan berbagai produk pemikiran di atas
nash-nash syari’ah, penentangan mereka terhadap upaya tashfiyah
(pemurnian) aqidah umat dengan alasan demi memelihara persatuan dan membenci
perpecahan, sikap penyerahan diri mereka di hadapan berbagai pemikiran dan
ideology modern dan bahkan mengakui kebenarannya melalui media massa, dan juga
cara mereka mengumpulkan harta kaum muslimin yang dikeluarkan untuk tujuan
membela agama dan menolong aqidah serta meninggikan kalimat Alloh, tetapi
kemudian dialihkan untuk memenangkan jama’ah dan partai mereka.
Penyimpangan
yang terakhir ini (yakni mengumpulkan harta kaum muslimin dengan
yayasan-yayasan mereka, ed.) amat tampak jelas di Afghanistan.
Lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi ikhwaniyah seperti Lajnah
al-Birr, Haiah al-Ighatsah al-Islamiyyah al-‘Alamiyyah dan Maktab al-Khidmat
yang melakukan pengumpulan sedekah kaum muslimin untuk jihad dan
meninggikan kalimat Alloh, lalu di Afghanistan dan juga Pakistan mereka
tidaklah membantu kecuali partai-partai dan pemimpin-pemimpin yang
berkecenderungan ikhwaniyah, bahkan kadang mereka menyaurkan bantuan
tersebut untuk partai-partai penyebar khurafat dan kesyirikan (akan datang
buktinya insya Alloh, ed.). tetapi, mustahil mereka mau membantu
para pemimpin salafi dan penganut aqidah shahihah. Mereka melakukan semua
penyimpangan ini tanpa dalil syar’i kecuali semata-mata hanyalah karena
fanatisme golongan.
Jika
seorang muslim yang memiliki ghirah (semangat/kecemburuan agama)
menyampaikan kepada mereka yang haq, mereka berargumen bahwa para pemimpin
salafiyah tersebut suka mengkafir-kafirkan manusia, memecah-mecah kekompakan
barisan mujahidin dan menyempal keluar dari ‘aliansi’!! Padahal mereka tahu
bahwa setiap organisasi (mujahidin) ini sebelumnya berasal dari satu
organisasi, lalu mereka keluar dan masing-masing mendirikan organisasi
sendiri-sendiri. Mengapa mereka tidak mencela perpecahan ini?!! Padahal
perpecahan ini disebabkan oleh perkara-perkara non-fundamental (aqidah)
sementara keluarnya para pemimpin salafiyin dari ‘aliansi’ hanya karena
terdorong oleh aqidah dan dakwah.
Karena
itulah, kami memandang pentingnya memberi nasehat dan penjelasan walau terpaksa
harus menyebut kelakuan orang-orang yang telah dan terus menerima miliaran dana
kaum muslimin padahal mereka bersikukuh pada bid’ah-bid’ah dan menyelisihi
aqidah salafiyah.
Semua
ini kami lakukan dengan bersandar pada dalil-dalil yang tersebut di depan dan
dengan mengharap semoga Alloh Azza wa Jalla memperbaiki keadaan mereka.
Sebab, suatu nasehat dan penyebutan aib atau cela seseorang walau mengandung
faktor negatif dalam hal menjauhnya seseorang tokoh karena khawatir menuai
kritikan, namun mengandung pula faktor positif yang besar di dalam
memperingatkan kaum muslimin dari kesesatan tokoh tersebut. Seandainya ia tidak
mau menerima kebenaran pada saat mendapatkan nasehat, namun setelah itu ia akan
mengoreksi diri lalu menerima dan terselamatkan.
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah berkata kepada Abu Dzarr : “Engkau
seorang lelaki yang memiliki sifat kejahiliyahan” (HR Bukhari) dan beliau Shallallahu
‘alaihi wa Sallam juga pernah mengatakan kepada kaum muslimin yang masuk
Islam pada saat Fathu Makkah : “Sesungguhnya kalian adalah kaum yang
bodoh” (Shahih, HR Tirmidzi). Ini semua menunjukkan bolehnya menghadapi
orang bodoh dengan mengungkapkan kesalahan-kesalahannya jika memang dibutuhkan.
Yang penting, tujuannya semata karena ghirah terhada agama dan menampakkan
kebenaran serta membongkar kebatilan.
Alloh
menjadi saksi atas semua yang kami utarakan. Jika saya bersalah maka kesalahan
itu murni berasal dari saya dan dari setan. Dan apabila saya benar maka
kebenaran itu berasal dari Alloh Azza wa Jalla. Keutamaan dan anugerah
hanyalah dari-Nya. Semoga sholawat dan salam serta keberkahan senantiasa
terlimpahkan kepada nabi kita Muhammad beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Akhir seruan kami hanyalah segala puji milik Alloh Tuhan seru sekalian alam.
1.
Berpegang teguh kepada al-Kitab dan as-Sunnah
Alloh
Azza wa Jalla berfirman (yang artinya) : “Dan berpegangteguhlah kamu
semuakepada tali (agama) Alloh dan janganlah kamu bercerai berai…” (QS Ali
Imran : 103). Dan firman-Nya pula : “… dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Alloh, yaitu orang-orang yang memecah belah
agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS ar-Rum : 31-32).
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “beriltizamlah (tetaplah)
kalian dalam jama’ah.” (hadits shahih).[1]
Seluruh kalangan ahlussunnah bersepakat bahwa nash-nash suci di atas dan nash lain
yang semakna dengannya adalah dalil pentingnya persatuan kaum muslimin.
Persatuan itu harus didasarkan pada kitabullah Azza wa Jalla dan sunnah
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan menapaki jalan para sahabat Radhiyallahu
‘anhum serta orang-orang yang mengikuti jejaknya dalam masalah-masalah ushul (pokok) yang telah mereka
sepakati. Inilah dalil tentang wajibnya berpegang teguh kepada aqidah as-Salaf
ash-Shalih Radhiyallahu ‘anhum.
2.
Berpegang teguh pada aqidah as-salaf
Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan
jalannya orang-orang mukmin, maka kami biarkan ia leluasa dengan kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam jahannam dan jahannam itu
seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS an-Nisa’ : 115). Juga firman-Nya
(yang artinya) : “Orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Alloh
dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya dan itulah kemenangan
yang besar.” (QS at-Taubah : 100)
Ayat
pertama mengandung ancaman yang keras bagi orang yang membuat-buat atau
mengikuti suatu jalan dalam Ushul ad-Dien yang bukan jalannya kaum
mukminin. Saya katakan di dalam Ushul ad-Dien karena memang para sahabat
tidak bersepakat di dalam masalah-masalah furu’.
Ayat
kedua berkaitan dengan pujian dan sanjungan yang agung dan mulia bagi tiga
golongan kaum mukminin :
Pertama : kaum Muhajirin, dan masa mereka telah berlalu.
Kedua : Kaum Anshor, dan masa mereka telah lewat pula.
Ketiga : setiap orang yang mengikuti mereka dengan baik, dan golongan ini tetap eksis hingga hari kiamat.
Ketiga golongan itu telah ridha kepada Alloh dan Alloh pun ridha kepada mereka. Dia telah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka akan tinggal abadi di dalamnya tidak ada putus-putusnya, sama sekali tidak ada kesuksesan yang dapat menandinginya.
Adapun
hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah ini begitu banyak, cukuplah bagi
kita salah satu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “sebaik-baik
manusia adalah masaku, kemudian masa setelahnya kemudian masa setelahnya.”
(Muttafaq ‘alaihi) dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Ummat
ini akan berpecah belah menjadi 73 kelompok, semuanya masuk neraka kecuali
satu, yakni mereka yang berada di atas (sunnah)ku dan (sunnah) para sahabatku.”
(Shahih, riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).
3.
Bergabung dalam Jama’ah al-‘Umm (jama’ah Induk)
Kaum muslimin!
Anda
semua mencintai Kitabullah Azza wa Jalla, mencintai sunnah Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa Sallam, dan mencintai jama’ah kaum muslimin yang anda berasal
darinya. Maka janganlah anda membenci jama’ah itu dan jangan pula menyimpang
dari sendi-sendi yang telah mereka sepakati. Barangsiapa berpegang teguh dengan
sendi-sendi itu, maka ia telah bergabung bersama jama’ah kaum muslimin,
walaupun hanya seorang diri, sebagaimana perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu
‘anhu : “Sesungguhnya al-jama’ah itu adalah apa yang sesuai dengan
kebenaran walaupun engkau hanya seorang diri.”[2]
4.
Takdir Alloh dan Nubuwat[3]
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
Saudaraku kaum muslimin!
Sesungguhnya
Alloh Azza wa Jalla telah menetapkan, memutuskan dan mentakdirkan bahwa
umat ini akan ditimpa dengan sesuatu yang telah menimpa umat-umat sebelumnya,
yakni iftiroq (perpecahan) dan ikhtilaf (perselisihan). Tidak ada
seorangpun yang mampu menolak
keputusan-Nya dan tak ada yang mampu mencegah perintah-Nya. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan takdir yang bakal terjadi ini. Beliau
telah berdo’a untuk kita dengan tiga macam do’a, Alloh telah mengabulkan dua
do’a dari kekasih-Nya ini dan menolak satu do’anya, yaitu : “Ya Alloh
janganlah Engkau jadikan mereka berpecah belah…” (HR Ahmad). Penolakan ini
mengandung hikmah yang hanya diketahui oleh-Nya, namun hal itu tidaklah menjadi
halangan bagi kita untuk berupaya mempersatukan kaum muslimin, tepat seperti
halnya keyakinan kita bahwa rezeki telah ditentukan di sisi Alloh sebelum kita
lahir, namun tak menghalangi kita untuk berusaha mencari rezeki tersebut.
Demikian
pula keyakinan bahwa umur manusia tak sesaat pun disegerakan atau ditunda tidak
menghalangi kita berusaha untuk menjaga keselamatan diri. Yang terpenting, kita
memahami melalui wahyu samawi bahwa al-Firqoh an-Najiyah
(Golongan yang selamat) hanya ada satu. Maka wajib kiranya kita menyeru seluruh
manusia untuk menuju kepada firqoh tersebut. Jika mereka menyambut seruan
tersebut, maka kita berhak memperoleh pahala dari Alloh sesuai dengan derajat
keikhlasan kita ditambah dengan pahala orang yang mengikuti kita tanpa
mengurangi sedikitpun pahala mereka. Sebaliknya jika mereka menolak seruan
tersebut, maka kita telah selamat dari takdir Alloh dan nubuwah
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kita memohon kepada Alloh untuk
melimpahkan pahalanya atas niat kita, sebab hati manusia ada di genggaman
jari-jemari-Nya. Ia membolak-balikkan hati itu menurut kehendak-Nya.
5.
Saudara kamu justru membenci kami
Kaum muslimin!
Kami
adalah kaum yang beriman kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya seperti
keimanan kalian. Kami telah pula membaca peringatan keras dalam Al-Qur’an
tentang orang-orang yang menyelisihi aqidah as-Salaf ash-Sholih. Demikian juga
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah
memberitakan bahwa setiap keyakinan atau kepercayaan yang menyelisihi ‘aqidah Jama’ah
al-‘Umm maka akan berakhir dalam neraka. Karenanya kami amat takut terhadap
ancaman Alloh yang tertera di dalam kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa Sallam. Kami mendambakan keselamatan dari api neraka dan
mengharapkan kesuksesan agung dalam surga. Al-Qur’an telah mengajarkan kepada
kita –demikian pula sunnah yang suci- bahwa seorang manusia tidak boleh
meyakini suatu aqidah lalu berdiam diri (berpangku tangan).
Ia
harus mendakwahkan ‘aqidah itu kepada orang lain, karena itu kami berpendapat
bahwa dakwah kepada manusia menuju ‘aqidah salimah adalah wajib
hukumnya.
Lalu,
anehnya saudara kami merintangi dakwah kami, mencela daya upaya kami dan
menjuluki kami dengan berbagai macam sifat, diantaranya : malas dan lalai
berdakwah, bodoh terhadap fiqhul waqi’, dakwah kami adalah ucapan belaka
tanpa amalan, kami adalah golongan fiqhul awraq (textbook thinking) atau
tukang hapal teks-teks kitab dan catatan kaki, bahkan mereka sampai kepada
tuduhan bahwa kami in adalah kaki tangan penguasa. Mereka menyebut manhaj,
pemikiran dan ‘aqidah kami sebagai filsafat dusta, dan masih banyak lagi
filsafat yang lain. Padahal kami bersepakat di atas dasar iman kepada
Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam serta
bersatu pendapat dalam menapaki jejak as-salaf ash-Sholih.
Karena
itu, patut kiranya kami membeberkan ke hadirat pembaca kaum muslimin letak
perselisihan kami lalu berhukum tentangnya kepada Kitabullah dan sunnah
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menurut pemahaman kaum salaf
yang saleh. Lalu kami akan meminta anda –wahai para pembaca- jika telah
terbukti siapa yang benar agar anda mendukung kebenaran dan para penegaknya
hingga datangnya hari kiamat.
Untuk
memudahkan anda menuju jalan penyampaian nasehat dan mempersatukan kalimat kaum
muslimin, anda telah mengenal siapa kami, mereka adalah saudara kami dari
kelompok al-Ikhwan al-Muslimun. Sekali lagi kami mengingatkan anda untuk
tidak menghindari pemberian nasehat kepada orang yang bersalah, baik kepada
kami maupun selain kami. Kita semua sering melakukan kesalahan, dan sebaik-baik
yang melakukan kesalahan adalah yang bertaubat.
Perlu
diingat, hendaknya ukuran kebenaran yang kita gunakan adalah apa yang difahami
dan dipraktekkan oleh kaum muslimin terdahulu, yakni generasi para sahabat dan
tabi’in serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka. Sebab semua kalangan –bahkan
syi’ah, shufi dan khawarij sekalipun- mengaku berpegang teguh kepada al-Kitab
dan as-Sunnah, namun mereka menafsirkannya sekehendak nafsu mereka.
6.
Kami bersepakat, namun pada hakikatnya berselisih
Saudaraku kaum muslimin!
Mungkin
anda akan merasa heran ketika membaca judul di atas. Tapi, sebentar lagi kami
akan jelaskan arti judul itu dan memecahkan ‘teka-teki’ ini untuk anda. Kami
secara teoritis berada di dalam kesepakatan karena setiap orang di antara kami
mengaku berpijak pada al-Kitab dan as-Sunnah. Yang membedakan kami dari
firqah-firqah lainnya adalah penyerahan total kami kepada aqidah as-Salaf
as-Sholih dan ijma’ mereka. Hal ini terdapat di dalam kitab-kitab kedua
belah fihak (antara kami dan mereka, ed.). Namun dalam tataran
amaliah praktis maupun dalam pergerakan serta pemikiran terjadi banyak
perselisihan yang semakin memperdalam jurang pemisah di antara kami dan
mencerai beraikan barisan kami. Tahukah anda watak perselisihan ini? Apa saja
dalil-dalil yang dikemukakan oleh kedua belah fihak? Apakah
perselisihan-perselisihan itu termasuk ke dalam masalah yang lebih baik
didiamkan, terutama di saat situasi yang paling kritis di dalam sejarah kaum
muslimin ini? Atau, apakah perselisihan itu menyentuh masalah ushul kaum
muslimin yang tidak boleh didiamkan saja bagaimanapun keadaan kita?
Saudaraku
kaum muslimin!
Jawaban
atas pertanyaan itu akan menjadi jelas bagi anda lewat buku ini. Kita memohon
kepada Alloh bagi kita dan kaum muslimin agar ia berkenan memberi petunjuk
kepada kita dalam hal-hal yang kita perselisihkan tentang kebenarannya,
sesunggunnya Ia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya menuju jalan
yang lurus.
7.
Poin-poin kesepakatan
Sebagaimana
yang telah disebutkan di muka, terdapat kesepakatan teoritis di antara kedua
belah fihak, yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya serta ijma’ kaum as-Salaf ash-Shalih yang mulia.
Kami
tidak perlu mengungkapkan pendapat para ulama dakwah salafiyah dalam bab ini
(karena sikap ulama salafiyun telah jelas, ed.), tetapi kami
cukupkan degan sedikit mencuplik pendapat para pemimpin dan syaikh kelompok al-Ikhwan
agar kami dapat membuktikan adanya kesepakatan teoritis ini.
Asy-Syakh
Hasan al-Banna[4] rahimahullahu mengatakan,
“saudara-saudara, kami menyeru anda sekalian sedangkan Kitabullah di tangan
kanan kami dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di tangan
kiri kami, amalan generasi salaf yang shalih dari umat ini adalah tauladan
kami.” (Lihat : Majmu’ah ar-Rosail hal 46).
Al-Ustadz
Umar Tilmisani[5] berkata, “Cukuplah kiranya bagi kami jika
menengok kembali salah satu risalah yang disusun oleh Imam al-Banna, bahwa
beliau telah menjelaskan dengan sejelas-jelasnya kepada mereka yang melemparkan
tuduhan kepada kami: bahwa kami adalah salafiyin sejati.” (Majalah al-Mujtama’,
no. 476, 15 April 1980).
Berkata
pula DR. Abdullah Azzam[6],
“Adapun aqidah as-Salaf ash-Shalih, ia adalah aqidah mereka yang
berpegang teguh kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam. Saya terbina dan terdidik dalam aqidah ini dan saya tetap
menganutnya –bifadhlillah- serta berharap semoga Alloh senantiasa
mengokohkan aqidah ini pada diri saya dan semoga saya mati dalam keadaan
berpegang di atasnya. Barangsiapa memusuhi aqidah as-salaf ash-Sholih
maka berarti ia memusuhi agama ini, bahkan ia bukan lagi muslim. Sesungguhnya
tujuan kami adalah mendukung aqidah ini dengan izin Alloh.” (Majalah al-Mauqif,
no. 68, 10 Jumadil Akhir 1410, diterbitkan oleh al-Hizb al-Islami di
Afghanistan).
8.
Poin-Poin Perselisihan
Saudaraku kaum muslimin!
Adapun
poin-poin perselisihan di antara kami pada dasarnya adalah satu, namun kemudian
bercabang-cabang hingga panjang sekali pembahasannya. Pada awalnya, sumber
perselisihan itu dapat secara singkat terangkum dalam pertanyaan berikut,
“apakah perkembangan situasi terkini harus tunduk pada hukum syara’ atau
sebaliknya, hukum syara’ yang harus tunduk pada situasi dan perkembangan
politik terkini???”
Jika
anda menjawab bahwa pernyataan pertamalah yang benar, maka kami berada di atas
kebenaran dan mereka berada di atas kebatilan sehingga harus kembali kepada
kebenaran agar kaum muslimin dapat bersatu padu dan kokoh di dalam menghadapi
musuh mereka. Jika pernyataan kedua yang benar, maka kami berada di atas
kebatilan dan merekalah yang benar, maka kami wajib segera kembali kepada
kebenaran. Jika tidak kami termasuk para penyeru perpecahan dan kesesatan.
[1] Kami tidak
mendapati sumber hadits ini seperti tertera di atas, Allahu a’lam. Namun
terdapat sumber lain, yaitu sebuah atsar dari ucapan Umar bin Khaththab Radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata : “Tetaplah kalian dalam jama’ah dan berhati-hatilah!
Jangan sekali-kali kalian jatuh ke dalam perpecahan, sesungguhnya setan itu
bersama satu orang, sedangkan dengan dua orang dia akan lebih jauh. Barangsiapa
yang menghendaki bagian tengah surga, maka hendaklah ia beriltizam dengan jama’ah
(muslimin).” Diriwayatkan oleh Ahmad I/18, Tirmidzi 2254 dan Ibnu Abi Ashim
dalam as-Sunnah hal. 88 dari berbagai jalur. Pent. & ed.
[2]
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam al-Madkhol, terdapat pula riwayat
lain oleh al-Lalika’I dalam Syarh Ushul
I’tiqad Ahlissunnah wal Jama’ah, juz I, hal. 109, cet. Darut
Thayyibah, Riyadh tanpa tahun. Lihat pula al-Hawadits wal Bida’ oleh Abu
Syamah hal. 22. pent. & ed.
[3] Banyak
penterjemah ketika menterjemah kata nubuwah diartikan dengan kata
‘ramalan’. Padahal ini adalah suatu kesalahan fatal. Karena ramalan sangat jauh
berbeda maknanya dengan nubuwah, karena ramalan dasar pijakannya adalah gejala
fisika atau gejala metafisika alam, namun nubuwah dasar pijakannya adalah
wahyu. ed.
[4] Pendiri
dan pemimpin Ikhwanul Muslimin yang pertama. Beliau meninggal dibunuh penguasa
Mesir pada 12 Februari 1949 dalam usia 43 tahun. Semoga Alloh merahmatinya dan
mengampuni semua dosa-dosanya. pent. & ed.
[5] Beliau
adalah Mursyid ‘Amm (Supreme Guide) tertinggi Ikhwanul Muslimin yang
ketiga setelah periode kepemimpinan DR. Hasan Isma’il al-Hudhaibi rahimahullahu
(1949-1954). Beliau memimpin Ikhwanul Muslimin setelah dibebaskan dari penjara
pada tahun 1970 oleh rezim Anwar Sadat. Pemikiran beliau banyak diwarnai dengan
kontroversi baik internal maupun eksternal organisasi. Semoga Alloh mengampuni
kesalahan-kesalahan beliau. pent. & ed.
[6] Beliau adalah salah satu da’i al-Ikhwan yang
paling dekat dengan salafiyun dari segi aqidah. Beliau pernah berguru kepada
al-‘Allamah al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu
dan senantiasa menisbatkan diri sebagai muridnya. Namun beliau berselisih
dengan al-Allamah al-Albani setelah al-Albani mentahdzir jama’ah Ikhwanul
Muslimin. DR. Abdullah Azzam aktif mempropagandakan Jihad Afghanistan ke
seluruh dunia. Beliau gugur dalam serangan bom yang dipasang di mobilnya
setelah mengisi khutbah jum’at beserta putera-puteranya. Semoga Alloh menerima
amalnya dan menjadikannya sebagai salah satu syuhada’ dan mengampuni semua kesalahan-kesalahan
beliau. ed.