Menjawab Syubuhat Quburiyun[1]
A |
da
sebuah syubuhat yang dilontarkan oleh
para penyembah kubur (quburiyun)
terhadap orang yang mengingkari mereka mengenai istighotsah (meminta pertolongan) kepada orang yang mati, mereka
berkata :
“Kami bersyahadat Laa ilaaha
illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh. Kami juga berkeyakinan bahwa
Alloh adalah yang Maha Pencipta, Pemberi Rezeki, Pengatur (alam semesta),
Pemberi mudharat dan manfaat, di tangan-Nyalah segala sesuatu dan Dia-lah yang
menurunkan hujan. Kami juga tahu bahwa mayit (wali
Alloh) tidaklah memiliki kemanfaatan dan kemudharatan dengan sendirinya.
Akan tetapi dia (si mayit ini) adalah seorang yang shalih dan
memiliki kedudukan di sisi Alloh. Maka dari itu, kami
berdo’a dan bertawassul kepada Alloh
melalui perantaraannya, supaya dirinya memberikan syafa’at bagi kami di sisi Alloh sehingga do’a kami maqbul (diterima). Dia (si mayit
ini) adalah penengah antara kami dengan Alloh, karena ketaatan kami amatlah
sedikit sedangkan dosa kami amatlah berlimpah, sehingga apabila kami meminta
langsung kepada Alloh tanpa penengah, maka niscaya do’a kami takkan diterima
dikarenakan banyaknya dosa kami. Karena itulah kami jadikan
seorang wali (yang telah mati) sebagai penengah antara diri kami dengan Alloh.”
Jawaban atas
syubuhat ini dari beberapa segi :
Pertama,
syahadat Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh itu memiliki
pembatal-pembatal dan barangsiapa yang melakukan salah satu diantara
pembatal-pembatal ini maka telah kafir, walaupun dia mengucapkan (syahadat ini)
dengan lisannya setiap hari, kecuali apabila ia bertaubat dari pembatal ini dan
ruju’ (kembali kepada kebenaran).
Sebagai
contohnya adalah kaum munafiqin, mereka bersyahadat Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad
Rasul Alloh, bahkan terkadang mereka pun turut berjihad bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Salam. Meski demikian, mereka termasuk kaum yang berada
di dasar neraka terdalam yang tiada berguna sedikitpun syahadat mereka.
Alloh Ta’ala berfirman :
“Apabila orang-orang
munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa
Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan
Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.” (QS Al-Munafiqun : 1)
Dan
tatkala Nabi hendak mensholati pemimpin kaum munafiqin, Abdullah bin ‘Ubay bin
Salul, turunlah ayat ini :
“Dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka
Telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS At-Taubah : 84)
Demikian
pula dengan apa yang kita dengar pada zaman ini dari anak-anak kaum muslimin,
yaitu apabila mereka marah maka mereka akan mencela Alloh dan Rasul-Nya serta
mencela agama ini, maka hal ini, tidak diragukan lagi akan kekafirannya,
walaupun mereka mengucapkan Laa ilaaha
illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh
dan walaupun mereka berada di tengah-tengah kaum muslimin.
Qodiyaniyah, mereka juga bersyahadat Laa
ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul
Alloh, akan tetapi mereka berkeyakinan bahwa Mirza
Ghulam Ahmad al-Qodiyani adalah seorang Nabi yang diutus Alloh. Maka mereka telah kafir dikarenakan mereka telah mendustakan Alloh
dan Rasul-Nya di dalam keyakinan bahwa Muhammad adalah penutup para nabi.
Demikian pula dengan orang yang menyembah kepada selain Alloh,
seperti sholat, sujud, berkurban atau berdo’a kepada selain Alloh. Maka ia telah menyekutukan Alloh dan telah kafir, walaupun ia
senantiasa mengucapkan Laa ilaaha illa
Allahu dan Muhammad Rasul Alloh
dengan lisannya. Syahadatnya ini tidaklah berfaidah baginya, dikarenakan ia telah melakukan amalan yang
membatalkannya. Sebagaimana seorang manusia masuk ke dalam Islam dengan dua
kalimat syahadat Laa ilaaha illa Allahu
dan Muhammad Rasul Alloh, maka
demikian pula ia akan keluar dari Islam dengan satu ucapan kufur yang ia
ucapkan dan ia sadar akan maknanya.
Termasuk diantaranya adalah seseorang yang menolak tentang keharaman
zina atau segala sesuatu yang telah jelas dan telah disepakati keharamannya. Apabila ia jahil (bodoh) maka diterangkan
kepadanya, dan apabila ia masih bersikeras maka ia telah kafir. Demikian pula
orang yang menolak kewajiban ibadah dari
Kedua, ucapan
mereka : “Kami juga berkeyakinan bahwa Alloh adalah
yang Maha Pencipta, Pemberi Rezeki, Pengatur (alam semesta), Pemberi mudharat
dan manfaat, di tangan-Nyalah segala sesuatu dan Dia-lah yang menurunkan
hujan.”
Maka
saya jawab : Aqidah semacam ini saja tidaklah cukup,
namun kita juga harus mentauhidkan Alloh Yang Maha Suci di dalam segala bentuk
peribadatan dan tidak boleh kita palingkan kepada selain-Nya. Kita tidaklah beribadah melainkan hanya kepada Alloh dan termasuk
diantara bentuk ibadah adalah sholat, sujud, berkurban dan berdo’a. Maka kita tidaklah sholat melainkan hanya kepada Alloh, kita tidak
sujud kepada selain Alloh dan kita tidak pula berkurban dan berdo’a kepada
selain Alloh. Apabila Anda berkeyakinan bahwa Rabb
Yang Maha Suci, Dia-lah yang menurunkan hujan, lantas mengapa Anda memohon
hujan kepada selain-Nya? Mengapa Anda berucap :
“Ya Syaikh Faris, datangkanlah hujan!!!”
Alloh Jalla wa ‘
Ahli Tafsir
yang terkenal, As-Suyuthi Rahimahullahu
di dalam tafsir Jalalain berkata
tentang tafsir firman Alloh Ta’ala
berikut ini :
“Dan sebahagian besar dari mereka tidak
beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan
sembahan-sembahan lain).” (QS Yusuf : 106)
Beliau Rahimahullah berkata :
“Dan sebahagian besar dari
mereka tidak beriman kepada Allah”
maksudnya mereka (orang kafir) menetapkan bahwa Alloh adalah Yang Maha Menciptakan
dan Memberi Rezeki. “melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah” yaitu dengan menyembah patung-patung, oleh
karena itu mereka berkata ketika bertalbiyah
(di saat haji) : “Kami memenuhi
panggilan-Mu dan tiada sekutu bagi-Mu melainkan sekutu yang Engkau miliki
sedangkan ia tidak memiliki.” Inilah yang mereka
maksudkan.”
Alloh Ta’ala berfirman dalam
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan
kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan
matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab:
"Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang
benar). Allah melapangkan rezki bagi siapa yang
dikehendaki-Nya di antara hamba- hamba-Nya dan dia (pula) yang menyempitkan
baginya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu. Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka:
"Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu
bumi sesudah matinya?" tentu mereka akan menjawab: "Allah",
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).”
(QS Al-Ankabut : 61-63)
Imam
Mufassirin Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thobari Rahimahullahu berkata di dalam tafsirnya mengenai ayat ini :
“Alloh Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya jika kamu tanyakan” wahai Muhammad, “kepada mereka”
kaum musyrikin, “Siapakah
yang menjadikan langit dan bumi” dan
meratakannya, “dan
menundukkan matahari dan bulan” bagi
hamba-hamba-Nya yang beredar secara kontinu bagi kemaslahatan hamba-hamba
Alloh? “tentu mereka akan menjawab:” yang menciptakan dan melakukan demikian ini adalah Alloh. “Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan
(dari jalan yang benar)”. Alloh Jalla Tsana’uhu berfirman : Bagaimana mereka bisa berpaling dari
Alloh yang melakukan hal ini[3]
dan memalingkannya dari mengikhlaskan diri di dalam peribadatan kepada Alloh,
sebagaimana Bisyr mengabarkan kepada kami, beliau berkata, menceritakan kepada
kami Yazid, beliau berkata, menceritakan kepada kami Sa’id dari Qotadah,
(beliau berkata) “Maka
betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)” maksudnya yaitu memalingkannya.”
Kemudian
Ibnu Jarir berkata di dalam tafsirnya tentang ayat :
“Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada
mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan
air itu bumi sesudah matinya?" tentu mereka akan menjawab:
"Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi
kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS Al-Ankabut : 63)
Alloh Ta’ala bertanya kepada Nabi-Nya Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa Salam, “Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan” wahai Muhammad, “kepada mereka”
kaum musyrikin dari kaummu, “Siapakah
yang menurunkan air dari langit”
yaitu hujan yang mana Alloh menurunkannya dari awan, “lalu menghidupkan dengan air itu bumi”, maksudnya Alloh menghidupkan bumi dengan air
yang diturunkan oleh Alloh dari langit dan Alloh juga menghidupkan bebijian dan
tetumbuhan di dalamnya “sesudah
matinya” yaitu setelah kering
kerontang dan gersang. Firman-Nya “tentu
mereka akan menjawab: Allah”, yaitu tentulah mereka akan menjawab, “yang
melakukan ini semua adalah Alloh yang memiliki hak peribadatan atas segala
sesuatu”. Firman-Nya “Katakanlah:
Segala puji bagi Allah” yaitu apabila
mereka menjawab demikian, maka ucapkan segala puji hanyalah milik Alloh, “tetapi kebanyakan mereka tidak memahaminya” artinya yaitu kebanyakan kaum musyrikin itu
tidaklah berakal dan tidaklah sedikitpun mereka memberi kemanfaatan bagi agama
mereka dan tidak pula kemudharatan. Mereka dengan kebodohan
ini mengira bahwa dengan ibadah mereka kepada sesembahan-sesembahan selain
Alloh dapat menghantarkan mereka lebih dekat kepada Alloh. Mereka tidak sadar, bahwa dengan demikian mereka telah binasa dan
diancam dengan neraka, kekal selama-lamanya.”
Kemudian
Ibnu Jarir Rahimahullahu berkata di
dalam tafsirnya tentang firman Alloh :
“Maka apabila mereka naik kapal mereka
mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah)” (QS Al-Ankabut : 65)
Alloh Ta’ala berfirman, “Maka apabila mereka” kaum musyrikin naik di atas kapal laut, mereka
merasa takut tenggelam dan binasa di tengah lautan, “mereka mendoa kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya” yaitu
mereka memurnikan hanya kepada Alloh di saat genting, yang ketika itu tauhid
bersemayam di sanubari mereka dan mereka pun mentauhidkan Alloh di dalam
ketaatan, mengakui peribadatan hanya untuk-Nya, mereka tidaklah beristighotsah kepada tuhan-tuhan dan
berhala-berhala mereka, akan tetapi hanya kepada Alloh saja yang menciptakan mereka.[4]
“Maka tatkala
Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat” yaitu tatkala Alloh
membebaskan mereka dari hal yang menimpa mereka dan menyelamatkan mereka,
tiba-tiba mereka di darat berubah mempersekutukan Alloh di dalam ibadah dan
mereka berdo’a kepada sesembahan-sesembahan, berhala-berhala dan tuhan-tuhan
lain beserta Alloh.
Bisyr
meriwayatkan kepada kami, beliau berkata : Yazid
meriwayatkan , Sa’id meriwayatkan dari Qotadah, (beliau berkata) : firman Alloh
“Maka tatkala Allah
menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali)
mempersekutukan (Allah)” maksudnya
seluruh makhluk mengakui bahwa hanya Alloh-lah Rabb mereka namun kemudian
mereka menyekutukan-Nya.”
Termasuk
diantara yang diterangkan oleh Alloh tentang pengikraran kaum musyrikin yang
menetapkan bahwa Alloh-lah yang Maha Pencipta adalah firman-Nya di dalam
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan
kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu
mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi
kebanyakan mereka tidak Mengetahui. “ (QS Luqman :25)
Alloh Ta’ala juga berfirman
:
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada
mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?",
niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui".” (QS Az-Zukhruf : 9)
Dan
firman-Nya :
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada
mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab:
"Allah", Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah )?” (QS Az-Zukhruf : 87)
Demikian
pula kaum kuffar yang menisbatkan
anak bagi Alloh (Nasrani pent), mereka meyakini bahwa bumi dan
seisinya adalah milik Alloh, dan bahwasanya Alloh-lah Rabb (pengatur) langit
yang tujuh dan pemilik Arsy yang
agung serta di tangan-Nya Subhanahu
berada kekuasaan atas segala sesuatu sedangkan Ia melindungi dan tiada yang
dapat terlindungi dari-Nya[5].
Alloh Ta’ala berfirman :
“Katakanlah: "Kepunyaan siapakah
bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
ingat?" Katakanlah: "Siapakah
yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
bertakwa?" Katakanlah:
"Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang
dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika
kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka dari
jalan manakah kamu ditipu?" Sebenarnya kami Telah
membawa kebenaran kepada mereka, dan Sesungguhnya mereka benar-benar
orang-orang yang berdusta. Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan
sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada Tuhan
beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa
makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan
sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,” (QS
Al-Mu’minun : 84-91)
Ketiga, Ucapan
mereka : “Kami juga tahu bahwa mayit (wali Alloh) tidaklah
memiliki kemanfaatan dan kemudharatan dengan sendirinya. Akan
tetapi dia (si mayit ini) adalah seorang yang shalih dan memiliki kedudukan di
sisi Alloh. Maka dari itu, kami berdo’a dan bertawassul kepada Alloh melalui
perantaraannya, supaya dirinya memberikan syafa’at
bagi kami di sisi Alloh sehingga do’a kami maqbul
(diterima). Dia (si mayit ini) adalah penengah antara
kami dengan Alloh.”
Saya katakan : Sesungguhnya orang-orang musyrik yang menyembah
patung-patung orang yang shalih dan sesembahan-sesembahan lainnya, mereka
menyembahnya dengan mengharapkan syafa’at-nya
di sisi Alloh. Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan mereka menyembah selain daripada
Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak
(pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "mereka itu adalah pemberi
syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu
mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya
baik di langit dan tidak (pula) d ibumi?" Maha Suci
Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).” (QS Yunus : 18)
Dari
sini, terkadang ada orang yang berkata : “Sesungguhnya Alloh menyebutkan di
dalam ayat ini kata ‘menyembah’, padahal mereka itu adalah kaum yang
mengatakan, kami tidak menyembah para wali Alloh yang wafat akan tetapi kami
berdo’a kepada mereka beserta Alloh.” Maka aku jawab dengan singkat
: “Do’a itu ibadah”, dan
ucapanku ini bukanlah perkataanku belaka, namun merupakan perkataan sayyid (penghulu)-nya keturunan Adam dan
penutupnya para nabi dan rasul.
Imam
Ahmad, Nasa’I, Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban –di dalam Shahihnya-, Al-Hakim –di dalam Mustadraknya- dan Bukhari -di dalam Al-Adabul Mufrad- meriwayatkan dari
Nu’man bin Basyir, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda : “Do’a
adalah ibadah”.
Maka
katakanlah kepadaku –semoga Alloh memberkahi Anda-, ucapan siapakah yang akan kita ambil dan dengan siapa kita berhukum di dalam
masalah ini?!! apakah kita akan mengambil ucapan orang
yang tidak berucap dari hawa nafsu melainkan hanyalah wahyu yang diwahyukan
kepada beliau, yaitu “do’a adalah ibadah”,
ataukah kita mengambil ucapan orang yang membodohi ummat dengan perkataannya,
“do’a bukanlah termasuk ibadah”???
Katakanlah padaku, kita berhukum dengan siapa?? Alloh berfirman :
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.” (QS An-Nisa’ : 65)
Katakanlah padaku –semoga Alloh memberkahi Anda-, ucapan siapakah
yang harus kita dahulukan? Apakah kita dahulukan orang yang ma’shum ataukah yang tidak ma’shum?
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Hujurat : 1)
Katakanlah padaku –semoga Alloh memberkahi Anda-, dengan ucapan
siapakah kita berhukum?
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya
Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan
barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat,
sesat yang nyata.” (QS Al-Ahzab : 36)
Di
antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa do’a itu adalah ibadah adalah, Alloh Tabaroka wa Ta’ala memerintahkan,
mendorong dan menganjurkan
kita untuk berdo’a di banyak tempat di dalam kitab-Nya. Alloh Ta’ala berfirman :
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah
diri dan suara yang lembut.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.” (QS Al-A’raaf : 55)
Dan
firman-Nya Ta’ala :
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk
neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".”
(QS Ghofir : 60)
Perhatikanlah
–wahai orang-orang yang bertauhid- terhadap ayat “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah
kepada-Ku”, kemudian apa yang Alloh katakan setelahnya?
Do’a adalah ibadah.
Ibnu Jarir berkata : “Ali bin Sahl menceritakan kepada
kami, Ma’mal menceritakan kepada kami, ‘Imarah menceritakan kepada kami, dari
Tsabit beliau berkata : Aku berkata kepada Anas, “Wahai Abu Hamzah, apakah Anda pernah menyampaikan bahwa do’a itu
separoh dari agama?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan do’a itu adalah ibadah
seluruhnya.”
Alloh murka apabila kau tinggalkan
pinta kepada-Nya
Dan anak cucu Adam tatkala diminta akan marah
Saya
ulang lagi jawaban terhadap syubuhat
mereka, yaitu ucapan mereka : “Sesungguhnya wali-wali
yang telah wafat, mereka adalah perantara antara diri kami dengan Alloh, dan
kami bertaqorrub (mendekatkan diri)
melalui perantara do’a mereka kepada Alloh.”
Saya katakan : Syubuhat
dan perkataan ini adalah perkataan kaum kuffar generasi awal. Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya
mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya".
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka
tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat kafir.” (QS Az-Zumar : 3)
Ibnu
Jarir berkata mengenai tafsir ayat ini : “ Alloh Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang mengambil pelindung
selain Allah”, mencintai dan
menyembah kepada selain Alloh, mereka berkata tentang sesembahannya, “kami
tidaklah menyembahmu wahai tuhan-tuhan sekalian melainkan hanyalah untuk
mendekatkan diri kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya peribadatan dan
kedudukan. Adapun kalian hanyalah memberikan syafa’at kepada kami di sisi Alloh di
dalam memenuhi hajat (keperluan)
kami.” Dan perkataan kaum kuffar di dalam ayat ini, “Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”
mencakup seluruh bentuk ibadah, bahkan ibadah seluruhnya.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata : “Dan kebanyakan perkataan yang tergolong sesat
adalah ucapan, “orang ini lebih dekat dengan Alloh dibandingkan diriku
sedangkan diriku adalah jauh dari Alloh, sehingga tidak mungkin bagiku untuk
berdo’a kepada-Nya melainkan melalui perantaraan orang ini” ataupun
perkataan-perkataan semisal dari kaum musyrikin. Padahal Alloh Ta’ala berfirman :
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah : 186)
Dan
telah diriwayatkan bahwasanya para sahabat berkata : “Wahai
Rasulullah, Apakah Tuhan kita dekat sehingga cukupkah bagi kita memohon
kepada-Nya dengan berbisik ataukah jauh sehingga kita meminta-Nya dengan
berteriak?” maka Alloh menurunkan ayat ini.[6]
Di dalam
Ash-Shahih diceritakan bahwa ketika
para sahabat sedang dalam perjalanan, mereka mengangkat suaranya ketika
bertakbir, lantas Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda : “Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian masing-masing, karena
sesungguhnya kalian tidaklah menyeru Dzat yang tuli dan tidak pula yang tidak
ada. Namun kalian menyeru Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha
Dekat. Sesungguhnya Dzat yang kalian seru itu lebih
dekat kepada kalian daripada leher hewan tunggangannya.”
Sungguh Alloh telah memerintahkan seluruh hamba-Nya supaya menegakkan
sholat dan bermunajat hanya kepada-Nya, dan memerintahkan seluruh hamba-Nya
supaya berkata, “Hanya kepada-Mu jualah
kami menyembah dan hanya kepada-Mu jualah kami memohon pertolongan”. Dan Alloh telah memberitakan
tentang kaum musyrikin yang mana mereka berkata, “Kami tidaklah menyembah mereka (sesembahan-sesembahan selain Alloh)
melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Alloh dengan
sedekat-dekatnya.”
Kemudian dikatakan kepada orang musyrik ini, “kamu jika berdo’a
kepada mayit ini dan apabila kamu yakin bahwa dia yang lebih tahu tentang
keadaanmu dan dia yang lebih mampu di dalam memenuhi permintaanmu atau lebih
menyayangimu, maka hal ini merupakan suatu kebodohan, kesesatan dan kekufuran. Jika kamu telah mengetahui
bahwa hanya Alloh-lah yang lebih mengetahui, lebih mampu dan lebih menyayangi,
lantas mengapa kamu palingkan dirimu dari meminta kepada Alloh dengan meminta
kepada selain-Nya??
Tidak
pernahkan kamu mendengar hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan selain
beliau dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata : Dahulu Rasulullah pernah mengajari
kami untuk beristikhoroh di dalam
memutuskan segala perkara sebagaimana beliau mengajari kami surat dari
al-Qur’an, beliau Shallallahu ‘alaihi wa
Salam bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian berencana untuk
melakukan sesuatu, maka hendaklah ia melakukan sholat sunnah dua raka’at
kemudian membaca :
“Ya Alloh, sesungguhnya aku
meminta pilihan yang tepat kepada-Mua dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan
kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku
memohon kepada-Mu sesuatu anugerah-Mu yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha
Kuasa sedangkan aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak
mengetahui dan Engkaulah yang lebih mengetahui yang ghaib. Ya
Alloh, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini lebih baik bagi agamaku,
kehidupanku dan akibatnya terhadap diriki maka sukseskanlah untuku dan
mudahkanlah jalannya kemudian berkahilah diriku. Akan tetapi apabila
Engkau mengetahui bahwa persoalan ini buruk agamaku, kehidupanku dan akibatnya
terhadap diriku, maka singkirkanlah persoalan tersebut dan jauhkanlah aku
darinya. Takdirkanlah kebaikan untukku di mana saja kebaikan
itu berada kemudian berkahilah keridhaan-Mu kepadaku.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam
memerintahkan seorang hamba mengucapkan : “Aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mua
dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku)
dengan ke-Mahakuasaan-Mu.”
Jika kamu telah tahu bahwa (wali/mayit itu) lebih dekat di sisi Alloh
dibandingkan dirimu, maka ini benar. Namun ini adalah perkataan yang benar dimaksudkan
untuk suatu kebatilan. Karena sesungguhnya, apabila ia
(wali/mayit itu) lebih dekat dan lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dirimu,
maka maknanya adalah Alloh-lah yang membalas ganjaran dan memberi lebih banyak
(keutamaan ini) kepadanya daripada yang Ia berikan kepadamu. Bukanlah maknanya
apabila kamu berdo’a kepada mayit itu maka Alloh akan
memenuhi permintaanmu lebih besar daripada yang Alloh berikan apabila kamu
meminta hanya kepada Alloh semata. Jika demikian maksudmu,
maka kamu layak diganjar dengan siksa dan do’amu ditolak –dikarenakan di dalam
do’amu terdapat unsur perbuatan dosa-. Nabi dan orang-orang shalih,
tidaklah akan menolong dan mengusahakan sesuatu yang
Alloh membencinya. Apabila tidak demikian halnya, maka
Alloh-lah yang lebih berhak di dalam merahmati dan menerima (do’a).”[7]
Keempat,
ucapan mereka : “karena ketaatan kami amatlah sedikit
sedangkan dosa kami amatlah berlimpah, sehingga apabila kami meminta langsung
kepada Alloh tanpa penengah, maka niscaya do’a kami takkan diterima dikarenakan
banyaknya dosa kami.”
Saya katakan : Apabila dosa Anda berlimpah, maka yang demikian
ini seharusnya tidaklah menghalangi Anda untuk berlindung kepada Alloh dan
merendahkan diri kepada-Nya karena Alloh Subhanahu
telah mengetahui hal ini (dosa-dosa anda). Alloh Subhanahu berfirman di dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dari Rabb al-‘Alamien
(pemelihara alam semesta) :
“Wahai hamba-hamba-Ku,
sesungguhnya kalian telah melakukan dosa di malam dan siang hari dan Aku
mengampuni dosa’dosa seluruhnya, maka mintalah ampun pada-Ku niscaya Ku ampuni.”
Dialah Alloh yang mengetahui kelemahan dan kekurangan hamba-hamba_nya
sera berlimpahnya dosa-dosa mereka.
Alloh memberitahukan kepada mereka bahwa Ia mengetahui
hal ini kemudian Ia perintahkan mereka supaya memohon pengampunan hanya
kepada-Nya Subhanahu. Dia tidak mengatakan kepada mereka supaya bersandar kepada
orang-orang yang telah mati dan tidak meminta mereka supaya mereka menjadikan
perantara-perantara, namun Alloh Subhanahu
membuka pintu-Nya bagi siapa saja yang bersandar kepada-Nya.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar
mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqoroh : 186)
Sebagian
ulama menyebutkan (tafsir) tentang firman Alloh Ta’ala :
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa)
orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan
kesusahan…” (QS An-Naml
: 62)
Bahwasanya
sekalipun dia orang kafir, apabila dirinya dalam keadaan terjepit dan terpaksa,
maka dia akan berdo’a dan bersandar kepada Alloh semata, dikarenakan Alloh Subhanahu dengan kemuliaan dan
keutamaan-Nya menyingkirkan keburukan dan menghilangkan kesusahannya. Apabila
hal ini berlangsung pada hamba yang kafir, lantas bagaimana pandangan Anda
dengan seorang muslim yang bertauhid?!!
Ketahuilah,
bahwasanya ayat-ayat yang menjelaskan tentang haramnya berdo’a kepada selain
Alloh datang dalam bentuk umum (mencakup seluruhnya), baik yang dipinta dengan
do’a itu adalah malaikat –sebagaimana yang dilakukan para penyembah malaikat-,
jin ataupun rasul –sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah al-Masih-,
ataukah sahabat –sebagaimana yang dilakukan kaum rafidhah yang mempertuhankan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu- ataupun patung yang dibentuk dengan rupa
orang yang shalih atau wali yang dibangun di atas kuburnya –sebagaimana yang
dilakukan para penyembah (kubur) Badawi atau selainnya-.
“Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu
adalah kepunyaan Allah.
Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di
samping (menyembah) Allah.” (QS Al-Jinn : 18)
Ketahuilah
wahai saudara pembaca, apabila dua orang berselisih atau berbeda pendapat
tentang suatu permasalahan dari perkara agama, dimana yang satu mengatakan ini
syirik, yang lain mengatakan ini boleh, yang lain lagi mengatakan ini halal,
ini haram, ini bid’ah atau ini sunnah. Bagaimana Anda mengetahui mana yang benar dan mana yang salah?
Jawabannya
adalah, barangsiapa yang ucapannya selaras dengan ayat-ayat Kitabullah atau
hadits-hadits shahih Rasulullah, maka ia benar. Adapun
orang-orang yang tidak memiliki dalil baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah,
maka sesungguhnya dia telah berhujjah
dengan hawa nafsu dan pemikiran rusak yang menyelisihi nash,
atau berhujjah dengan adat/kebiasaan
bapak-bapak, nenek moyang ataupun guru-guru mereka, ataupun bersandar dengan
hadits-hadits dha’if atau dusta dari
Rasul, maka orang inilah yang salah.
Alloh Ta’ala berfirman :
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa’ : 59)
Kembali kepada Alloh maksudnya kembali kepada Al-Qur’anul Azhim dan kembali kepada Rasul Maksudnya adalah
mengembalikan (segala urusan) kepada beliau semasa beliau hidup dan kepada
sunnahnya yanh shahih setelah beliau wafat.
Alloh Ta’ala berfirman :
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih,
Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang
mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah Aku bertawakkal dan kepada-Nyalah Aku kembali.” (QS Asy-Syuuro : 10)
-OOO-
[1] Disarikan dari muqoddimah
buku Al-Aayatul Bayyinaat fii Tahriimi
Du’aatil Amwaati karya Syaikh Ali Babakar hafizhahullahu oleh Abu Salma al-Atsari. Buku
ini adalah salah satu buku yang ditulis oleh Alu Ba’alawi (keturunan Alawiyin) yang muwaahidin yang mana mayoritas mereka adalah shufiyun quburiyun khurofiyun
tulen dan kebanyakan berasal dari Hadhramaut. Mereka mengklaim memiliki
keutamaan tersendiri dari nasab yang bersambung hingga ke ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu
‘anhu. Mereka sangat membanggakan nasab mereka dan
mengharamkan wanita-wanita kalangan mereka menikah dengan pria selain mereka,
karena kufu menurut mereka adalah
senasab atau nasab yang lebih mulia. Belum lagi ‘aqidah
yang menyimpang, bid’ah yang mereka lariskan seperti maulid, diba’, dan semisalnya dan kultus
individu yang berlebihan terhadap tokoh-tokoh mereka, semua ini berangkat dari
kejahilan dan fanatisme buta mereka terhadap Islam. Semoga Alloh
membalas jasa Syaikh Ali Babakar yang mendakwahkan tauhid dan sunnah di kalangan mereka sehingga mereka mau kembali ke
jalan yang haq.
[2] Pendapat yang rajih (kuat) adalah bahwasanya meminta
taubat (dengan batasan) selama tiga hari bukanlah suatu keharusan. Apabila seorang imam melihat kemaslahatannya ketika meminta taubat
adalah dua hari atau tiga hari, maka hendaklah dilaksanakan. Juga apabila imam memandang dengan langsung membunuhnya tanpa
dimintai taubat, maka hendaklah dilaksanakan. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam : “Barangsiapa merubah agamanya maka bunuhlah.”
[3] Maksudnya adalah, bagaimana bisa mereka
berpaling dari tauhid terhadap Dzat yang melakukan hal ini –yaitu Alloh- di
dalam peribadatan dengan tidak memurnikan peribadatan hanya kepada-Nya dan
menyekutukan Alloh dengan selain-Nya, serta sujud dan berdo’a kepada selian
Alloh. Diantara mereka ada yang berdo’a kepada malaikat, para nabi dan jin dan adapula yang memohon pertolongan dan bantuan dari
orang-orang yang telah meninggal dunia.
[4]
[5] Yaitu Alloh menjaga dan melindungi siapa
saja yang dikehendaki-Nya dan tiada akan terlindungi
dan terjaga siapa saja yang dikehendaki-Nya dengan keburukan.
[6] Hadits mursal yang sampai pada derajat hasan. Hadits mursal termasuk kategori dho’if. Syaikh
Muqbil al-Wadi’i telah menerangkannya di dalam tahqiq (verifikasi)-nya terhadap Tafsir Ibnu Katsir (I/400), oleh karena itulah Syaikhul Islam
menyandarkannya dengan ucapan ‘diriwayatkan’. (para
ulama hadits apabila menyebutkan hadits Rasulullah dengan bentuk pasif semisal
“diriwayatkan dari” adalah suatu bentuk pendha’ifan
hadits tersebut, pent.)
[7] Al-Fatawa
(27/74-75)