MAKTABAH ABU SALMA

 

Menjawab Syubuhat Quburiyun[1]

Oleh : Syaikh ‘Ali Babakar

 

A

da sebuah syubuhat yang dilontarkan oleh para penyembah kubur (quburiyun) terhadap orang yang mengingkari mereka mengenai istighotsah (meminta pertolongan) kepada orang yang mati, mereka berkata :

“Kami bersyahadat Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh. Kami juga berkeyakinan bahwa Alloh adalah yang Maha Pencipta, Pemberi Rezeki, Pengatur (alam semesta), Pemberi mudharat dan manfaat, di tangan-Nyalah segala sesuatu dan Dia-lah yang menurunkan hujan. Kami juga tahu bahwa mayit (wali Alloh) tidaklah memiliki kemanfaatan dan kemudharatan dengan sendirinya. Akan tetapi dia (si mayit ini) adalah seorang yang shalih dan memiliki kedudukan di sisi Alloh. Maka dari itu, kami berdo’a dan bertawassul kepada Alloh melalui perantaraannya, supaya dirinya memberikan syafa’at bagi kami di sisi Alloh sehingga do’a kami maqbul (diterima). Dia (si mayit ini) adalah penengah antara kami dengan Alloh, karena ketaatan kami amatlah sedikit sedangkan dosa kami amatlah berlimpah, sehingga apabila kami meminta langsung kepada Alloh tanpa penengah, maka niscaya do’a kami takkan diterima dikarenakan banyaknya dosa kami. Karena itulah kami jadikan seorang wali (yang telah mati) sebagai penengah antara diri kami dengan Alloh.”

 

Jawaban atas syubuhat ini dari beberapa segi :

Pertama, syahadat Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh itu memiliki pembatal-pembatal dan barangsiapa yang melakukan salah satu diantara pembatal-pembatal ini maka telah kafir, walaupun dia mengucapkan (syahadat ini) dengan lisannya setiap hari, kecuali apabila ia bertaubat dari pembatal ini dan ruju’ (kembali kepada kebenaran).

Sebagai contohnya adalah kaum munafiqin, mereka bersyahadat Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh, bahkan terkadang mereka pun turut berjihad bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Meski demikian, mereka termasuk kaum yang berada di dasar neraka terdalam yang tiada berguna sedikitpun syahadat mereka.

Alloh Ta’ala berfirman :

 Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS Al-Munafiqun : 1)

Dan tatkala Nabi hendak mensholati pemimpin kaum munafiqin, Abdullah bin ‘Ubay bin Salul, turunlah ayat ini :

 Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka Telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (QS At-Taubah : 84)

Demikian pula dengan apa yang kita dengar pada zaman ini dari anak-anak kaum muslimin, yaitu apabila mereka marah maka mereka akan mencela Alloh dan Rasul-Nya serta mencela agama ini, maka hal ini, tidak diragukan lagi akan kekafirannya, walaupun mereka mengucapkan Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh dan walaupun mereka berada di tengah-tengah kaum muslimin.

Qodiyaniyah, mereka juga bersyahadat Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh, akan tetapi mereka berkeyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad al-Qodiyani adalah seorang Nabi yang diutus Alloh. Maka mereka telah kafir dikarenakan mereka telah mendustakan Alloh dan Rasul-Nya di dalam keyakinan bahwa Muhammad adalah penutup para nabi.

Demikian pula dengan orang yang menyembah kepada selain Alloh, seperti sholat, sujud, berkurban atau berdo’a kepada selain Alloh. Maka ia telah menyekutukan  Alloh dan telah kafir, walaupun ia senantiasa mengucapkan Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh dengan lisannya. Syahadatnya ini tidaklah berfaidah baginya, dikarenakan  ia telah melakukan amalan yang membatalkannya. Sebagaimana seorang manusia masuk ke dalam Islam dengan dua kalimat syahadat Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh, maka demikian pula ia akan keluar dari Islam dengan satu ucapan kufur yang ia ucapkan dan ia sadar akan maknanya.

Para ulama fikih telah menyebutkan di dalam kitab-kitab fikih dalam bab hukum murtad, yaitu suatu amalan yang apabila seorang muslim mengamalkannya maka ia telah keluar dari agama Islam dan diminta untuk bertaubat selama tiga hari[2]. Apabila ia bertaubat (maka Alhamdulillah) dan apabila ia tidak maka ia dibunuh, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam :Barangsiapa merubah agamanya maka bunuhlah.”

Termasuk diantaranya adalah seseorang yang menolak tentang keharaman zina atau segala sesuatu yang telah jelas dan telah disepakati keharamannya. Apabila ia jahil (bodoh) maka diterangkan kepadanya, dan apabila ia masih bersikeras maka ia telah kafir. Demikian pula orang yang menolak kewajiban ibadah dari lima rukun Islam, atau menolak kehalalan roti dan semisalnya yang tidak ada perselisihan sedikitpun di dalamnya, ataupun menolak keharaman babi atau haramnya meminum khomr, apabila telah dijelaskan padanya dan ia masih bersikeras, maka ia telah kafir.

 

Kedua, ucapan mereka : “Kami juga berkeyakinan bahwa Alloh adalah yang Maha Pencipta, Pemberi Rezeki, Pengatur (alam semesta), Pemberi mudharat dan manfaat, di tangan-Nyalah segala sesuatu dan Dia-lah yang menurunkan hujan.”

Maka saya jawab : Aqidah semacam ini saja tidaklah cukup, namun kita juga harus mentauhidkan Alloh Yang Maha Suci di dalam segala bentuk peribadatan dan tidak boleh kita palingkan kepada selain-Nya. Kita tidaklah beribadah melainkan hanya kepada Alloh dan termasuk diantara bentuk ibadah adalah sholat, sujud, berkurban dan berdo’a. Maka kita tidaklah sholat melainkan hanya kepada Alloh, kita tidak sujud kepada selain Alloh dan kita tidak pula berkurban dan berdo’a kepada selain Alloh. Apabila Anda berkeyakinan bahwa Rabb Yang Maha Suci, Dia-lah yang menurunkan hujan, lantas mengapa Anda memohon hujan kepada selain-Nya? Mengapa Anda berucap : “Ya Syaikh Faris, datangkanlah hujan!!!”

Alloh Jalla waAla telah mengisahkan di dalam banyak tempat di dalam Kitab-Nya yang mulia mengenai keadaan kaum kuffar yang mana mereka mengimani bahwa Alloh-lah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi Rezeki dan Pengatur alam semesta. Dia-lah yang menundukkan matahari dan bulan dan yang menurunkan hujan. Akan tetapi, keyakinan ini belaka tidaklah memberikan manfaat bagi mereka, dikarenakan mereka tidak mentauhidkan Alloh Yang Maha Suci di dalam peribadatan, namun mereka memalingkannya dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya. Mereka berkurban ditujukan untuk patung-patung orang yang shalih dan selainnya, dan mereka bernadzar serta berdo’a kepada mereka.

Ahli Tafsir yang terkenal, As-Suyuthi Rahimahullahu di dalam tafsir Jalalain berkata tentang tafsir firman Alloh Ta’ala berikut ini :

 Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS Yusuf : 106)

Beliau Rahimahullah berkata :Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah” maksudnya mereka (orang kafir) menetapkan bahwa Alloh adalah Yang Maha Menciptakan dan Memberi Rezeki. “melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah” yaitu dengan menyembah patung-patung, oleh karena itu mereka berkata ketika bertalbiyah (di saat haji) : “Kami memenuhi panggilan-Mu dan tiada sekutu bagi-Mu melainkan sekutu yang Engkau miliki sedangkan ia tidak memiliki.” Inilah yang mereka maksudkan.”

Alloh Ta’ala berfirman dalam surat al-Ankabut

 Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba- hamba-Nya dan dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS Al-Ankabut : 61-63)

Imam Mufassirin Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thobari Rahimahullahu berkata di dalam tafsirnya mengenai ayat ini :

“Alloh Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya jika kamu tanyakan” wahai Muhammad, “kepada mereka” kaum musyrikin, “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi” dan meratakannya, “dan menundukkan matahari dan bulan” bagi hamba-hamba-Nya yang beredar secara kontinu bagi kemaslahatan hamba-hamba Alloh? “tentu mereka akan menjawab:” yang menciptakan dan melakukan  demikian ini adalah Alloh. Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)”. Alloh Jalla Tsana’uhu berfirman : Bagaimana mereka bisa berpaling dari Alloh yang melakukan hal ini[3] dan memalingkannya dari mengikhlaskan diri di dalam peribadatan kepada Alloh, sebagaimana Bisyr mengabarkan kepada kami, beliau berkata, menceritakan kepada kami Yazid, beliau berkata, menceritakan kepada kami Sa’id dari Qotadah, (beliau berkata) “Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)” maksudnya yaitu memalingkannya.”

Kemudian Ibnu Jarir berkata di dalam tafsirnya tentang ayat :

 Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" tentu mereka akan menjawab: "Allah", Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS Al-Ankabut : 63)

Alloh Ta’ala bertanya kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam, “Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan” wahai Muhammad, “kepada mereka” kaum musyrikin dari kaummu, “Siapakah yang menurunkan air dari langit” yaitu hujan yang mana Alloh menurunkannya dari awan, “lalu menghidupkan dengan air itu bumi”, maksudnya Alloh menghidupkan bumi dengan air yang diturunkan oleh Alloh dari langit dan Alloh juga menghidupkan bebijian dan tetumbuhan di dalamnya “sesudah matinya” yaitu setelah kering kerontang dan gersang. Firman-Nya “tentu mereka akan menjawab: Allah”, yaitu tentulah mereka akan menjawab, “yang melakukan ini semua adalah Alloh yang memiliki hak peribadatan atas segala sesuatu”. Firman-Nya “Katakanlah: Segala puji bagi Allah” yaitu apabila mereka menjawab demikian, maka ucapkan segala puji hanyalah milik Alloh, “tetapi kebanyakan mereka tidak memahaminya” artinya yaitu kebanyakan kaum musyrikin itu tidaklah berakal dan tidaklah sedikitpun mereka memberi kemanfaatan bagi agama mereka dan tidak pula kemudharatan. Mereka dengan kebodohan ini mengira bahwa dengan ibadah mereka kepada sesembahan-sesembahan selain Alloh dapat menghantarkan mereka lebih dekat kepada Alloh. Mereka tidak sadar, bahwa dengan demikian mereka telah binasa dan diancam dengan neraka, kekal selama-lamanya.”

Kemudian Ibnu Jarir Rahimahullahu berkata di dalam tafsirnya tentang firman Alloh :

 Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)” (QS Al-Ankabut : 65)

Alloh Ta’ala berfirman, “Maka apabila mereka” kaum musyrikin naik di atas kapal laut, mereka merasa takut tenggelam dan binasa di tengah lautan, “mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” yaitu mereka memurnikan hanya kepada Alloh di saat genting, yang ketika itu tauhid bersemayam di sanubari mereka dan mereka pun mentauhidkan Alloh di dalam ketaatan, mengakui peribadatan hanya untuk-Nya, mereka tidaklah beristighotsah kepada tuhan-tuhan dan berhala-berhala mereka, akan tetapi hanya kepada Alloh saja yang menciptakan mereka.[4] Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat” yaitu tatkala Alloh membebaskan mereka dari hal yang menimpa mereka dan menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka di darat berubah mempersekutukan Alloh di dalam ibadah dan mereka berdo’a kepada sesembahan-sesembahan, berhala-berhala dan tuhan-tuhan lain beserta Alloh.

Bisyr meriwayatkan kepada kami, beliau berkata : Yazid meriwayatkan , Sa’id meriwayatkan dari Qotadah, (beliau berkata) : firman Alloh “Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah)” maksudnya seluruh makhluk mengakui bahwa hanya Alloh-lah Rabb mereka namun kemudian mereka menyekutukan-Nya.”

Termasuk diantara yang diterangkan oleh Alloh tentang pengikraran kaum musyrikin yang menetapkan bahwa Alloh-lah yang Maha Pencipta adalah firman-Nya di dalam surat Luqman :

 Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui. “ (QS Luqman :25)

Alloh Ta’ala juga berfirman :

 Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui".” (QS Az-Zukhruf : 9)

Dan firman-Nya :

 Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: "Allah", Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah )?” (QS Az-Zukhruf : 87)

Demikian pula kaum kuffar yang menisbatkan anak bagi Alloh (Nasrani pent), mereka meyakini bahwa bumi dan seisinya adalah milik Alloh, dan bahwasanya Alloh-lah Rabb (pengatur) langit yang tujuh dan pemilik Arsy yang agung serta di tangan-Nya Subhanahu berada kekuasaan atas segala sesuatu sedangkan Ia melindungi dan tiada yang dapat terlindungi dari-Nya[5].

Alloh Ta’ala berfirman :

 Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"  Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"  Katakanlah: "Siapakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya 'Arsy yang besar?"  Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"  Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), Maka dari jalan manakah kamu ditipu?" Sebenarnya kami Telah membawa kebenaran kepada mereka, dan Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,  (QS Al-Mu’minun : 84-91)

 

Ketiga, Ucapan mereka : “Kami juga tahu bahwa mayit (wali Alloh) tidaklah memiliki kemanfaatan dan kemudharatan dengan sendirinya. Akan tetapi dia (si mayit ini) adalah seorang yang shalih dan memiliki kedudukan di sisi Alloh. Maka dari itu, kami berdo’a dan bertawassul kepada Alloh melalui perantaraannya, supaya dirinya memberikan syafa’at bagi kami di sisi Alloh sehingga do’a kami maqbul (diterima). Dia (si mayit ini) adalah penengah antara kami dengan Alloh.”

Saya katakan : Sesungguhnya orang-orang musyrik yang menyembah patung-patung orang yang shalih dan sesembahan-sesembahan lainnya, mereka menyembahnya dengan mengharapkan syafa’at-nya di sisi Alloh. Alloh Ta’ala berfirman :

 Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) d ibumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). (QS Yunus : 18)

Dari sini, terkadang ada orang yang berkata : “Sesungguhnya Alloh menyebutkan di dalam ayat ini kata ‘menyembah’, padahal mereka itu adalah kaum yang mengatakan, kami tidak menyembah para wali Alloh yang wafat akan tetapi kami berdo’a kepada mereka beserta Alloh.” Maka aku jawab dengan singkat :Do’a itu ibadah”, dan ucapanku ini bukanlah perkataanku belaka, namun merupakan perkataan sayyid (penghulu)-nya keturunan Adam dan penutupnya para nabi dan rasul.

Imam Ahmad, Nasa’I, Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban –di dalam Shahihnya-, Al-Hakim –di dalam Mustadraknya- dan Bukhari -di dalam Al-Adabul Mufrad- meriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Do’a adalah ibadah”.

Maka katakanlah kepadaku –semoga Alloh memberkahi Anda-, ucapan siapakah yang akan kita ambil dan dengan siapa kita berhukum di dalam masalah ini?!! apakah kita akan mengambil ucapan orang yang tidak berucap dari hawa nafsu melainkan hanyalah wahyu yang diwahyukan kepada beliau, yaitu “do’a adalah ibadah”, ataukah kita mengambil ucapan orang yang membodohi ummat dengan perkataannya, “do’a bukanlah termasuk ibadah”???

Katakanlah padaku, kita berhukum dengan siapa?? Alloh berfirman :

 Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS An-Nisa’ : 65)

Katakanlah padaku –semoga Alloh memberkahi Anda-, ucapan siapakah yang harus kita dahulukan? Apakah kita dahulukan orang yang ma’shum ataukah yang tidak ma’shum?

 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Hujurat : 1)

Katakanlah padaku –semoga Alloh memberkahi Anda-, dengan ucapan siapakah kita berhukum?

 Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (QS Al-Ahzab : 36)

Di antara dalil-dalil yang menunjukkan bahwa do’a itu adalah ibadah adalah, Alloh Tabaroka wa Ta’ala memerintahkan, mendorong dan menganjurkan  kita untuk berdo’a di banyak tempat di dalam kitab-Nya. Alloh Ta’ala berfirman :

 Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS Al-A’raaf : 55)

Dan firman-Nya Ta’ala :

 Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina".” (QS Ghofir : 60)

Perhatikanlah –wahai orang-orang yang bertauhid- terhadap ayat “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku”, kemudian apa yang Alloh katakan setelahnya? Apakah Ia berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdo’a kepada-Ku”?? Tidak!!! Namun Alloh berfirman :Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku”.

Do’a adalah ibadah. Ibnu Jarir berkata : “Ali bin Sahl menceritakan kepada kami, Ma’mal menceritakan kepada kami, ‘Imarah menceritakan kepada kami, dari Tsabit beliau berkata : Aku berkata kepada Anas, “Wahai Abu Hamzah, apakah Anda pernah menyampaikan bahwa do’a itu separoh dari agama?Beliau menjawab, “Tidak, bahkan do’a itu adalah ibadah seluruhnya.”

Alloh murka apabila kau tinggalkan pinta kepada-Nya

Dan anak cucu Adam tatkala diminta akan marah

Saya ulang lagi jawaban terhadap syubuhat mereka, yaitu ucapan mereka : “Sesungguhnya wali-wali yang telah wafat, mereka adalah perantara antara diri kami dengan Alloh, dan kami bertaqorrub (mendekatkan diri) melalui perantara do’a mereka kepada Alloh.”

Saya katakan : Syubuhat dan perkataan ini adalah perkataan kaum kuffar generasi awal. Alloh Ta’ala berfirman :

 Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat kafir.” (QS Az-Zumar : 3)

Ibnu Jarir berkata mengenai tafsir ayat ini : “ Alloh Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah”, mencintai dan menyembah kepada selain Alloh, mereka berkata tentang sesembahannya, “kami tidaklah menyembahmu wahai tuhan-tuhan sekalian melainkan hanyalah untuk mendekatkan diri kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya peribadatan dan kedudukan. Adapun kalian hanyalah memberikan syafa’at kepada kami di sisi Alloh di dalam memenuhi hajat (keperluan) kami.” Dan perkataan kaum kuffar di dalam ayat ini, “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya” mencakup seluruh bentuk ibadah, bahkan ibadah seluruhnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata : “Dan kebanyakan perkataan yang tergolong sesat adalah ucapan, “orang ini lebih dekat dengan Alloh dibandingkan diriku sedangkan diriku adalah jauh dari Alloh, sehingga tidak mungkin bagiku untuk berdo’a kepada-Nya melainkan melalui perantaraan orang ini” ataupun perkataan-perkataan semisal dari kaum musyrikin. Padahal Alloh Ta’ala berfirman :

 Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS Al-Baqarah : 186)

Dan telah diriwayatkan bahwasanya para sahabat berkata : “Wahai Rasulullah, Apakah Tuhan kita dekat sehingga cukupkah bagi kita memohon kepada-Nya dengan berbisik ataukah jauh sehingga kita meminta-Nya dengan berteriak?” maka Alloh menurunkan ayat ini.[6]

Di dalam Ash-Shahih diceritakan bahwa ketika para sahabat sedang dalam perjalanan, mereka mengangkat suaranya ketika bertakbir, lantas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian masing-masing, karena sesungguhnya kalian tidaklah menyeru Dzat yang tuli dan tidak pula yang tidak ada. Namun kalian menyeru Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Sesungguhnya Dzat yang kalian seru itu lebih dekat kepada kalian daripada leher hewan tunggangannya.”

Sungguh Alloh telah memerintahkan seluruh hamba-Nya supaya menegakkan sholat dan bermunajat hanya kepada-Nya, dan memerintahkan seluruh hamba-Nya supaya berkata, “Hanya kepada-Mu jualah kami menyembah dan hanya kepada-Mu jualah kami memohon pertolongan”. Dan Alloh telah memberitakan tentang kaum musyrikin yang mana mereka berkata, “Kami tidaklah menyembah mereka (sesembahan-sesembahan selain Alloh) melainkan supaya mereka mendekatkan diri kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya.”

Kemudian dikatakan kepada orang musyrik ini, “kamu jika berdo’a kepada mayit ini dan apabila kamu yakin bahwa dia yang lebih tahu tentang keadaanmu dan dia yang lebih mampu di dalam memenuhi permintaanmu atau lebih menyayangimu, maka hal ini merupakan suatu kebodohan, kesesatan dan kekufuran. Jika kamu telah mengetahui bahwa hanya Alloh-lah yang lebih mengetahui, lebih mampu dan lebih menyayangi, lantas mengapa kamu palingkan dirimu dari meminta kepada Alloh dengan meminta kepada selain-Nya??

Tidak pernahkan kamu mendengar hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan selain beliau dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Dahulu Rasulullah pernah mengajari kami untuk beristikhoroh di dalam memutuskan segala perkara sebagaimana beliau mengajari kami surat dari al-Qur’an, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian berencana untuk melakukan sesuatu, maka hendaklah ia melakukan sholat sunnah dua raka’at kemudian membaca :

Ya Alloh, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mua dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku memohon kepada-Mu sesuatu anugerah-Mu yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa sedangkan aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui dan Engkaulah yang lebih mengetahui yang ghaib. Ya Alloh, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini lebih baik bagi agamaku, kehidupanku dan akibatnya terhadap diriki maka sukseskanlah untuku dan mudahkanlah jalannya kemudian berkahilah diriku. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini buruk agamaku, kehidupanku dan akibatnya terhadap diriku, maka singkirkanlah persoalan tersebut dan jauhkanlah aku darinya. Takdirkanlah kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada kemudian berkahilah keridhaan-Mu kepadaku.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan seorang hamba mengucapkan :Aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mua dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu.”

Jika kamu telah tahu bahwa (wali/mayit itu) lebih dekat di sisi Alloh dibandingkan dirimu, maka ini benar. Namun ini adalah perkataan yang benar dimaksudkan untuk suatu kebatilan. Karena sesungguhnya, apabila ia (wali/mayit itu) lebih dekat dan lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dirimu, maka maknanya adalah Alloh-lah yang membalas ganjaran dan memberi lebih banyak (keutamaan ini) kepadanya daripada yang Ia berikan kepadamu. Bukanlah maknanya apabila kamu berdo’a kepada mayit itu maka Alloh akan memenuhi permintaanmu lebih besar daripada yang Alloh berikan apabila kamu meminta hanya kepada Alloh semata. Jika demikian maksudmu, maka kamu layak diganjar dengan siksa dan do’amu ditolak –dikarenakan di dalam do’amu terdapat unsur perbuatan dosa-. Nabi dan orang-orang shalih, tidaklah akan menolong dan mengusahakan sesuatu yang Alloh membencinya. Apabila tidak demikian halnya, maka Alloh-lah yang lebih berhak di dalam merahmati dan menerima (do’a).”[7]

 

Keempat, ucapan mereka : “karena ketaatan kami amatlah sedikit sedangkan dosa kami amatlah berlimpah, sehingga apabila kami meminta langsung kepada Alloh tanpa penengah, maka niscaya do’a kami takkan diterima dikarenakan banyaknya dosa kami.”

Saya katakan : Apabila dosa Anda berlimpah, maka yang demikian ini seharusnya tidaklah menghalangi Anda untuk berlindung kepada Alloh dan merendahkan diri kepada-Nya karena Alloh Subhanahu telah mengetahui hal ini (dosa-dosa anda). Alloh Subhanahu berfirman di dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dari Rabb al-‘Alamien (pemelihara alam semesta) :

Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian telah melakukan dosa di malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa’dosa seluruhnya, maka mintalah ampun pada-Ku niscaya Ku ampuni.

Dialah Alloh yang mengetahui kelemahan dan kekurangan hamba-hamba_nya sera berlimpahnya dosa-dosa mereka. Alloh memberitahukan kepada mereka bahwa Ia mengetahui hal ini kemudian Ia perintahkan mereka supaya memohon pengampunan hanya kepada-Nya Subhanahu. Dia tidak mengatakan kepada mereka supaya bersandar kepada orang-orang yang telah mati dan tidak meminta mereka supaya mereka menjadikan perantara-perantara, namun Alloh Subhanahu membuka pintu-Nya bagi siapa saja yang bersandar kepada-Nya.

 Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqoroh : 186)

 

Sebagian ulama menyebutkan (tafsir) tentang firman Alloh Ta’ala :

 Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan…” (QS An-Naml : 62)

Bahwasanya sekalipun dia orang kafir, apabila dirinya dalam keadaan terjepit dan terpaksa, maka dia akan berdo’a dan bersandar kepada Alloh semata, dikarenakan Alloh Subhanahu dengan kemuliaan dan keutamaan-Nya menyingkirkan keburukan dan menghilangkan kesusahannya. Apabila hal ini berlangsung pada hamba yang kafir, lantas bagaimana pandangan Anda dengan seorang muslim yang bertauhid?!!

Ketahuilah, bahwasanya ayat-ayat yang menjelaskan tentang haramnya berdo’a kepada selain Alloh datang dalam bentuk umum (mencakup seluruhnya), baik yang dipinta dengan do’a itu adalah malaikat –sebagaimana yang dilakukan para penyembah malaikat-, jin ataupun rasul –sebagaimana yang dilakukan oleh para penyembah al-Masih-, ataukah sahabat –sebagaimana yang dilakukan kaum rafidhah yang mempertuhankan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu-  ataupun patung yang dibentuk dengan rupa orang yang shalih atau wali yang dibangun di atas kuburnya –sebagaimana yang dilakukan para penyembah (kubur) Badawi atau selainnya-.

 Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS Al-Jinn : 18)

Ketahuilah wahai saudara pembaca, apabila dua orang berselisih atau berbeda pendapat tentang suatu permasalahan dari perkara agama, dimana yang satu mengatakan ini syirik, yang lain mengatakan ini boleh, yang lain lagi mengatakan ini halal, ini haram, ini bid’ah atau ini sunnah. Bagaimana Anda mengetahui mana yang benar dan mana yang salah?

Jawabannya adalah, barangsiapa yang ucapannya selaras dengan ayat-ayat Kitabullah atau hadits-hadits shahih Rasulullah, maka ia benar. Adapun orang-orang yang tidak memiliki dalil baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah, maka sesungguhnya dia telah berhujjah dengan hawa nafsu dan pemikiran rusak yang menyelisihi nash, atau berhujjah dengan adat/kebiasaan bapak-bapak, nenek moyang ataupun guru-guru mereka, ataupun bersandar dengan hadits-hadits dha’if atau dusta dari Rasul, maka orang inilah yang salah.

Alloh Ta’ala berfirman :

 Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa’ : 59)

Kembali kepada Alloh maksudnya kembali kepada Al-Qur’anul Azhim dan kembali kepada Rasul Maksudnya adalah mengembalikan (segala urusan) kepada beliau semasa beliau hidup dan kepada sunnahnya yanh shahih setelah beliau wafat.

Alloh Ta’ala berfirman :

 Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah Aku bertawakkal dan kepada-Nyalah Aku kembali.” (QS Asy-Syuuro : 10)

 

-OOO-

Home

 

 



[1] Disarikan dari muqoddimah buku Al-Aayatul Bayyinaat fii Tahriimi Du’aatil Amwaati karya Syaikh Ali Babakar hafizhahullahu oleh Abu Salma al-Atsari. Buku ini adalah salah satu buku yang ditulis oleh Alu Ba’alawi (keturunan Alawiyin) yang muwaahidin yang mana mayoritas mereka adalah shufiyun quburiyun khurofiyun tulen dan kebanyakan berasal dari Hadhramaut. Mereka mengklaim memiliki keutamaan tersendiri dari nasab yang bersambung hingga ke ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Mereka sangat membanggakan nasab mereka dan mengharamkan wanita-wanita kalangan mereka menikah dengan pria selain mereka, karena kufu menurut mereka adalah senasab atau nasab yang lebih mulia. Belum lagi ‘aqidah yang menyimpang, bid’ah yang mereka lariskan seperti maulid, diba’, dan semisalnya dan kultus individu yang berlebihan terhadap tokoh-tokoh mereka, semua ini berangkat dari kejahilan dan fanatisme buta mereka terhadap Islam. Semoga Alloh membalas jasa Syaikh Ali Babakar yang mendakwahkan tauhid dan sunnah di kalangan mereka sehingga mereka mau kembali ke jalan yang haq.

[2] Pendapat yang rajih (kuat) adalah bahwasanya meminta taubat (dengan batasan) selama tiga hari bukanlah suatu keharusan. Apabila seorang imam melihat kemaslahatannya ketika meminta taubat adalah dua hari atau tiga hari, maka hendaklah dilaksanakan. Juga apabila imam memandang dengan langsung membunuhnya tanpa dimintai taubat, maka hendaklah dilaksanakan. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam :Barangsiapa merubah agamanya maka bunuhlah.”

[3] Maksudnya adalah, bagaimana bisa mereka berpaling dari tauhid terhadap Dzat yang melakukan hal ini –yaitu Alloh- di dalam peribadatan dengan tidak memurnikan peribadatan hanya kepada-Nya dan menyekutukan Alloh dengan selain-Nya, serta sujud dan berdo’a kepada selian Alloh. Diantara mereka ada yang berdo’a kepada malaikat, para nabi dan jin dan adapula yang memohon pertolongan dan bantuan dari orang-orang yang telah meninggal dunia.

[4] Para pembaca budiman, Perhatikanlah ucapan Ibnu Jarir ath-Thobari : “Dan mereka tidaklah beristighotsah kepada tuhan-tuhan dan berhala-berhala mereka, akan tetapi hanya kepada Alloh saja yang menciptakan mereka.”

[5] Yaitu Alloh menjaga dan melindungi siapa saja yang dikehendaki-Nya dan tiada akan terlindungi dan terjaga siapa saja yang dikehendaki-Nya dengan keburukan.

[6] Hadits mursal yang sampai pada derajat hasan. Hadits mursal termasuk kategori dho’if. Syaikh Muqbil al-Wadi’i telah menerangkannya di dalam tahqiq (verifikasi)-nya terhadap Tafsir Ibnu Katsir (I/400), oleh karena itulah Syaikhul Islam menyandarkannya dengan ucapan ‘diriwayatkan’. (para ulama hadits apabila menyebutkan hadits Rasulullah dengan bentuk pasif semisal “diriwayatkan dari” adalah suatu bentuk pendha’ifan hadits tersebut, pent.)

[7] Al-Fatawa (27/74-75)

Hosted by www.Geocities.ws

1