PERMATA NASEHAT TUK SAUDARAKU SALAFIYYIN
Dari
Abu Salma bin Burhan at-Tirnatiy
Kepada
saudara-saudaraku tholibul ‘ilm shoghir dan
awwamus salafiy yang gemar
menghembuskan bara fitnah perpecahan dan ashabiyah
syakhshiyah.
Aku berlindung
kepada Rabb pemilik arsy dari gangguan golongan yang berbuat aniaya kepada
diriku, aku tiada memiliki seorang penolongpun melainkan Ia.
Allah Ta’ala berfirman :
“Janganlah kamu sekali-kali menyangka bahwa orang-orang yang
gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji
terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan. Janganlah kamu menyangka bahwa
mereka terlepas dari siksa dan bagi mereka siksa yang pedih.” (Ali Imran : 188)
Al-Imam Ibnu Rajab al-Hanbaly berkata dalam kitabnya,
Al-Farqu bainan Nashihah wat Ta’yiir hal.
34-38 berkenaan ayat ini :
“Bahwa seseorang yang
menghendaki mencela seorang yang lain dan merendahkannya serta menyampaikan
aibnya agar manusia menjauhi orang tersebut, entah disebabkan adanya permusuhan
antara keduanya sehingga ia senang menyakitinya atau karena takut tersaingi
dalam hal harta atau kepemimpinan atau dikarenakan sebab-sebab tercela lainnya.
Maka, tiada lain untuk mencapai maksudnya, kecuali dengan menampakkan celaan
terhadap orang tadi dengan alasan dien…
Barangsiapa
yang ditimpa dengan makar seperti ini, maka bertakwalah kepada Allah, memohon
pertolongan kepadanya dan bersabarlah, karena kesudahan yang baik itu bagi
orang yang bertaqwa…”
RasuluLlah shalallahu
‘alaihi wa Sallam :
لاَ تُؤْذُوا
المُسْلِمِيْنَ
وَ لاَ تَتَّبِعُوا
أَوْرَاتَهُم
فَإِنَّهُ مَنْ
يَتَّبِعُواهُ يَتَّبِعُ
اللَّهُ أَوْرَتَهُ...
…Janganlah
kalian menyakiti kaum muslimin, dan janganlah mencari-cari kekurangan mereka
kelak Allah akan menyingkapkan kekurangan-kekurangannya… (dishahihkan Albany dalam shahih
Jami’us Shaghir : 7985)
Wahai saudara-saudaraku yang gemar mencela dan tajassus
(mencari-cari kesalahan)… wahai saudaraku yang melempar debu dan menghembuskan
asap …
Engkau bukanlah hakim yang dianggap
keputusannya
Dan bukan pula
orang yang ahli dalam berdebat…!!!
Sesungguhnya
keterlibatan seseorang dalam hal yang bukan urusannya
dan ia lari dari kebenaran adalah salah satu sebab
kefrustrasiannya
Ingatlah
wahai saudaraku
Bila
kejelekan menampakkan kedua taringnya pada suatu kaum maka mereka
akan menyerangnya secara berkelompok dan
sendiri-sendiri
Wahai saudaraku yang gemar menghabiskan waktu untuk mencela dan menggunjing…
Janganlah kalian merusak kehormatan orang lain karena
sesungguhnya sejelek-jelek akhlak adalah menggunjing
لاَ تَخُضْ
فِيْ حَدِيْثٍ
لَيْسَ مِنْ حَقِّكَ
سِمَاعُهُ
Janganlah
kalian menyelam ke suatu pembicaraan yang kalian tidak berhak mendengarkannya
Kepada
saudaraku yang dizhalimi dengan gunjingan, celaan dan makian…
Bersabarlah
terhadap ulah orang yang dengki karena sesungguhnya kesabaran itulah yang
memadamkannya
Dan
adapun tuduhan-tuduhan mereka kepada ustadz-ustadz dan ulama-ulama kita…
Semoga
Alloh melindungi dari bidikan anak panah mereka
Wahai
para pencela yang dibakar kedengkian…
Seandainya
bukan penghinaan terhadap singa maka saya serupakan mereka dengannya
Akan
tetapi singa jarang didapat diantara binatang ternak
Walaupun…
Membeli
jiwa dengan berbuat kebajikan itu lebih baik daripada menjualnya dengan
permusuhan
Wahai
saudaraku yang terbakar hasad dan iri dengki, ingatlah…
وَمَنْ
يَكُ ذَا فَمٍ
مُرٍّ مَرِيْضٍ يَجِدُ
مَرًّا بِهِ المَاءَ
الزُّلالا
Niscaya
air yang tawar akan terasa pahit baginya
Wahai
saudaraku
أَنْتَ
تَنْفُخُ فِيْ
رَمَادٍ
أَنْتَ
تَحْصُدُ مَا زَرَعْتَ
أَنْتَ
تُضِيْئُ لِلنَّسِ
وَتَحْتَرِكُ
Engkau
melukis di atas permukaan air
Engkau
meniup abu
Engkau
menuai apa yang engkau tanam
Engkau
menerangi manusia namun dirimu terbakar
Kapankah
sebuah bangunan akan berdiri sempurna
Apabila kau membangunnya namun orang lain
merobohkannya
Teruntuk ustadz-ustadzku yang dicela dan difitnah
dengan kedustaan, janganlah bersedih karena…
Dan
kepada para pencela ingatlah pula
Aduhai…
Telah berapa banyak bekas-bekas rumah yang aku
telah berhenti pada bekas reruntuhannya
Wahai saudaraku… apakah engkau seperti orang yang
berkata…
Dan
kami membela teman-teman kami dan kamipun tahu
bahwa mereka sama dengan manusia lainnya terkadang dianiaya dan terkadang menganiaya
Wahai saudaraku yang dulu engkau adalah sahabat
karibku…
Apakah
Laila hendak berhijrah meninggalkan kekasihnya?
Padahal tidaklah jiwa itu merasa senang berpisah
dengan kekasihnya
Namun sekarang kau katakan…
Tidak
ada nasab pada hari ini dan tidak pula hubungan persahabatan
Perpecahan
benar-benar telah melebar atas keretakan yang ada
Tidakkah kau ingat nasehat seorang ahli hikmah…
Hai
anak orang-orang yang mulia, tidakkah kau mendekat yang menyebabkan kamu
dapat
melihat tentang apa yang
mereka bicarakan mengenai dirimu, karena
sesungguhnya orang yang melihat itu tidak sama dengan orang yang mendengar
Apakah kita hanya mendengar saja ataukah juga telah
melihat???
Padahal seorang yang arif berkata….
Ambillah
yang kamu lihat dan tinggalkan yang kamu dengar tentangnya
Namun engkau wahai saudaraku yang terbakar
kedengkian dan kebencian…
Engkau seperti pembawa kayu bakar untuk ditiup,
namun ingatlah…
Manakala
engkau mendatanginya untuk memenuhinya dengan kayu api
Maka
engkau akan menemukan banyak api yang menyala terus
Wahai para pelontar abu, penghembus api…
berhati-hatilah engkau akan abu yang akan
mengotorimu dan api yang akan membakarmu…!!!
Adapun saudara kamu yang takut bermain api…
Mereka berkata
قَالُوا
سَكَتَّ وَ قَدْ
خُوْصِمْتَ قُلْتُ
لَهُمْ إِنَّ
الجَوَابَ شَرِّ
المِفْتَاحُ
Manusia
bertanya berkata, mengapa engkau diam padahal engkau dihujat, kukatakan pada
mereka
Sesungguhnya jawabanku nanti akan membuka pintu
kerusakan
Dan
diamku dari orang jahil dan pandir adalah suatu kemuliaan
Dan di dalam diam itu pula terdapat kebaikan untuk
terpeliharanya kebaikan
Kutemukan
dalam sikap diamku modal dasar maka kulazimi diamku
Meski ku tak dapat keuntungan namun ku tak rugi
darinya
Mereka senantiasa mendengarkan nasehat
ustadz-ustadz mereka yang menasehatkan…
اسْتَغْنِ
مَا اغْنَاكَ رَبُّكَ
بِاالغِنَى وَإِذَا
تُصِبُكَ خَصَاصَةُ
فَتَجَمَّلْ
Bersikap
lapanglah selama Alloh menganugerahimu kekayaan padamu
Dan mana kala kamu tertimpa kesusahan maka
bersabarlah
Dan kepada Tuhan yang Maha Memberi segala yang diinginkan,
mintalah!
Aduhai…
Membeli
jiwa dengan berbuat kebajikan itu lebih baik daripada menjualnya dengan
permusuhan
Kepada saudaraku yang didhalimi dengan
tuduhan-tuduhan dan fitnah…
Ingatlah nasehat Syaikhuna al-Fadhil Abu Usamah
Salim bin Ied al-Hilaly as-Salafy yang menasehatkan kita dalam kitabnya ar-Riya’u hal. 68-69 sebagai berikut :
“Perhatikanlah orang yang mencelamu, apabila ia jujur dan
bermaksud menasehatimu haruslah engkau contoh ia dan janganlah kau marah,
karena dia telah memberitahu kekurangan-kekuranganmu. Apabila ia tidak
bermaksud menasehatimu, maka ia telah berbuat kejahatan atas dirinya sendiri,
dan engkau mendapatkan manfaat dari ucapannya karena ia telah memberitahukanmu
apa-apa yang sebelumnya tak kau ketahui, dan mengingatkanmu apa yang engkau
lupa akan kesalahan-kesalahanmu. Apabila dia memberikan tuduhan dusta atasmu,
padahal engkau terbebas dari kesalahan-kesalahan tersebut, maka berfikirlah
engkau dari tiga hal berikut ini :
Pertama, kalau engkau bersih dari
kesalahan-kesalahan yang dituduhkan, tapi engkau tidak selamat dari
kesalahan-kesalahan lain, karena sesungguhnya manusia itu memiliki banyak
kesalahan yang ditutupi Allah, tidak diperlihatkannya kepada orang lain
jumlahnya lebih banyak. Maka ingatlah akan nikmat yang diberikan Allah kepadamu
sehingga Allah tidak perlihatkan kepada si penuduh kekurangan-kekuranganmu yang
banyak, Allah tutupinya dari si penuduh sehingga ia menyebutkan
kesalahan-kesalahan yang engkau terbebas darinya.
Kedua, bahwa tuduhan ini merupakan penghapus
dosa-dosamu jika engkau sabar dan ikhlash mencari ridha Allah.
Ketiga, bahwa orang yang bodoh ini telah
melakukan kejahatan yang membahayakan diennya, ia mendapatkan kemurkaan dan kemarahan
Allah, sebagaimana firmannya :
“Dan barangsiapa yang
mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkan kepada orang yang tak
bersalah. Maka, sesungguhnya ia telah berbuat sesuatu kebohongan dan dosa yang
nyata.” (QS an-Nisa’ : 112)
Jadilah engkau lebih baik darinya (penuduh/pendusta itu),
maafkanlah dan mohonkanlah ampun untuknya, bukankah kau suka apabila Allah
merahmatimu dan memeliharamu..”
Subhanallah, maha suci Allah yang berfirman :
“Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya
atas tanggungan Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang dhalim.
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada
satupun dosa atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat
dhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu
mendapatkan adzab yang pedih. Tetapi orang-orang yang sabar dan memaafkan,
sesungguhnya perbuatan yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS asy-Syuura
: 40-43)
Namun, tidaklah engkau salah, wahai
saudara-saudaraku yang dianiaya dengan tuduhan-tuduhan keji dan dusta, membalas
tuduhan mereka… karena Allah Azza wa
Jalla telah berfirman :
فَمَنِ
اعْتَدَى عَلَيْكُمْ
فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ
بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى
عَلَيْكُمْ (البقرة)
“Oleh
karena itu barang siapa yang menyerang kalian maka seranglah ia dengan seimbang
dengan serangannya terhadap kalian.” (QS Al-Baqoroh : 194)
وَجَزَاؤُا
سَيِّئَةٍ سَيَّءَةٌ
مِثْلُهَا (الشورى)
“Dan
balasan atas kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” (QS Asy-Syuro : 40)
لا يُحِبُّ
اللَّهُ الجَهْرَ
بِالسُّوء مِنَ
القَوْلِ إِلاَّ
مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ
اللَّهُ سَمِيْعًا
عَلِيْمًا (النساء)
“Alloh tidak menyukai
ucapan buruk yang diucapkan dengan terang-terangan kecuali oleh orang-orang
yang dianiaya. Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nisaa’ :
148)
وَلَمَنْ
صَبَرَ وَغَفَرَ
إِنَّ ذَالِك لَمِنْ
عَزْمِ الأُمُورِ
(الشورى)
“Akan
tetapi, orang-orang yang sabar dan memaafkan sesungguhnya yang demikian ini
termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS Asy-Syura : 43)
Wahai saudaraku…
Lihatlah nasehat emas berikut ini…
Syaikhuna al-Fadhil Abu Harits Ali Hasan al-Halaby
al-Atsary –hafidhahullah- menasehati kita dalam salah satu muhadhorohnya syarhus sunnah di salah satu Masjid di
Yordania pada tanggal 19 Rabi’ul Awwal 1417 H sebagai berikut :
“Kami kaum muslimin khususnya penuntut Ilmu pemula, seperti
kita semua ini (Subhanallah,
lihatlah bagaimana tawadhu’nya beliau yang menyatakan diri beliau penuntut ilmu
pemula, bandingkanlah dengan kita yang pemula namun sudah merasa alim kabir,
peny.), tidaklah
mereka berhak untuk mengkategorikan bahwa Imam ini termasuk ahlus sunnah,
adapun imam itu tidak termasuk ahlus sunnah. Orang ini di jannah dan orang ini
di neraka. Orang ini firqah sesat dan orang ini mubtadi’. Vonis terhadap orang
lain itu haknya para imam ahli ilmu dan ulama’ ummat yang selalu Allah
tampilkan setiap zaman, sebagaimana dalam sabda Nabi :
“Yang membawa Ilmu di
setiap generasi adalah orang-orang adilnya. Mereka menghilangkan perubahan dari
ahli ghuluw, pegangan dari orang-orang bathil dan ta’wil dari orang-orang
jahil.” Dan hadits; “Senantiasa ada sekelompok dari ummatku di
atas kebenaran, tidaklah membahayakan orang-orang yang memusuhi dan menyalahi
mereka.”
Kalau begitu tugasmu
adalah engkau memperbaharui aqidah dan manhajmu, dan istiqomahlah di atas
perintah Rabb-mu, berpegangteguhlah dengan sunnah nabimu. tetapi janganlah kau
lampaui kemampuanmu, janganlah lompat tangga, dan jangan memvonis orang lain
tanpa ilmu, sesungguhnya vonis dan iqomatul hujjah adalah milik ulama’ di
zamannya…”
Syaikhuna al-Fadhil Abu Anas Muhammad Musa Alu
Nashr as-Salafy al-Atsary juga menasehatkan kita pada saat soal jawab pada
pertemuan tertutup du’at salafiyyah ketika Dauroh
fi Masaa-il aqdiyyah wa manhajiyyah lid du’at salafiyyah 17-21 Maret 2002
di Masjid Al-Irsyad Al-Islamiyyah, sebagai berikut :
Syaikh ditanya, “Ciri-ciri ahlul bid’ah adalah
berpecah belah, apakah nasehat anda kepada kami dalam menyikapi perpecahan yang
ada di kalangan orang-orang yang intishab sebagai salafiy yang menimbulkan
perpecahan dan sikap saling membenci???
Syaikh menjawab, “Aku melihat banyak soal-soal yang
senada, di sini aku temukan soal seperti yang lalu dan telah dijawab oleh
Syaikh Salim. Namun, di sini aku menambahkan bahwa tak ada seorangpun yang
dapat mengkritik prinisip-prinsip dasar da’wah salafiyyah, aqidah maupun
manhajnya. Karena da’wah ini berasal dari ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
bukan ciptaan manusia. Namun ada orang-orang yang berusaha memecah belah
barisan ulama, mengadu domba antara thullabul
‘ilm sebagaimana yang diterangkan Syaikh Salim dalam jawabannya tadi (Syaikh Salim menjawab pertanyaan ini
sebelum Syaikh Musa, dan beliau mengisyaratkan yang dimaksud orang-orang
tersebut adalah Haddadiyun*, peny.). Dari sini kami peringatkan kepada du’at salafiyin untuk
mewaspadai gerakan ini yang targetnya hanyalah kejelekan terhadap da’wah
salafiyyah yang telah tersebar di seantero dunia sebagaimana menyulutnya api
jika disulut minyak. Sampai-sampai terdapat lahan da’wah subur di suatu negeri
yang seluruh penduduknya salafiy. Ini adalah realita yang tak dapat disangkal,
apalagi sebagian ikhwan telah mendatangi tempat-tempat tersebut. Oleh karena itu, berbagai macam
perbedaan dan perselisihan yang terjadi di tengah-tengah salafiyyin jangan
sampai dicampuri oleh orang-orang awwam.
Hendaklah mereka menyerahkan hal ini ke tangan para ulama’ dan
menyibukkan diri mereka dengan hal-hal yang bermanfaat seperti tazkiyatun nafsi
maupun menuntut ilmu. Janganlah mereka menyibukkan diri dengan isu-isu yang
disebarkan dan jangan pula ikut campur menyebarkan isu-isu ini, tetapi
hendaklah mengecek kebenaran akan berita yang mereka dengar, kemudian
mengembalikannya kepada para ulama Rasikhin. Hendaklah mereka menyibukkan diri
dengan aib-aib yang ada pada diri mereka. Karena dengan membuat laris isu-isu
yang tak jelas ini akan membuat para pemuda bingung dan akhirnya merekapun
menjadi mangsa syaithan dari jin dan manusia. Wallahu a’lam
[Haddadiyun
= penisbatan terhadap pengikut al-Haddad, kelompok dari Yaman yang berintisab
dengan manhaj salafy, sedangkan mereka pada hakikatnya bermanhaj mutasyaddid menyelisihi manhaj salafy
yang gemar mencela para ulama’ robbaniyun sebagai mubtadi’ dan lain sebagainya,
mereka mencela Ibnu Hajar al-Asqolani, Imam Nawawi, Imam Ibnul Qoyyim, bahkan
Syaikhul Islam. Bahkan mereka membakar kitab Fathul Bari’ dikarenakan adanya
ta’wil terhadap ayat-ayat sifat dan mereka menganggapnya sebagai kitab sesat.
Syaikh Salim mengindikasikan munculnya kelompok New Haddadi ini dan
memperingatkan akan bahayanya, dan beliau berpesan agar waspada terhadap
mereka, jangan tergesa-gesa mengambil berita, untuk senantiasa bertabayyun dan
mentahqiq terhadap segala bentuk issu, karena mereka adalah ahlul fitnah di
tengah-tengah salafiyyin saat ini, peny.]
Subhanallah, perhatikanlah nasehat terakhir Syaikh
tentang larangan beliau bagi orang awam yang ikut campur dalam masalah
fitnah…!!! Ketahuilah, sesungguhnya menyibukkan diri dengan aib-aib kita jauh
lebih bermanfaat daripada mengurus aib-aib yang kita tak memiliki pengetahuan
yang nyata akannya… karena betapa banyak permasalahan-permasalahan yang masih
terhijabi dari kita, dan kita memandang permasalahan tersebut dengan kekerdilan
ilmu kita, kependekan akal kita dan keparsialan pemahaman kita… maka
perhatikanlah…!!!
Perhatikan pula nasehat asy-Syaikh al-Muhaddits al-Ashr, Mujaddid haadza zaman, al-Allamah
Samahatus Syaikh, Abu Abdillah Muhammad Nashiruddin al-Albany as-Salafy –rahimahullah- kepada para thulabul ‘ilm,
perhatikanlah dan renungkanlah, semoga Allah merahmatimu…
MUTIARA
NASEHAT SYAIKH ALBANY TERHADAP THOLABUL ‘ILM
“Aku nasehatkan untuk saya pribadi khususnya dan untuk saudara-saudaraku
kaum muslimin pada umumnya agar bertaqwa kepada Allah. Diantara bagian-bagian
taqwa yang akan aku nasehatkan adalah :
Pertama, Hendaklah
kalian menuntut ilmu syar’i dengan ikhlash karena Allah, janganlah ada
tujuan-tujuan yang lain seperti mengharapkan sesuatu balasan, ucapan terima
kasih atau senang tampil di muka umum.
Kedua, diantara
penyakit yang menimpa para penuntut ilmu syar’i adalah ujub dan lupa daratan,
dia merasa sudah memiliki ilmu cukup sehingga berani berpendapat sendiri tanpa
mengambil bantuan dan penjelasan ulama’ salaf. Sebagaimana mereka tidak
bersyukur kepada Allah yang telah memberikan taufiq kepada mereka, berupa ilmu
yang benar dan adab-adabnya, bahkan mereka tertipu dengan diri mereka sendiri
dan mereka menyangka bahwa mereka telah memiliki kemapanan ilmu sehingga muncul
dari mereka pendapat-pendapat yang mengguncangkan, tidak dilandasi dengan
pemahaman yang benar berlandaskan al-Kitab dan as-Sunnah. Maka nampaklah
pendapat-pendapat ini dari pemikiran-pemikiran yang tidak matang, mereka
menyangka bahwa fatwa-fatwa tersebut adalah ilmu yang diambil dari al-Kitab dan
as-Sunnah. Maka, mereka sesat dengan pemikiran-pemikiran tersebut dan
menyesatkan banyak manusia, dan kalian mengetahui semuanya diantara dampak
negatif dari fenomena tadi adalah munculnya kelompok-kelompok di sebagian
negeri islam mengkafirkan kelompok-kelompok lainnya dengan alasan-alasan yang
dibuat-buat, tidak bisa kami kemukakan dalam kesempatan yang singkat ini,
karena pertemuan kami ini sekarang khusus sedang memberikan peringatan dan
nasehat kepada para penuntut ilmu dan juru da’wah, oleh karena itu saya
nasehatkan saudara-saudara kami dari ahli sunnah dan ahli hadits di seluruh
negeri islam agar mereka sabar dalam menuntut ilmu, dan agar mereka tidak tertipu
dengan ilmu yang mereka miliki sekarang. Mereka harus mengikuti jalan yang
telah digariskan, jangan sekali-kali mereka bersandar dengan mengandalkan
semata-mata pemahaman mereka atau mereka beri nama dengan ijtihad mereka. Saya
sering sekali mendengar dari saudara-saudara kami mereka mengatakan dengan
sangat mudahnya, “saya berijtihad” atau “saya berpendapat demikian” tanpa
memikirkan akibat-akibat yang
ditimbulkan dari ucapan-ucapannya. Mereka tidak mengambil bantuan dari
kitab-kitab fiqh dan hadits serta pemahaman ulama terhadap kitab-kitab
tersebut. Yang ada hanya hawa nafsu dan pemahaman yang dangkal dalam
menggunakan dalil, sedangkan penyebabnya adalah ujub dan lupa daratan. Oleh karena itu, sekali lagi aku
nasehatkan kepada para penuntut ilmu agar menjauhi segala akhlak yang tidak
islami, di antaranya agar mereka tidak tertipu oleh ilmu yang telah
didapatkannya serta tidak tergelincir ke dalam ujub.
Ketiga, terakhir,
agar mereka menasehati manusia dengan cara yang lebih baik, menjauhi cara-cara yang
kasar dan keras dalam berdakwah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
lebih baik.” (QS an-Nahl : 125)
Allah berfirman dengan ayat tadi karena kebenaran itu sendiri
berat atas manusia atau menerimanya, dan berat atas jiwa-jiwa mereka, oleh
karena itu secara umum jiwa manusia sombong untuk menerimanya, kecuali sedikit
orang yang dikehendaki Allah untuk langsung menerimanya. Apabila beratnya
kebenaran itu atas jiwa manusia ditambah dengan beratnya cara berupa kekasaran
dalam da’wah, maka itu berarti menjadikan manusia lari dari da’wah kebenaran.
Kalian tentu mengetahui sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya di
antara kalian ada orang-orang yang membuat orang lari (dari kebenaran). Beliau
mengulanginya tiga kali. Sebagi penutup, saya memohon kepada Allah Ta’ala agar
jangan menjadikan kami sebagai orang-orang yang membuat orang lain lari dari
kebenaran, akan tetapi jadikanlah kami sebagai orang-orang yang memiliki hikmah
dan orang-orang yang mengamalkan al-Qur’an dan as-Sunnah.
(Disarikan dari Hayatul Albany, Juz I
hal. 452-455 oleh Ustadz Fariq Qoshim Anuz)
Perhatikanlah pula nasehat asy-Syaikh al-Allamah Faqiihuz Zaman Samahatus Syaikh Muhammad bin
Sholih al-‘Utsaimin –rahimahullah- dalam salah satu muhadharahnya :
MUTIARA
NASEHAT SYAIKH IBNUL UTSAIMIN KEPADA PENUNTUT ILMU
“Sangat disayangkan
sekali ketika saya mendengar tentang orang-orang yang termasuk memiliki kesungguhan
dalam mencari dan menerima kebenaran, meskipun demikian kami dapatkan mereka
berpecah-belah, masing-masing di antara mereka memiliki nama dan sifat
tertentu. Fenomena seperti ini sesungguhnya tidak benar, sesungguhnya dien
Allah Subhanahu wa Ta’ala itu satu,
dan ummat islam adalah ummat yang satu. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya (agama
Tauhid) ini adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabb
kalian, maka bertakwalah kepada-ku.´(QS Al-Mu’minun : 52)
Dan Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
“Sesungguhnya orang-orang
yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan,
tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka
hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada
mereka apa yang telah mereka perbuat. (QS an-An’am : 159).
Dan Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman pula :
“Dia telah
mensyariatkan bagi kalian tentang dien yang telah diwasiatkan kepada Nuh dan
apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa. Yakni, tegakkan dien dan janganlah kalian berpecah belah
tentangnya.” (QS asy-Syuura : 13)
apabila hal ini merupakan
bimbingan Allah kepada kita, maka seharusnya kita praktekkan bimbingan ini,
kita berkumpul untuk mengadakan suatu pembahasan, saling berdiskusi dalam
rangka ishlah (perbaikan), bukan untuk mendiskreditkan atau membalas dendam,
karena sesungguhnya siapa saja yang membantah orang lain atau adu argumentasi
dengan maksud mempertahankan pendapatnya atau untuk menghinakan pendapat orang
lain dan bermaksud untuk mencela bukan untuk ishlah, maka hasilnya tidak
diridhai Allah dan Rasul-Nya, pada umumnya demikian.
Kewajiban kita adalah untuk menjadi ummat yang satu. Saya
tidak mengatakan bahwa setiap manusia tidak memiliki kesalahan, bahkan manusia
itu memiliki kesalahan, disamping memiliki kebenaran. Hanya saja pembicaraan
kita sekarang ini mengenai cara memperbaiki kesalahan, maka bukan cara yang
benar untuk memperbaikinya adalah berkumpul dengannya dan mendiskusikannya,
apabila terbukti setelah itu bahwa orang tersebut tetap mempertahankan
kebatilannya, maka saat itu saya memiliki alasan bahkan wajib atas saya untuk
menjelaskan kesalahannya, dan mentahdzir manusia dari kesalahan orang tersebut,
dengan demikian segala urusan akan menjadi baik.
Sedangkan perpecahan dan bergolong-golongan, maka
sesungguhnya yang demikian tidak disukai oleh siapapun, kecuali oleh musuh islam
dan musuh kaum muslimin. (disarikan dari Zaadud da’iyah ilallah, hal. 26-28, oleh Ust. Fariq Qoshim Anuz)
Di sini ana nukilkan pula permata
nasehat dari lisan yang mulia asy-Syaikh
al-Faqih al-Mujaddid Haadza Zamaan al-Mufti al-‘aam al-Allamah Samahatus Syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz –rahimahullah-
MUTIARA
NASEHAT SYAIKH IBNU BAZZ TERHADAP THOLIBUL ‘ILM
Segala puji bagi Allah, Sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada rasul-Nya, Nabi kita Muhammad, keluarganya dan sahabatnya. Adapun
setelah itu :
Adalah tidak diragukan lagi, bahwasanya menuntut ilmu
termasuk seutama-utama amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah,
termasuk sebab-sebab kesuksesan meraih surga dan kemuliaan bagi pelakunya. Termasuk hal yang terpenting dari perkara-perkara
yang penting adalah mengikhlaskan diri dalam menuntut ilmu, menjadikan
menuntutnya karena Allah bukan karena selain-Nya. Dikarenakan yang
demikian ini merupakan jalan yang bermanfaat baginya dan juga merupakan sebab
diperolehnya kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat.
Dan sungguh telah dating sebuah hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
bahwasanya beliau bersabda, “Barangsiapa
yang mempelajari suatu ilmu dengan mengharap wajah Allah, tidaklah ia
mempelajarinya melainkan untuk memperoleh harta dunia, dia takkan mendapatkan
harumnya bau surga di hari kiamat.” Dekeluarkan oleh Abu Dawud dengan sanad
yang hasan. Dan dikeluarkan pula oleh Turmudzi dengan sanad yang di dalamnya
ada kelemahan, dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam beliau bersabda, “Barangsiapa
menuntut ilmu dengan maksud untuk membantah ulama, atau mengumpulkan
orang-orang bodoh atau memalingkan wajah-wajah manusia kepada-Nya, niscaya
Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.”
Maka kunasehatkan kepada tiap-tiap penuntut ilmu dan kepada
setiap muslim –yang mengetahui perkataan ini- untuk senantiasa mengikhlaskan
segala macam amalan karena Allah, sebagai pengejawantahan firman Allah : “barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan
Rabbnya maka hendaklah ia beramal sholih dan tidak mensekutukan Allah di dalam
peribadatan sedikitpun.” (QS Al-Kahfi : 110). Dan di dalam shohih Muslim
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
beliau bersabda : “Allah Azza wa Jalla
Berfirman, Aku tidak butuh kepada sekutu-sekutu dari kesyirikan, barangsiapa
yang beramal suatu amalan yang mensekutukan-Ku dengan selain-Ku, kutinggalkan
ia dengan sekutu-Nya.”
Aku wasiatkan pula kepada
tiap tholibul ‘ilm dan tiap muslim untuk takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan merasa segala
urusannya diawasi oleh-Nya, sebagai implementasi firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang takut dengan
Rabb mereka yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan
pahala yang besar.” (QS Al-Mulk : 12) dan firmannya, “Dan bagi orang-orang yang takut dengan Tuhannya disediakan dua surga.” (QS
ar-Rahman : 46).
Berkata sebagian salaf, “Inti
dari ilmu adalah takut kepada Allah”. Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, “Cukuplah takut kepada
Allah itu dikatakan sebagai ilmu dan cukuplah membangkang dari-Nya dikatakan
sebagai kejahilan.”. Berkata sebagian salaf : “Barangsiapa yang lebih mengenal Allah nsicaya dia lebih takut
kepada-Nya.” dan menunjukkan kebenaran makna ini sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam : “Adapun aku, demi Allah,
adalah orang yang lebih takut kepada Allah daripada kalian dan aku lebih
bertakwa kepada-Nya daripada kalian.” Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Oleh karena itulah, kekuatan ilmu seorang hamba terhadap Allah adalah merupakan
sebab kesempurnaan takwa dan keikhlasannya, wuqufnya
(berhentinya) dia dari batasan-batasan Allah dan kehati-hatiannya dari
kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya
orang yang paling takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama’”
(QS Fathir : 28). Maka ulama yang mengetahui Allah dan agamanya, mereka adalah
manusia yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, serta
mereka adalah orang yang paling mampu
menegakkan agama-Nya. Di atas mereka ada pemimpin-pemimpin mereka dari kalangan
Rasul dan Nabi –‘alaihimush sholaatu was
salaam- kemudian para pengikut
mereka dengan lebih baik.
Nabi mengabarkan termasuk tanda-tanda kebahagiaan adalah
fahamnya seorang hamba akan agama Allah. Bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Barangsiapa dikehendaki Allah atasnya
kebaikan niscaya ia akan difahamkan akan agamanya”, dikeluarkan di dalam
shahihain dari hadits Mu’awiyah Rahiallahu
‘anhu. Tidaklah hal yang demikian ini melainkan dikarenakan faham terhadap
agama akan mendorong seorang hamba untuk menegakkan perintah Allah, untuk takut
kepada-Nya dan memenuhi kewajiban-kewajiban-Nya, menghindari apa-apa yang
membuat-Nya murka. Faham terhadap agama akan membawanya kepada akhlak yang
mulia, amal yang baik, dan sebagai nasehat kepada Allah dan hamba-hamba-Nya.
Aku memohon kepada Allah Azza
wa jalla untuk menganugerahkan kita, seluruh penuntut ilmu dan kaum
muslimin seluruhnya, dengan pemahaman di dalam agama-Nya dan istiqomah di
atasnya. Semoga Allah melindungi kita dari seluruh keburukan jiwa-jiwa kita dan
kejelekan amal-amal kita, sesunggunya Allahlah pelindung dari hal ini dan Ia
maha memiliki kemampuan atasnya.
Semoga Shalawat dan Salam tercurahkan kepada hamba dan
utusan-Nya, Nabi kita Muhammad, keluarganya dan sahabatnya.
(diterjemahkan dari Mansyurat Markaz Imam Albany lid Dirasat
al-Manhajiyah wal Abhatsil Ilmiyyah (Surat edaran Markaz Imam Albany
tentang pelajaran manhaj dan riset ilmiyah) yang berjudul min durori kalimaati samahatis syaikh al-Allamah Abdul Aziz bin
Abdullah bin Bazz –rahimahullah- Nashihatu Lithullabatil ‘ilm oleh Abu
Salma bin Burhan)
Terakhir ana nukilkan mutiara nasehat Syaikhul Masyayikh dari Madinah, Syaikh
al-Allamah al-Muhaddits Abdul Muhsin al-‘Abbad al-Badr as-Salafy al-Atsary
–Hafidhahullah- dalam kitab beliau Rifqan
ahlas sunnah bi ahlis sunnah tentang masalah caci maki dan tahdzir :
MUTIARA
NASEHAT SYAIKH ABDUL MUHSIN ABBAD
1.
Hendaknya orang yang menyibukkan dirinya
dengan mencela para ulama dan para penuntut ilmu serta mentahdzir terhadap
mereka, hendaklah ia merasa takut kepada Allah. Lebih baik ia menyibukan diri
dengan memeriksa aib-aibnya supaya ia terlepas dari aibnya tersebut, dari pada
ia sibuk dengan aib-aib orang lain, dan menjaga kekekalan amalan baiknya jangan
sampai ia membuangnya secara sia-sia dan membagi-bagiakannya kepada orang yang
dicela dan dicacinya, sedangkan ia sangat butuh dari pada orang lain terhadap
amal kebaikan tersebut pada hari yang tiada bermanfaat pada hari itu harta dan
anak keturunan kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang suci.
2.
Hendaklah ia menyibukan dirinya dengan mencari
ilmu yang bermanfaat dari pada ia sibuk melakukan celaan dan tahdziran, dan
giat serta bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu tersebut supaya ia mendapat
faedah dan memberikan faedah, mendapat manfa’at dan bermanfa’at, maka diantara
pintu kebaikan bagi seorang manusia adalah bahwa ia sibuk dengan ilmu, belajar,
mengajar, berda’wah dan menulis, apabila ia mampu melakukan hal yang demikian
maka hendaknya ia menjadi golongan yang membangun, dan tidak menyibukkan
dirinya dengan mencela para ulama dan para penuntut ilmu dari Ahlus Sunnah
serta menutup jalan yang menghubungkan untuk mengambil faedah dari mereka
sehingga ia menjadi golongan penghancur, orang yang sibuk dengan celaan seperti
ini, tentu ia tidak akan meninggalkan sesudahnya ilmu yang dapat memberi
manfa’at, serta manusia tidak akan merasa kehilangan atas kepergiannya sebagai
seorang ulama yang memberi mereka manfa’at, justru dengan kepergiannya mereka
merasa selamat dari kejahatannya.
3.
Bahwa ia menganjurkan kepada para generasi
muda dari Ahlus Sunnah pada setiap tempat untuk menyibukkan diri dengan
menuntut ilmu, membaca kitab-kitab yang bermanfa’at dan mendengarkan
kaset-kaset pengajian para ulama Ahlus Sunnah seperti Syeikh Bin Baz dan Syeikh
Bin Al ‘Utsaimin, dari pada menyibukan diri mereka dengan menelepon si fulan
dan si fulan untuk bertanya; (apa pendapat engkau tentang si fulan atau si
fulan?), dan (apa pula pandanganmu terhadap perkataan si fulan terhadap si
fulan?), dan (perkataan si fulan terhadap si fulan?).
4.
Hendaknya ketika seorang penuntut ilmu
bertanya tentang hal orang-orang yang menyibukan dirinya dengan ilmu, hendaklah
pertanyaan tersebut diajukan kepada tim komisi pemberi fatwa di Riyadh
untuk bertanya tentang hal mereka tersebut, apakah mereka tersebut berhak untuk
dimintai fatwanya dan boleh menuntut ilmu darinya atau tidak?, dan barang siapa
yang betul-betul tahu tentang hal seseorang tersebut hendaklah ia menulis surat
kepada tim komisi pemberi fatwa tentang apa yang diketahuinya tentang
halnya untuk sebagai bahan pertimbangan dalam hal tersebut, supaya hukum yang
lahir tentang celaan dan tahdziran timbul dari badan yang bisa dipercaya fatwa
mereka dalam hal menerangkan siapa yang boleh diambil darinya ilmu dan siapa
yang bisa dimintai fatwanya. Tidak diragukan lagi bahwa seharusnya badan
resmilah sebagai tempat rujukan berbagai persoalan yang membutuhkan fatwa dalam
hal mengetahui tentang siapa yang boleh dimintai fatwanya dan diambil darinya
ilmu, dan janganlah seseorang menjadikan dirinya sebagai rujukan dalam seperti
hal-hal yang penting ini, sesungguhnya diantara tanda baiknya Islam seseorang
adalah meninggalkan perkara yang tidak menjadi urusannya.
5.
Kewajiban setiap penuntut ilmu yang mau menasehati
dirinya, hendaklah ia memalingkan perhatiannya dari mengikuti apa yang
disebarkan melalui jaringan internet tentang apa yang dibicarakan oleh
masing-masing pihak yang bertikai. Ketika mempergunakan jaringan internet
hendaklah menghadapkan perhatiannya pada web site Syeikh Abdul ’Aziz bin Baz -رحمه
الله- dan membaca berbagai
karangan dan fatwanya yang jumlahnya sampai sekarang dua puluh satu jilid, dan
fatwa tim komisi fatwa yang jumlahnya sampai sekarang dua puluh jilid, begitu
juga web site Syeikh Muhammad bin ‘Utsaimin -رحمه الله- dan membaca buku-buku dan fatwa beliau yang cukup banyak lagi
luas.
Sebagai
penutup saya wasiatkan kepada para penuntut ilmu supaya mereka bersyukur kepada
Allah atas taufik yang diberikanNya kepada mereka; ketika Allah menjadikan
mereka diantara orang-orang yang menuntut ilmu, dan hendaklah mereka menjaga
keikhlasan mereka dalam menuntut ilmu tersebut dan mengorbankan segala yang
berharga untuk mendapatkannya, serta menjaga waktu untuk selalu sibuk dengan
ilmu. Sesungguhnya ilmu tidak bisa diperoleh dengan cita-cita belaka serta
tetap kekal dalam kemalasan dan keloyoan (diterjemahkan dari kitab Rifqan ahlas sunnah bi ahlis sunnah oleh
Ust. Abu Hasan al-Maidany. PERHATIAN : Beberapa ulama’ mentahdzir orang-orang
yang menyebarkan buku ini sebagai shohibul fitnah ataupun mubtadi’, namun
beberapa kibarul Ulama’ dalam www.alisteqama.net seperti Syaikh Sholih Fauzan
al-Fauzan dan Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh, mentazkiyah buku ini dan
menganjurkan untuk menyebarkannya. Termasuk yang mentazkiyah risalah ini adalah
syaikh Abdul Malik Ramadhani al-Jazairy. Syaikh Sholih Alu Syaikh, Syaik Sholih
as-Suhaimy, dll.)
Kuakhiri risalah ini dengan menukil ucapan seorang
penyair…
إِنَّ لِلَّهِ
عِبَادً فُطَنَا طَلَّقُوا
الدُّنْيَ وَخَافُوا
الفِتَنَا
نَظَرُوا
فِيهَا فَلَمَّا
عَلِمُوا أَنَّهَا لَيْسَتْ
لِحبٍّ وَطّنَا
جَعَلُوهَا
لُجَّةً وَاتَّخَذُوا صَالِحَ
الأَعْمَالِ فِيهَا
سُفُنَا
Sesungguhnya
Alloh memiliki hamba-hamba yang cerdik
Mereka
renungkan dan ketiku itu mereka mengertilah
Bahwa dunia bukanlah tempat tinggal ‘tuk hidup
abadi
Dan mereka jadikan amal sholih sebagai bahteranya
wahai saudaraku…
Sekiranya engkau menempuh jalan yang lurus niscaya Alloh
akan memastikan kesukesan bagimu
Membeli
jiwa dengan berbuat kebajikan itu lebih baik daripada menjualnya dengan
permusuhan
Wa
nas’alullah salaamah wal ‘aafiyah
Alhamdulilahi
Robbil ‘Aalamin.
Akhukum fillah
Abu Salma bin Burhan at-Tirnaatiy
Bangil, 20 Mei 2006