MENULIS
HASIL WAWANCARA
Oleh : Solihin
Sebenarnya nggak terlalu beda jauh, antara menulis berita,
feature, dengan hasil wawancara. Cuma, kayaknya yang membuat
beda itu adalah bagaimana merangkum semua hasil obrolan
kita dengan narasumber yang kita wawancarai. Untuk bisa menuliskan
hasil wawancara dengan oke dan enak dibaca, ada beberapa tahapan
yang kudu diperhatikan sebelum melakukan wawancara. Sebab,
melakukan wawancara adalah satu bagian dalam proses penggalian
bahan tulisan. Kita harus bisa mengeksplorasi seluruh kemampuan
kita untuk menggali ide-ide yang tertanam dalam benak narasumber
kita. Apalagi, jika narasumber yang kita wawancara termasuk
tokoh penting dan udah ngetop di kalangan banyak orang.
Nah, ada beberapa persiapan
awal sebelum wawancara yang bisa kamu lakukan. Pertama, menentukan
topik. Jelas dong, jangan sampe kamu datang ke narasumber
dengan kepala kosong. Ini bakalan menjadi blunder
buat kamu yang nekat datang tanpa menentukan topik wawancara.
Bukan hanya narasumber yang bakalan bingung, tapi kamu juga
akhirya cuma bengong. Sama halnya dengan kalo kamu naik panggung
untuk ngisi presentasi, tapi dengan kepala kosong.
Hasilnya, mudah ditebak, kamu bingung! Tul nggak? Kata William
Shakespeare, Barangsiapa yang naik panggung tanpa persiapan,
maka ia akan turun dengan kehinaan, Walah?
Sobat muda muslim, langkah
kedua dalam persiapan melakukan wawancara adalah menyiapkan
pertanyaan jitu, ada sebagian wartawan menyebutnya
pertanyaan peluru (loaded question). Ini akan
menentukan tingkat kemampuan si pewawancara. Bahkan sangat
boleh jadi akan menghasilkan isi wawancara yang berbobot.
Apalagi tokoh yang kita wawancarai memang terkenal dan berpengaruh.
Tapi harap diingat dong, bahwa jangan sampe kita terpaku kepada
rumusan pertanyaan yang udah kita buat. Itu bisa menjebak
kita nantinya dalam kekakuan. Tapi, pastikan bahwa kamu dapat
mengembangkan pertanyaan lain saat wawancara terjadi. Jadi
bisa bersumber dari pertanyaan narasumber.
Nah, sekarang kita belajar
menuliskan hasil wawancara. Untuk mendapatkan tulisan berupa
wawancara yang baik, tentunya kita kudu mendapatkan sedetil-detilnya
segala macam yang melekat pada narasumber. Setelah
melakukan wawancara, biasanya ada kesempatan untuk rileks.
Nah, di situlah kamu bisa tanya ini-itu dari narasumber;
misalnya warna favoritnya, olahraga kesukaannya, makanan kesukaannya,
tokoh idolanya, pendidikannya, keluarganya, aktivitasnya,
pengalaman-pengalaman unik yang dialaminya, dsb. Dengan catatan,
jika wawancara ini bersifat eksklusif, yakni cuma
kamu, atau media tempat kamu kerja aja yang melakukan wawancara
dengan narasumber tersebut. Kalo wawancara sambil lalu, maka
untuk mendapatkan detil dari yang melekat pada
dirinya, kamu bisa baca via sumber lain yang menceritakan
narasumber tersebut. Jadi tenang aja, apalagi jika media massa
tempat kamu kerja punya dokumentasi lengkap, maka akan mudah
untuk berkreasi dalam menulis hasil wawancaramu.
Sobat muda muslim, kita
juga bisa memodifikasi tulisan wawancara. Tujuannya
supaya pembaca enak untuk menyimaknya. Misalnya begini. Dalam
kenyataan saat wawancara, kita mengajukan pertanyaan yang
adakalanya panjang banget kan? Biasanya itu dilakukan untuk
memperjelas maksud. Nah, dalam tulisan hasil wawancara, tidak
perlu ditulis semua pertanyaan kita sesuai rekaman di kaset.
Kamu bisa memotongnya dengan tanpa mengurangi maksud dari
pertanyaan. Contoh: Bapak bisa jelaskan masalah yang
menimpa anak muda sekarang, misalnya dalam masalah pergaulan?
Ini yang kita ucapkan kepada narasumber. Tapi, dalam tulisan
hasil wawancara, kita persingkat saja jadi begini, Bisa
dijelaskan pergaulan remaja sekarang? Lebih hemat kan?
Bisa juga modifikasi
itu kita lakukan dalam membagi jawaban narasumber
ke dalam beberapa bagian pertanyaan buatan kita.
Ini terjadi jika jawaban narasumber kelewat panjang. Nah,
supaya pembaca nggak jenuh dengan panjangnya jawaban, maka
kita buatkan pertanyaan pembantu untuk membagi
jawaban tersebut. Tentu dengan tidak menghilangkan maksud
dari jawaban narasumber dong. Sekali lagi, ini sekadar mengatasi
kejenuhan pembaca.
Terus, yang bisa kita
lakukan dalam menulis hasil wawancara adalah mengkreasikan
data-data. Supaya tambah ciamik, maka dalam tulisan itu, kita
selipkan profil narasumber. Misalnya, Bapak sembilan
anak yang rajin membaca buku ini, terlihat masih segar di
usia tuanya. Setiap hari, ia berkeliling komplek perumahan
untuk sekadar berolaharga jalan kaki kesukaannya. Suami dari
.. (sebutkan nama istrinya) kelahiran Jakarta 50 tahun
silam itu kini aktif sebagai pengurus Partai
. (sebutkan
nama partai tempat ia bergabung dan jabatannya)
Kamu bisa buat tulisan
tambahan seperti itu sekitar 3 buah. Boleh juga dipadu dengan
biodata singkatnya yang ditulis dalam sebuah kertas (minta
saja bagian tataletak untuk men-scan kertas tersebut untuk
diselipkan dalam lay-out rubrik wawancara tersebut). Pokoknya,
buatlah semenarik mungkin hasil kreasimu. Tiap wartawan biasanya
punya kreasi tersendiri. Selama itu memang menarik, kenapa
tidak? Tul nggak?
Oke deh, sekarang mulailah
menyiapkan segalanya untuk wawancara. Sudah siap? Yup, sebelum
lupa, yang penting lagi sebelum melakukan wawancara adalah
mental. Selain kudu percaya diri, kamu juga wajib
punya mental juara. Sebab, adakalanya narasumber itu ngerjain
kita. Saya dan seorang teman pernah melakukan wawancara dengan
Pak Amien Rais (waktu itu masih Ketua PP Muhammadiyah). Wuih,
sampe empat kali bolak-balik Bogor-Jakarta. Jadi, nggak mesti
sekali jadi. Maklumlah tokoh penting. Akhirnya dapet juga,
meski dengan susah payah. Kejar terus sampe dapet! Ayo
kamu
pasti bisa! []
(Sumber
: Bengkel
Cerpen Annida)
|