Thursday, 8/05/03 19:57
In The Name of Allah The Most Gracious The Most Merciful
 


KOMUNISME BERHAK HIDUP
DI INDONESIA ?

Oleh : Doni Riadi

Pasca reformasi 1998, marak wacana yang menuntut untuk me-review kembali muatan buku-buku sejarah, khususnya yang melibatkan rezim Orde Baru karena dinilai sepihak dan tidak cukup valid, termasuk diantaranya sejarah seputar G 30 S PKI 1965.

Pelbagai media, buku dan karya-karya ilmiah kemudian diterbitkan untuk memutihkan sejarah kelam PKI dengan menampilkan teori-teori baru seputar keterlibatannya dalam tragedi 30 september itu. Bahkan di dunia cyber pada tahun 2001 diluncurkan sebuah situs yang didesain untuk mengerti PKI (www.angelfire.com/ut/pki), dimana pada halaman mukanya Anda akan menjumpai kalimat "Demokrasi sejati hanya akan ada bila komunisme dapat hidup seperti halnya ideologi-ideologi lain diperkenankan hidup di dalam masyarakat".

Dan memang pertanyaan krusial yang hingga kini masih memperoleh jawaban nisbi adalah layakkah ideologi komunis mendapatkan tempat dibumi pertiwi ini?

Revolusi Berdarah
Pasca proklamasi 1945, komunis cukup mendapatkan simpati masyarakat dan angkatan perang. Dengan modal itu, seperti hendak mengulang revolusi 1926 (yang gagal), pada tanggal 19 September 1948, PKI/FDR di bawah Muso memproklamasikan berdirinya 'Soviet Republik Indonesia' di Madiun. Madiun dipermak habis sehingga menyerupai Sovietnya Indonesia. Ketika tentara republik berhasil mengambil alih kembali, maka mereka disambut dengan pemandangan kota Madiun yang berbau amis, karena banyaknya mayat-mayat rakyat kecil, pejabat maupun pegawai pemerintahan yang tewas dibantai.

Tragedi kemanusiaan ala tangan besi komunisme terus berlanjut dan mencapai puncaknya dengan pembunuhan jenderal-jenderal pada 30 September 1965. Dampaknya, selain kemunduran Soekarno, adalah pembantaian jutaan nyawa manusia baik oleh PKI maupun oleh tentara dan rakyat yang anti PKI.
Namun, muncul alternatif teori baru yang ingin membuka 'ruang debat' sejarah,

Dalam sebuah buku yang diberi kata pengantar oleh Goenawan Moehammad, setidaknya ada empat teori lain selain teori buku putih Orde Baru yang menempatkan PKI sebagai pelaku utama.
Teori 1: Cornell Paper yang menyebut peristiwa sebagai persoalan konflik intern AD dan pelaku utamanya adalah sebuah klik Angkatan Darat dan baru melibatkan PKI di bagian akhir. Teori 2: Dalangnya adalah CIA (Pemerintah AS) yang ingin menjatuhkan Soekarno dan kekuasaan Komunis (teori Domino) dengan memperalat PKI. [Peter Dale Scott dan Geoffrey Robinson]. Teori 3: Rencana Inggris bertemu dengan skenario besar AS dalam perang dingin. Inggris berkepentingan untuk mengamankan aset-asetnya dengan cara menghentikan politik ofensif Soekarno. [Greg Poulgrin]. Dan teori 4: Dalangnya adalah Presiden Soekarno yang ingin melenyapkan oposisi sebagian perwira tinggi AD dan PKI ikut terseret akibat ketergantungannya kepada Soekarno. [Antonie Dake dan John Hughes].

Namun tetap saja teori-teori tersebut tidak dapat melepaskan realita bahwa orang-orang komunislah pelaku pembunuhan dan pembantaian, hatta yang menjadi korban sebenarnya adalah keluarga atau tetangganya sendiri.

Filosofi Komunisme
Selain berlandaskan pada teori perjuangan kelas, yang bertujuan terbentuknya diktaturial proletariat, komunisme (Marxist-Leninist) pada dasarnya juga meletakkan materialisme sebagai pondasi utama berpikir. Conner Cliff (1980) dalam buku Keruntuhan Teori Evolusi karya Harun Yahya (2000) mengemukakan bahwa Karl Marx pernah memberikan pujian kepada Darwin yang mengarang The Origin of Species dengan menuliskan bahwa "Inilah buku yang berisi landasan sejarah alam bagi pandangan kami".

Marx juga menyatakan bahwa teori Darwin memberikan dasar yang kokoh bagi materialisme dan tentu saja bagi komunisme. Bahkan Marx mempersembahkan buku Das Kapital karya terbesarnya, dengan tambahan tulisan dicover depannya kalimat :"Dari seorang pengagum setia kepada Charles Darwin". Dengan merujuk pada teori materialisme evolusi, komunisme berusaha membenarkan diri dan menampilkan ideologinya sebagai sesuatu yang logis dan benar.
Kerusakan ajaran materialisme tidak hanya terbatas pada tingkat individu.

Ajaran ini juga mengarah untuk menghancurkan tatanan sakral keluarga, nilai-nilai dasar suatu negara dan menciptakan sebuah masyarakat tanpa jiwa dan rasa sensitif. Anggota masyarakat yang demikian tidak akan memiliki idealisme seperti patrotisme, cinta bangsa, keadilan, loyalitas, kejujuran, pengorbanan, kehormatan dan moral yang baik sehingga tatanan sosial yang dibangunnya -yang disebut internasionale--pasti akan hancur dalam waktu singkat. Karena inilah, Stalin bahkan tega membunuh istrinya sendiri dan Trotsky yang menjadi sahabat karibnya. Atau lihat saja track record komunis Indonesia yang melakukan pemberontakan dan pengkhianatan saat bangsa Indonesia sedang bertempur gigih menghadapi Agresi Militer Kolonial Belanda 1948.

Materialisme, sesungguhnya mengajarkan bahwa tidak ada sesuatupun selain materi yang menjadi esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari keberadaan Sang Maha Pencipta, yaitu Allah atau dengan kata lain menjadi atheis. Inilah awal dari bencana besar yang akan menimpa hidup manusia. Nonsense jika ada yang mengatakan bahwa komunis tidak anti agama. Seorang komunis sejati pasti menghayati betul sikap Marx terhadap agama. Karl Heinriuch Marx berkata, "Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, hati nurani dan dunia yang tak berhati, tepat sebagaimana ia adalah jiwa dari keadaan yang tak berjiwa. Dia adalah candu rakyat." (O Hashem: Marxisme dan Agama, hal 71).

Deretan panjang kekejaman komunis terhadap kaum beragama, khususnya Islam, telah menjadi saksi sejarah yang tidak dapat dibantah karena begitu jelas dan gamblang. Mulai dari Rusia, Checnya, Cina, Bulgaria, Albania, Kuba, Afganistan, Vietnam, dan Indonesia. Bahkan Lenin sempat berkata bahwa "Hancurnya tiga perempat dunia tidak menjadi persoalan, sebab yang penting ialah agar sisanya yang seperempat lagi menjadi komunis." (WAMY, 2002)

Bahkan Tan Malaka dalam bukunya Madilog (Materialisme Dialektika Logika) yang diterbitkan Teplok Press (2000) memberi julukan mistikus pada orang-orang beragama (hal. 328), yang dianggapnya tak mau bersusah-susah mengukur berapa jaraknya matahari dengan bumi atau berapa derajat panasnya matahari, karena semua itu sudah merupakan ketentuan Ilahi. Ia juga tak mempercayai life after death seperti keberadaan surga dan sangat mengecam kerudung perempuan Islam yang menutupi tubuhnya sebagai salah satu bentuk penjajahan kelas.

Berhak hidup ?
Namun, komunisme juga mempunyai kelebihan yang tak dimiliki oleh gerakan pemikiran lainnya. Diluar prinsip materialisnya, hingga saat ini teori Marxisme-lah yang secara radikal bisa menelanjangi borok kapitalisme. Dengan dialektika logikanya, komunisme merangsang manusia untuk lebih mengoptimalkan daya berpikir rasionalitas dan menolak hal-hal yang bersifat dogmatis. Sehingga luaran produknya adalah timbulnya daya kritisme masyarakat pada sebuah rezim yang sedang berkuasa. Komunisme akan selalu menjadi penghalang kesewenang-wenangan pemilik modal dan penghisapan rakyat jelata.

Karena itulah, beberapa pihak seperti Gus Dur meminta publik untuk memandang secara obyektif antara PKI sebagai organisasi dan komunis sebagai ideologi. Kalaupun masyarakat belum bisa memaafkan dan melupakan kekejaman PKI dimasa lalu bukan berarti komunis sebagai ideologi juga ikut-ikutan menerima imbasnya. Sehingga menurutnya, sebagai konsekuensi dari demokrasi, perangkat hukum yang mengatur pelarangan PKI dan komunisme harus dicabut dan mengembalikannya kepada dinamika masyarakat.

Secara garis besar, langkah-langkah untuk menempatkan komunisme agar layak hidup di negeri ini adalah dengan memutihkan sejarah kelamnya, menghapus perangkat hukum yang melarangnya, mendekonstruksi paradigma negatif komunis dan merekonsiliasi sosiokultural masyarakat Indonesia.

Hingga saat ini, dari ancaman komunisme, secara legal formal Indonesia masih dilindungi dengan TAP No. XXVMPRS/1966 yang berisi empat butir substansi. Pertama, pembubaran PKI. Kedua, pelarangan PKI di Indonesia. Ketiga, pelarangan melaksanakan ajaran komunisme, marxisme, dan leninisme. Keempat, larangan menyebarluaskan ajaran tersebut. Keempat substansi itu, telah diadopsi dalam Undang-Undang (UU) Nomor 29/1999, yang menambahi ketentuan dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 107. Isinya, bila pelarangan itu ditabrak, diartikan sebagai tindakan makar dan diancam dengan hukumannya antara 12 hingga 20 tahun.

Karena itulah komunis di Indonesia kekinian tidak langsung mendeklarasikan dirinya sebagai seorang komunis tetapi menggunakan kedok sosialis-demokrat untuk dapat memperbesar ruang gerak. Cara ini juga digunakan Sneevliet ketika membawa komunisme pertama kali ke Indonesia pada 1914. Menurut Taufiq Ismail, saat ini mereka tinggal selangkah lagi dan sedang menunggu waktu yang tepat untuk menjalankan manifesto komunis.

Namun sebagai generasi penerus yang akan menjalani kemajuan peradaban beserta benturan-benturannya, berhadapan dengan gerakan pemikiran seperti komunisme adalah sebuah keniscayaan, karena komunisme tak akan pernah dapat mati dengan TAP atau dengan tindakan represifitas lainnya. Sehingga ujung tombak dalam melakukan perlawanan terhadap komunisme bukanlah berupa perlindungan perangkat hukum akan tetapi melalui pendidikan yang berdimensi horisontal (kemasyarakatan) dan vertikal (ke-Ilahian), pembentukan kepribadian dan keteladanan pemimpin negara yang dibarengi dengan kondisi bangsa yang menjunjung tinggi keadilan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dan prasyarat itulah yang belum didapatkan pada kondisi bangsa Indonesia sekarang ini. Sehingga konsekuensinya, komunisme memang berhak untuk hidup di Indonesia, tetapi tentu saja tidak untuk saat ini.
Esok barangkali !

(Ditulis dalam rangka diskusi 'kelas politik' kontroversi G30SPKI perspektif pemikiran Komunisme
KAMMI Polines, 14 September 2002)

"Kemarahan adalah suatu kondisi dimana lidah bekerja lebih cepat daripada pikiran."

(noname)

All Rights Reserved © 2003, dedicated to godspot journalism, designed by bro_doni under Dreamweaver 4, Swish 2.0, and Photoshop 7.0
1