KOMUNISME
BERHAK HIDUP
DI INDONESIA ?
Oleh : Doni Riadi
Pasca reformasi 1998,
marak wacana yang menuntut untuk me-review kembali muatan
buku-buku sejarah, khususnya yang melibatkan rezim Orde Baru
karena dinilai sepihak dan tidak cukup valid, termasuk diantaranya
sejarah seputar G 30 S PKI 1965.
Pelbagai media, buku dan
karya-karya ilmiah kemudian diterbitkan untuk memutihkan sejarah
kelam PKI dengan menampilkan teori-teori baru seputar keterlibatannya
dalam tragedi 30 september itu. Bahkan di dunia cyber pada
tahun 2001 diluncurkan sebuah situs yang didesain untuk mengerti
PKI (www.angelfire.com/ut/pki), dimana pada halaman mukanya
Anda akan menjumpai kalimat "Demokrasi sejati hanya akan
ada bila komunisme dapat hidup seperti halnya ideologi-ideologi
lain diperkenankan hidup di dalam masyarakat".
Dan memang pertanyaan
krusial yang hingga kini masih memperoleh jawaban nisbi adalah
layakkah ideologi komunis mendapatkan tempat dibumi pertiwi
ini?
Revolusi Berdarah
Pasca proklamasi 1945, komunis cukup mendapatkan simpati masyarakat
dan angkatan perang. Dengan modal itu, seperti hendak mengulang
revolusi 1926 (yang gagal), pada tanggal 19 September 1948,
PKI/FDR di bawah Muso memproklamasikan berdirinya 'Soviet
Republik Indonesia' di Madiun. Madiun dipermak habis sehingga
menyerupai Sovietnya Indonesia. Ketika tentara republik berhasil
mengambil alih kembali, maka mereka disambut dengan pemandangan
kota Madiun yang berbau amis, karena banyaknya mayat-mayat
rakyat kecil, pejabat maupun pegawai pemerintahan yang tewas
dibantai.
Tragedi kemanusiaan ala
tangan besi komunisme terus berlanjut dan mencapai puncaknya
dengan pembunuhan jenderal-jenderal pada 30 September 1965.
Dampaknya, selain kemunduran Soekarno, adalah pembantaian
jutaan nyawa manusia baik oleh PKI maupun oleh tentara dan
rakyat yang anti PKI.
Namun, muncul alternatif teori baru yang ingin membuka 'ruang
debat' sejarah,
Dalam sebuah buku yang
diberi kata pengantar oleh Goenawan Moehammad, setidaknya
ada empat teori lain selain teori buku putih Orde Baru yang
menempatkan PKI sebagai pelaku utama.
Teori 1: Cornell Paper yang menyebut peristiwa sebagai persoalan
konflik intern AD dan pelaku utamanya adalah sebuah klik Angkatan
Darat dan baru melibatkan PKI di bagian akhir. Teori 2: Dalangnya
adalah CIA (Pemerintah AS) yang ingin menjatuhkan Soekarno
dan kekuasaan Komunis (teori Domino) dengan memperalat PKI.
[Peter Dale Scott dan Geoffrey Robinson]. Teori 3: Rencana
Inggris bertemu dengan skenario besar AS dalam perang dingin.
Inggris berkepentingan untuk mengamankan aset-asetnya dengan
cara menghentikan politik ofensif Soekarno. [Greg Poulgrin].
Dan teori 4: Dalangnya adalah Presiden Soekarno yang ingin
melenyapkan oposisi sebagian perwira tinggi AD dan PKI ikut
terseret akibat ketergantungannya kepada Soekarno. [Antonie
Dake dan John Hughes].
Namun tetap saja teori-teori
tersebut tidak dapat melepaskan realita bahwa orang-orang
komunislah pelaku pembunuhan dan pembantaian, hatta yang menjadi
korban sebenarnya adalah keluarga atau tetangganya sendiri.
Filosofi Komunisme
Selain berlandaskan pada teori perjuangan kelas, yang bertujuan
terbentuknya diktaturial proletariat, komunisme (Marxist-Leninist)
pada dasarnya juga meletakkan materialisme sebagai pondasi
utama berpikir. Conner Cliff (1980) dalam buku Keruntuhan
Teori Evolusi karya Harun Yahya (2000) mengemukakan bahwa
Karl Marx pernah memberikan pujian kepada Darwin yang mengarang
The Origin of Species dengan menuliskan bahwa "Inilah
buku yang berisi landasan sejarah alam bagi pandangan kami".
Marx juga menyatakan bahwa
teori Darwin memberikan dasar yang kokoh bagi materialisme
dan tentu saja bagi komunisme. Bahkan Marx mempersembahkan
buku Das Kapital karya terbesarnya, dengan tambahan tulisan
dicover depannya kalimat :"Dari seorang pengagum setia
kepada Charles Darwin". Dengan merujuk pada teori materialisme
evolusi, komunisme berusaha membenarkan diri dan menampilkan
ideologinya sebagai sesuatu yang logis dan benar.
Kerusakan ajaran materialisme tidak hanya terbatas pada tingkat
individu.
Ajaran ini juga mengarah
untuk menghancurkan tatanan sakral keluarga, nilai-nilai dasar
suatu negara dan menciptakan sebuah masyarakat tanpa jiwa
dan rasa sensitif. Anggota masyarakat yang demikian tidak
akan memiliki idealisme seperti patrotisme, cinta bangsa,
keadilan, loyalitas, kejujuran, pengorbanan, kehormatan dan
moral yang baik sehingga tatanan sosial yang dibangunnya -yang
disebut internasionale--pasti akan hancur dalam waktu singkat.
Karena inilah, Stalin bahkan tega membunuh istrinya sendiri
dan Trotsky yang menjadi sahabat karibnya. Atau lihat saja
track record komunis Indonesia yang melakukan pemberontakan
dan pengkhianatan saat bangsa Indonesia sedang bertempur gigih
menghadapi Agresi Militer Kolonial Belanda 1948.
Materialisme, sesungguhnya
mengajarkan bahwa tidak ada sesuatupun selain materi yang
menjadi esensi dari segala sesuatu, baik yang hidup maupun
tak hidup. Berawal dari pemikiran ini, materialisme mengingkari
keberadaan Sang Maha Pencipta, yaitu Allah atau dengan kata
lain menjadi atheis. Inilah awal dari bencana besar yang akan
menimpa hidup manusia. Nonsense jika ada yang mengatakan bahwa
komunis tidak anti agama. Seorang komunis sejati pasti menghayati
betul sikap Marx terhadap agama. Karl Heinriuch Marx berkata,
"Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, hati nurani
dan dunia yang tak berhati, tepat sebagaimana ia adalah jiwa
dari keadaan yang tak berjiwa. Dia adalah candu rakyat."
(O Hashem: Marxisme dan Agama, hal 71).
Deretan panjang kekejaman
komunis terhadap kaum beragama, khususnya Islam, telah menjadi
saksi sejarah yang tidak dapat dibantah karena begitu jelas
dan gamblang. Mulai dari Rusia, Checnya, Cina, Bulgaria, Albania,
Kuba, Afganistan, Vietnam, dan Indonesia. Bahkan Lenin sempat
berkata bahwa "Hancurnya tiga perempat dunia tidak menjadi
persoalan, sebab yang penting ialah agar sisanya yang seperempat
lagi menjadi komunis." (WAMY, 2002)
Bahkan Tan Malaka dalam
bukunya Madilog (Materialisme Dialektika Logika) yang diterbitkan
Teplok Press (2000) memberi julukan mistikus pada orang-orang
beragama (hal. 328), yang dianggapnya tak mau bersusah-susah
mengukur berapa jaraknya matahari dengan bumi atau berapa
derajat panasnya matahari, karena semua itu sudah merupakan
ketentuan Ilahi. Ia juga tak mempercayai life after death
seperti keberadaan surga dan sangat mengecam kerudung perempuan
Islam yang menutupi tubuhnya sebagai salah satu bentuk penjajahan
kelas.
Berhak hidup ?
Namun, komunisme juga mempunyai kelebihan yang tak dimiliki
oleh gerakan pemikiran lainnya. Diluar prinsip materialisnya,
hingga saat ini teori Marxisme-lah yang secara radikal bisa
menelanjangi borok kapitalisme. Dengan dialektika logikanya,
komunisme merangsang manusia untuk lebih mengoptimalkan daya
berpikir rasionalitas dan menolak hal-hal yang bersifat dogmatis.
Sehingga luaran produknya adalah timbulnya daya kritisme masyarakat
pada sebuah rezim yang sedang berkuasa. Komunisme akan selalu
menjadi penghalang kesewenang-wenangan pemilik modal dan penghisapan
rakyat jelata.
Karena itulah, beberapa
pihak seperti Gus Dur meminta publik untuk memandang secara
obyektif antara PKI sebagai organisasi dan komunis sebagai
ideologi. Kalaupun masyarakat belum bisa memaafkan dan melupakan
kekejaman PKI dimasa lalu bukan berarti komunis sebagai ideologi
juga ikut-ikutan menerima imbasnya. Sehingga menurutnya, sebagai
konsekuensi dari demokrasi, perangkat hukum yang mengatur
pelarangan PKI dan komunisme harus dicabut dan mengembalikannya
kepada dinamika masyarakat.
Secara garis besar, langkah-langkah
untuk menempatkan komunisme agar layak hidup di negeri ini
adalah dengan memutihkan sejarah kelamnya, menghapus perangkat
hukum yang melarangnya, mendekonstruksi paradigma negatif
komunis dan merekonsiliasi sosiokultural masyarakat Indonesia.
Hingga saat ini, dari
ancaman komunisme, secara legal formal Indonesia masih dilindungi
dengan TAP No. XXVMPRS/1966 yang berisi empat butir substansi.
Pertama, pembubaran PKI. Kedua, pelarangan PKI di Indonesia.
Ketiga, pelarangan melaksanakan ajaran komunisme, marxisme,
dan leninisme. Keempat, larangan menyebarluaskan ajaran tersebut.
Keempat substansi itu, telah diadopsi dalam Undang-Undang
(UU) Nomor 29/1999, yang menambahi ketentuan dalam Kitab UU
Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 107. Isinya, bila pelarangan
itu ditabrak, diartikan sebagai tindakan makar dan diancam
dengan hukumannya antara 12 hingga 20 tahun.
Karena itulah komunis
di Indonesia kekinian tidak langsung mendeklarasikan dirinya
sebagai seorang komunis tetapi menggunakan kedok sosialis-demokrat
untuk dapat memperbesar ruang gerak. Cara ini juga digunakan
Sneevliet ketika membawa komunisme pertama kali ke Indonesia
pada 1914. Menurut Taufiq Ismail, saat ini mereka tinggal
selangkah lagi dan sedang menunggu waktu yang tepat untuk
menjalankan manifesto komunis.
Namun sebagai generasi
penerus yang akan menjalani kemajuan peradaban beserta benturan-benturannya,
berhadapan dengan gerakan pemikiran seperti komunisme adalah
sebuah keniscayaan, karena komunisme tak akan pernah dapat
mati dengan TAP atau dengan tindakan represifitas lainnya.
Sehingga ujung tombak dalam melakukan perlawanan terhadap
komunisme bukanlah berupa perlindungan perangkat hukum akan
tetapi melalui pendidikan yang berdimensi horisontal (kemasyarakatan)
dan vertikal (ke-Ilahian), pembentukan kepribadian dan keteladanan
pemimpin negara yang dibarengi dengan kondisi bangsa yang
menjunjung tinggi keadilan, dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Dan prasyarat itulah yang
belum didapatkan pada kondisi bangsa Indonesia sekarang ini.
Sehingga konsekuensinya, komunisme memang berhak untuk hidup
di Indonesia, tetapi tentu saja tidak untuk saat ini.
Esok barangkali !
(Ditulis
dalam rangka diskusi 'kelas politik' kontroversi G30SPKI perspektif
pemikiran Komunisme
KAMMI Polines, 14 September 2002)
|