Kerajaan Mongol, adalah sebuah kerajaan yang terletak di
wilayah Mongolia dan Siberia. Rajanya bernama Genghis
Khan dengan tentaranya yang disebut Pasukan Tartar.
Disebabkan oleh ketamakannya, pada tahun 616 H Raja
Mongol ini menyerang salah satu Kerajaan Islam yang
berbatasan dengan wilayahnya, yaitu Kerajaan Khawarizm.
Sejak itu, mulailah sejarah buruk dalam sejarah Islam.
Satu
per satu wilayah kekuasaan Kerajaan Khawarizm jatuh ke
tangannya. Diantaranya adalah Bukhara, Samarkand, Muru,
Naizabur dan lainnya. Perlawanan yang dilakukan tentara
Khawarizm tidak begitu berarti di hadapan tentara
Tartar,
Pasukan Tartar tidak merasa puas dengan jatuhnya
Kerajaan Khawarizm. Sehingga secara terus menerus
pasukan tamak itu melakukan penyerangan ke daerah-daerah
Islam, hingga ibukota kerajaan Islam Dinasti Abbasiyah
pun jatuh ke tangan mereka. Itu terjadi pada tahun 656
H. Padahal waktu itu, Dinasti Abbasiyah merupakan
kerajaan yang besar.
Pasukan Tartar terkenal dengan kekejamannya, jika
menaklukan suatu negeri, mereka banyak melakukan
pembakaran, merusak bangunan-bangunan, membunuh wanita,
anak-anak, dan orang-orang yang sudah menyerah, serta
membakar buku-buku pengetahuan. Jarang ada yang bisa
lolos melarikan diri dari mereka. Jumlah orang yang
terbunuh di tangan pasukan Tartar sangat banyak. Mereka
memerintahkan orang-orang Islam untuk makan babi dan
minum khamr, juga melarang adzan di masjid-masjid. Kaum
Muslimin sangat menderita dan dihantui rasa takut yang
teramat sangat terhadap tentara Mongol ini. Kaum
Muslimin seakan-akan merasa putus asa dan menganggap
bila tentara Mongol tidak akan terkalahkan.
Sesudah Baghdad, Negeri Syam pun jatuh ke tangan mereka.
Kemudian mereka mengincar Mesir, yang kala itu
diperintah oleh Mudhaffir Saifudin Qutuz bin Abdullah Al
Ma'zi, yang lebih dikenal dengan nama Mudhaffir Qutuz.
Dia seorang raja yang cerdik, penunggang kuda yang ulung,
pemberani, banyak mengerti masalah-masalah agama Islam
dan dicintai oleh rakyatnya.
Hulaghu Khan, pengganti Genghis Khan mengirim surat yang
penuh ancaman kepada Mudhaffir Qutuz. Dia memintanya
untuk taat dan menyerah sepenuhnya kepada Kerajaan
Mongol. Qutuz lalu bermusyawarah, yang akhirnya
diputuskan bahwa tentara Islam tidak akan tunduk kepada
seruan itu. Untuk itu, Qutuz segera mempersiapkan bala
tentara yang besar. Pasukan Mesir digabung dengan
pasukan Syam yang kalah melawan Mongol, serta ia
membangkitkan semangat juang pasukannya untuk menghadapi
tentara Tartar. Dia berharap bisa mendahului musuhnya
dalam penyerangan.
Sebagai langkah awal, Qutuz mengirimkan pasukan perintis
(pelopor) ke arah selatan Syam, di bawah pimpinan Bibras
Al Bandakdari. Maka bertemulah pasukan ini dengan
sebagian pasukan Mongol di suatu daerah dekat Ghaza.
Dengan izin Alloh, pasukan perintis ini berhasil
mengalahkan musuh. Pasukan Mongol ini kaget. Mereka
tidak menyangka bila pasukan gabungan ini bisa
mengalahkan mereka.
Berikutnya kaum Muslimin bersama Mudhaffir Qutuz
berusaha melakukan serangan mendadak terhadap tentara
utama Mongol. Dua pasukan bertemu di daerah yang bernama
Ainuljalut, sebelah selatan Palestina pada hari Jum'at
tanggal 25 Ramadhan 658 H. Terjadilah pertempuran yang
sangat besar. Dan alhamdulillah, kemenangan berada di
pihak Islam. Sebuah kemenangan yang telak, bahkan
pemimpin pasukan Mongol yang bernama Abgha juga tewas
terbunuh. Tetapi kemenangan ini pun harus dibayar mahal
oleh kaum Muslimin, yaitu dengan gugurnya pemimpin
mereka fi sabilillah, Mudhaffir Qutuz.
Sejak
kemenangan itu, kaum Muslimin kian bersemangat dan
sedikit demi sedikit merebut kembali wilayah yang telah
dijajah bangsa Tartar, seperti Damaskus dan Halb. Mereka
mendesak mundur tentara Mongol dari satu tempat ke
tempat lain, hingga mereka tidak bisa memberikan
perlawanan terhadap tentara Islam ini, dan kemudian
meninggalkan Syam.
|