Perkemahan
ilmiah remaja LIPI yang dulu rutin digelar saban dua tahun, sudah lama
macet. Begitu juga dengan wisata remaja dan pameran ilmiah. Kalau untuk
LIPI, konon penyebabnya karena dana. Anggaran buat pengembangan Iptek
remaja memang makin terbatas. Tapi apa urusannya dengan KIR di sekolah?
Mau bergiat toh tak tergantung LIPI? Memang rasanya itulah nasib kegiatan
yang kemunculannya karena tren alias musiman. "Dari 100 siswa yang mendaftar
jadi anggota KIR di awal tahun, paling banter 10-15 pelajar saja yang
mau bertahan," kata Inayah, siswi SMA 66 Jak-Sel.
Sekarang
ini yang tren kan bikin pesta musik, bazar, atau pesta sekolah. Sampai
sekolah di pelosok pun yang beginian ada. Namun naga-naganya, tahun ini
KIR bakal melesat lagi. Setidaknya di Jakarta Selatan, tempat sejumlah
sekolah bagus bercokol, sudah terlihat sejumlah aktivis KIR mulai kepanasan.
Dan akibatnya terlihat di Gedung LIPI, Minggu, 28 April lalu sekitar 90
pelajar dari 37 sekolah hadir dalam pertemuan peresmian Forum Komunikasi
Karsa Kita, sebuah forum komunikasi untuk KIR di SLTA Jak-Sel.
|
"Anggaplah
ini sebagai proklamasi kebangkitan KIR di Jakarta Selatan," kata Arief,
siswa SMA 28 yang menjabat posisi sekretaris forum itu. Lewat wadah ini
mereka ingin meningkatkan sikap kritis dan kreatif remaja di bidang iptek.
"Kami ingin ikut membangkitkan kembali KIR di sekolah-sekolah," tambah
Yuliana Yosepha Sumiati, boss forum ini, dengan semangat yang tak
kalah menggebu.
Lewat
forum ini kelak akan dijalankan penggalangan informasi. KIR-KIR di sekolah
dipantau perkembangannya. Yang kurang gairah tak cuma disuntik semangat,
tapi bisa dibantu programnya. Dan yang tak kalah asyik, mereka bisa bikin
kegiatan bareng. Kegiatan bareng biasanya akan lebih asyik dan menantang.
Pesertanya beragam, dan lebih banyak. Hingga biaya yang membengkak bisa
dipiku, lebih banyak siswa. Untuk menjalankan aksinya itu, forum ini mengambil
markas di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan, Jalan Bulungan, Kebayoran
Baru.
|
|
|
|
|
GAGASAN
LAMA
Dilihat
dari semangatnya, ada harapan forum ini tak mengulang lemasnya gairah
forum serupa yang dibentuk empat tahun silam. Waktu itu terbentuk Forum
Komunikasi Kreativitas Ilmiah Remaja antar SLTA di Jak-Sel dan merupakan
bagian dari Seksi Pendidikan Gelanggang Remaja Jakarta Selatan.
Tapi
forum itu tak berusia panjang karena lemahnya kaderisasi. Dua tahun kemudian
muncul upaya menghidupkan forum itu lagi. Namanya berganti jadi Kerja
Sama Kelompok Ilmiah Remaja Jakarta Selatan atau KARSA KITA
Kali ini disertai keinginan berdiri sendiri, tak berkaitan dengan gelanggang
remaja.
Repotnya,
Depdikbud tak membenarkan adanya organisasi sekolah di luar OSIS. Maka
kian terlunta-luntalah nasib gagasan itu sampai akhirnya baru Januari
silam anak-anak Jak-Sel ini bergerak lagi. Awal semua itu terjadi lewat
pertemuan di SMA 6 yang dihadiri 13 sekolah. "Scat itu semua sekolah yang
hadir sepakatjadi bagian Badan Perumus," kata Yuliana. Badan itulah yang
kelak membentuk Badan Pengurus beserta tetek-bengek Tata Tertib Kerjasama.
|
MALAH
TERHENTI
Di Jak-Sel,
siswa-siswanya boleh saja optimistis KIR akan kembali marak. Namun di
Jak-Tim forum serupa yang terbentuk sejak 1988 secara resmi kegiatannya
terhenti sejak 1989 lalu. Padahal dengan angota sekitar 30 sekolah, forum
ini telah menggelar banyak kegiatan. Mulai dari penelitian di desa Cisalada,
Jawa Barat, seminar ilmiah, sampai dialog KIR se-Jakarta di SMA 81.
Salah
satu alasan terhentinya forum itu antara lain karena kabarnya ada kekuatiran
dari Seksi Kurikulum Kanwil Departemen P dan K bahwa forum itu dimanfaatkan
untuk-unsur politis. Setidaknya ini dikatakan oleh Pak Dharsono,
guru SMA Muhammadiyah 11 Jak-Tim yang sejak awal paling giat memompa semangat
pembentukan forum tersebut. Padahal, menurutnya, dari Pak Soegiyo
selaku Kepala Kanwil P dan K sendiri tak terlalu gusar dengan forum semacam
itu. "Dan respons LIPI positif sekali lho," tukas Pak Dharsono yang guru
biologilepasan IKIP Jakarta itu. Tujuan pendirian forum yang dirintis
SMA 36, SMA 39, SMA 54, SMA 59, dan SMA Muhammadiyah 11 itu memang tak
jauh beda dengan KARSA KITA. "Untuk membiasakan peserta KIR berdiskusi
sekaligus tukar menukar informasi hasil penelitian," jelas Pak Dharsono.
Ada
apa sebetulnya? Menurut Pak Teuku Hairul, Kepala Bagian Peningkatan
Kesadaran Iplek LIPI, sejauh hanya sebuah forum, sebetulnya Kanwil P dan
K tak keberatan. "Lain halnya kalau sudah mengarah jadi organisasi," tuturnya.
Terus terang, is amat menyambut baik upaya membangkitkan KIR. Apalagi
kini dana untuk pengembangan iptek remaja kini sudah disediakan lagi.
Pembentukan KARSA KITA sendiri dilakukan secara legal, bahkan peresmiannya
dihadiri pejabat P dan K segala. Malahan Kepala Kanwil P dan K DKI duduk
sebagai pelindungnya.
Toh meski
forum di Jak-Tim sudah lama vakum, kegiatan KIR antar sekolah di sana
tak otomatis padam. Beberapa KIR sekolah di sana masih mengadakan kegiatan
yang mengundang rekan-rekannya yang dulu bergabung dalam forum. "Hanya
saja, ada beberapa sekolah yang enggan hadir jika tak ada persetujuan
Kakanwil P dan K DKI," ujar Pak Dharsono. Bahkan dalam pertemuan informal,
ketua-ketua KIR di sana tersembul keinginan membangkitkan forum itu kembali.
"Kalau mendengar berdirinya KARSA KITA, pasti mereka makin panas," kata
Pak Dharsono.
INGIN
TAHU
Toh meski
demikian, kemajuan dan kebangkrutan KIR di sekolah sebetulnya tak sepenuhnya
tergantung pada ada atau tidak adanya forum. Kebanyakan itu lebih berpangkal
pada kesempatan yang diberikan oleh sekolah. Tak heran kalau Drs Soegiyo
pernah berpesan kepada tiap Kepala Sekolah agar membantu tumbuh berkembangnya
KIR. Misalnya dengan memberi bantuan sarana dan dana. Inilah yang sering
jadi soal. Kadang bimbingan dan sarana sulit diperoleh siswa.
Persoalan
berikutnya ialah kemauan siswa itu sendiri. Seringkali acara presentasi
ilmiah diundur-undur lantaran kurangnya makalah. Menurut Pak Dharsono,
minimnya makalah ilmiah itu karena rasa ingin tahu yang kurang di antara
siswa sendiri. "Minat baca yang rendah juga jadi hambatan," tambahnya.
Karena itulah, menurutnya, jika forum atau KIR di sekolah ingin maju maka
yang pertama harus dipompa ialah rasa ingin tahu dan `kerakusan' membaca.
Akan halnya KARSA KITA sendiri bukanlah sebuah organisasi layaknya sebuah
OSIS. Ini hanya sebuah forum. Oleh karenanya, disini tak dikenal adanya
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Yang ada hanyalah Tata Tertib
Kerjasama.
Dari
mana forum ini membiayai kegiatannya? Menurut Debi Arsanti, bendahara
yang bersekolah di SMA 82 Jalan Daha, kas forum didapat dari uang pendaftaran
yang besarnya Rp 2500 untuk tiap KIR. Lalu ada uang iuran Rp 2000 per
bulan. Selebihnya mereka cari sendiri lewat donatur. Dalam waktu dekat
ini rencananya forum akan segera menggeber aktivitasnya. Mulai dari pendataan
KIR-KIR, seminar ilmiah, sampai perkemahan alias science
camp
yang bakal dilangsungkan Desember mendatang. Nah, jika kalian berhubungan,
silakan kontal sekretariatnya di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan, Jl.
Bulungan Blok C, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
(ag;
dhw).
|