Kisah Kecil
oleh Agus Widianto

cerpen-cerpencerpen-cerpen

cerpen-cerpencerpen-cerpen

Suatu hari di sebuah desa terpencil. Ada sepasang suami istri yang tinggal di rumah kecil yang sederhana. Telah lama keduanya menikah namun belum juga dikaruniai seorang anak. Meski demikian mereka tetap bahagia. Mereka terbahagiakan dengan mengurusi tanaman padi di sawahnya yang luas. Setiap pagi usai shalat subuh petani itu pergi ke sawah bersama istrinya. Menjelang tengah hari istrinya pulang, memasak untuk dibawa ke sawah dan makan bersama suami tercinta.

Begitu hari-demi hari dilalui dengan penuh rasa bahagia. Suatu hari istrinya berkata "bapak kita sudah lama menikah tapi kita belum dikaruniai seorang anak." Pertanyaan itu membuat petani tercenung. Namun dengan sabar ia menjawab " Ya mungkin Tuhan belum menghendaki. Mungkin Tuhan menghendaki agar kita sabar. Sabarlah istriku," begitu kata Pak Petani. Istrinya bisa menerima jawaban itu. Tak apa toh kita bahagia.

Sampai suatu hari sepulang dari sawah keduanya menemukan seekor anjing yang terluka. "Bapak lihat kasihan anjing itu terluka mungkin baru saja diburu oleh macan. Bagaimana kalau kita bawa ke rumah dan kita pelihara, agar suasana rumah kita lebih ramai, toh kita belum punya anak!" Suaminya mengangguk, lalu menggendong anjing itu ke rumah. Setelah diobati anjing itu sembuh, setiap hari diberi makan sehingga sehat. Sejak itu anjing itu menjadi keluarga pak Petani.Mereka pergi ke sawah bertiga. Kadang anjing yang diberi nama Doggy itu menunggu rumah. Kedua mensyukuri kebahagiaan yang diberikan Tuhan. Sampai suatu siang, Pak Petani resah karena sudah lewat Asyar istrinya juga belum mengirim makanan. Ada apa gerangan? Ia pulang ke rumah bersama Doggy. Sampai di rumah didapati istrinya sedang muntah-muntah di kamar mandi pancuran di belakang. Kenapa istriku? "Begini pak, sejak pagi aku mual-mual, sepertinya aku hamil,"

 begitu jawab istrinya sambil tersenyum. Pak Petani hampir tak percaya. Iya Ibu? Ia langsung menyungkur sujud syukur kepada Allah. Terima kasih Ya Allah. Bulan demi bulan berjalan mereka bahagia. Hanya kelakuan si Doggy jadi berubah. Kadang tak mau disuruh. Ia tampak murung, buntutnya yang biasanya berdiri kini menyulur ke bawah. "Mungkin dia cemburu bu," kata Pak Tani. Perhatian terhadap Doggy kini terbagi dengan calon bayi. 

Sembilan bulan kemudian buah hati yang didambakan lahir sudah. Seorang bayi laki-laki yang tampan. Suasana rumah menjadi tambah semarak. Tapi Si Doggy semakin berubah. Suatu hari istrinya menyuruh Doggy untuk menjaga rumah, karena ia akan ke sawah mengantarkan makanan untuk Pak Tani. Sore hari ketika mereka pulang setelah seharian bersawah.

Sesampainya di depan rumah sang Si Doggy menggonggong keras sambil melambai-lambaikan ekornya. Ia seolah-olah ingin menunjukkan kebanggaan kepada tuannya. Sementara di mulutnya penuh darah. Keduanya tertegun. Dari dalam rumah tak terdengar suara bayi mereka. "Bapak anak kita?"kata istrinya sambil menangis. Tanpa pikir panjang pak tani mencabut golok lalu menyabetkannya pada leher Doggy. "Bapaaaak." teriak istrinya kaget. Binatang itu tersungkur dengan mata berlinang bersimbah darah.

Pak Petani dan istrinya langsung menyerbu masuk ke rumah. Betapa kagetnya mereka melihat anak bayinya yang tertidur pulas, masih utuh. "Oh anakku," ibu memeluk buah hatinya. Di sebelah bayi itu nampak seekor ular sanca besar yang sudah hilang kepalanya mati. Pak Tani tertegun dan menangis. Ia meraung menyesali. Ya Allah. Amal Saleh dan kesabaran yang tersia-sia akibat buruk sangka. AP/IP/25-4-2001

*

BACK To MAIN

Hosted by www.Geocities.ws

1