{"id":89,"date":"2020-09-18T09:08:06","date_gmt":"2020-09-18T09:08:06","guid":{"rendered":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/?p=89"},"modified":"2020-09-18T09:08:06","modified_gmt":"2020-09-18T09:08:06","slug":"pemurnian-benih-kentang-cingkariang","status":"publish","type":"post","link":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/pemurnian-benih-kentang-cingkariang\/","title":{"rendered":"Pemurnian Benih Kentang Cingkariang"},"content":{"rendered":"

Kelezatan kentang cingkariang memang tak diragukan lagi. Ia kerap menjadi buah tangan warga Minangkabau yang hendak merantau ke tanah seberang. Cingkariang dibawa dalam bentuk umbi mentah dan keripik balado. \u201cMereka merasa belum pulang kampung, kalau tidak membawa cingkariang,\u201d kata Daswani Munir, pengolah keripik di Bukittinggi.<\/em><\/p>\n

Lantaran itu permintaan cingkariang tinggi. Di warung Mak Enan di sentra kios organik Aie Angek Kecamatan Sepuluhkoto, Tanahdatar, misalnya. Setiap akhir pekan dan hari libur ia menjual rata-rata 20 kg per hari. Kentang lain hanya 6 kg. Padahal harga cingkariang organik, Rp5.500 per kg. Lebih tinggi Rpl.500\u2014Rp2.000 dibanding kentang lain.<\/p>\n

\u201cPelancong yang datang lebih suka cingkariang,\u201d kata M Ranin Sutan Malenggang, pemilik kios. Di tempat itu sekitar 7 km ke arah selatan dari Kabupaten Tanahdatar\u2014 ada 13 kios serupa yang merasakan laris manisnya cingkariang.<\/p>\n

Bersalin rupa<\/h2>\n

Penampilan cingkariang menarik dibanding kentang lain. Bentuk umbi bulat lonjong dan berukuran mungil. Panjang grade paling besar hanya 5\u20146 cm, diameter sekitar 3\u20144 cm. Warna kulit dan daging umbi putih agak krem. Sayang, letak mata tunas agak dalam sehingga sulit dikupas. Lantaran cocok dibuat keripik, ia diduga mempunyai berat jenis di atas 1,067 (standar kelayakan kentang olahan, red). Toh, dibuat sayur dan perkedel pun cingkariang tak kalah nikmat.<\/p>\n

Kata cingkariang berasal dari nama daerah di Bukittinggi. Sayang, saat Trubus menelusuri ke sana kentang itu tak ditemukan. Pasalnya, bibit berkualitas kian langka. Ia baru ditemukan di Nagari Balingka, Kecamatan Empatkoto, Kabupaten Agam. Anehnya ia tak lagi disebut kentang cingkariang, tetapi bersaiin rupa menjadi kentang hitam batang alahan panjang. Itu diduga karena batang kentang cingkariang berwarna hitam. \u201cNama itu sebutan lokal saja, di daerah lain tetap cingkariang,\u201d kata Ir Novaril, pendamping Trubus.<\/p>\n

Menurut Fauzi Sutan Sari Alam, pekebun pelopor di Balingka, pada masa lampau cingkariang alias hitam batang alahan panjang disebut kentang kerinci. Itu ditengarai karena pekebun di kaki Gunung Kerinci marak mengebunkan sejak puluhan tahun silam. Lambat laun penanaman berkurang seiring penurunan produksi. Konon 30 tahun lalu, produksi kentang cingkariang mencapai 20\u201430 ton per ha. Sayang sejak 10 tahun terakhir hasil rata-rata pekebun hanya 12\u201415 ton per ha. \u201cYang bertahan semakin berkurang,\u201d kata Fauzi.<\/p>\n

Dimurnikan<\/h3>\n

Diduga penurunan produksi itu karena bibit yang dipakai tidak jelas. \u201cMungkin sudah puluhan generasi,\u201d kata Afrizal, kepala cabang Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Kehutanan Kecamatan Sungaipua, Agam. Menurut Afrizal, pemurnian bibit menjadi keharusan agar pekebun kembali terangsang bertanam kentang cingkariang.<\/p>\n

Gayung pun bersambut, saat ini 3 institusi Universitas Andalas, Padang; Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTH) Sumatera Barat; dan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang melakukan penelitian di tempat terpisah untuk\u00a0 memurnikan.<\/p>\n

Walau penelitian belum tuntas, beberapa pekebun masih bertahan mengebunkan kentang cingkariang. Saat Trubus berkunjung ke sana, tercatat ada 21,75 ha di Kecamatan IV Koto untuk musim tanam Juli\u2014Desember 2004. Penanaman tersebar di 6 nagari: Balingka, Kototua, Sungailandia, Kotogadang, Guguak Tabek Sarojo, dan Cingkariang. Walau hasil terbatas, mereka tak kesulitan memasarkan. \u201cSerapan pasar lokal tak terbatas,\u201d kata Fauzi.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Kelezatan kentang cingkariang memang tak diragukan lagi. Ia kerap menjadi buah tangan warga Minangkabau yang hendak merantau ke tanah seberang. Cingkariang dibawa dalam bentuk umbi mentah dan keripik balado. \u201cMereka merasa belum pulang kampung, kalau…<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":90,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":[],"categories":[1],"tags":[],"yst_prominent_words":[],"_links":{"self":[{"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/89"}],"collection":[{"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=89"}],"version-history":[{"count":1,"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/89\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":91,"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/89\/revisions\/91"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/media\/90"}],"wp:attachment":[{"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=89"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=89"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=89"},{"taxonomy":"yst_prominent_words","embeddable":true,"href":"http:\/\/localhost\/buatpbn\/pertanianterpadu\/wp-json\/wp\/v2\/yst_prominent_words?post=89"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}