<<< BACK

 

RM Soebandiman Dirdjoatmodjo
(1913-1983)

SEJARAH BERDIRINYA PERISAI DIRI

Pak Dirdjo (panggilan akrab RM Soebandiman Dirdjoatmodjo) lahir di Yogyakarta pada hari Selasa Legi tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan Keraton Pakoe Alam. Beliau adalah putra pertama dari RM Pakoesoedirdjo, buyut dari Pakoe Alam II. Sejak berusia 9 tahun beliau telah dapat menguasai ilmu pencak silat yang ada di lingkungan keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya di lingkungan daerah Pakoe Alaman. Di samping pencak silat beliau juga belajar menari di Istana Pakoe Alam sehingga berteman dengan Saudara Wasi dan Bagong Kusudiardjo.

Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, pada tahun 1930 setamat HIK beliau meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki. Tempat yang dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur. Di sana beliau belajar silat pada Bapak Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng.

Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, beliau kembali ke barat. Sampai di Solo beliau belajar pada Bapak Sayid Sahab. Beliau juga belajar kanuragan pada kakeknya, Jogosurasmo.

Tujuan berikutnya adalah Semarang, di sini beliau belajar pada Bapak Soegito dari aliran Setia Saudara. Dilanjutkan dengan mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang.

Dari sana beliau menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Di sini beliau belajar lagi ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosannya selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan silat Aceh.

Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat beliau tidak bosan-bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang.

Beliau yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Beliau pun mulai meramu ilmu silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan, Banyumas, dan pada tahun 1936 membuka perkumpulan pencak silat dengan nama Eka Kalbu.

Setelah puas merantau, beliau kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro yang masih Pak De-nya, meminta Pak Dirdjo melatih di lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan.

Di tengah kesibukan melatih, beliau bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), Yap Kie San namanya. Pak Dirdjo yang untuk menuntut suatu ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa lalu mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Suhu Yap Kie San selama 14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Suhu Yap Kie San. Melihat bakat Pak Dirdjo, Suhu Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid. Berbagai cobaan dan gemblengan beliau jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu silat dari Suhu Yap Kie San.

Dengan bekal yang diperoleh selama merantau dan digabung dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima dari Suhu Yap Kie San, Pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu. Pada tahun 1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Seksi Urusan Pencak Silat yang dikepalai oleh Bapak Mochammad Djoemali. Dengan tekad mengembangkan ilmunya, beliau lalu membuka kursus silat umum, selain mengajar di HPPSI dan Himpunan Siswa Budaya.

Tahun 1954 Pak Dirdjo diperbantukan ke Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur di Surabaya. Tahun 1955 beliau resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Di sinilah, dengan dibantu oleh Bapak Imam Romelan, beliau membuka dan mendirikan kursus pencak silat Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.

Pengalaman yang diperoleh selama merantau dan ilmu silat Siauw Liem Sie yang dikuasainya kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Dari mulai didirikan hingga kini teknik silat Perisai Diri tidak pernah berubah, berkurang atau bertambah. Dengan motto Pandai Silat Tanpa Cedera, Perisai Diri diterima oleh berbagai lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.

Tanggal 9 Mei 1983, RM Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Sang Pencipta. Tanggung jawab untuk melanjutkan teknik dan pelatihan silat Perisai Diri beralih kepada para murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air dan beberapa negara di Eropa, Amerika dan Australia. Untuk menghargai jasanya, pada tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pendekar Purna Utama bagi Bapak RM Soebandiman Dirdjoatmodjo.

 

Pak Dirdjo among some of his students. This picture was taken when Pak Dirdjo did an "UKT" (Ujian Kenaikan Tingkat, test for rank advancement) in Bendungan Hilir, Jakarta. Standing from left to right: Mas Edhie Supadhi (now he is a member of PD Pertamina), Mas Arnowo Adji HKP (now he is a Pendekar), Pak Dirdjo and Mas Agam Napitupulu (now he is an Executive Director of Bank Mandiri). In front, from left to right: Mas Ir. Robert Thela, Mas Monu Katili (now he is a Pendekar Muda [Junior Pendekar]) and Mas Wayan. Pak Dirdjo cut the cake. This picture was taken during the commencement of the first 23 Pendekars.
     

Pak Dirdjo among his first students. These were some of Pak Dirdjo's earliest students. Pak Dirdjo is the man wearing the white uniform. Second from Pak Dirdjo's left was Mas Koesmanhadji and the farthest right was the late Mas Han Siong Ling (Ling Hananto). Pak Dirdjo gave certificate of Pendekar to Mas Arnowo and Mas Soegiharto. This was done after they passed the Pendekar level test. Mas Arnowo Adji HKP and Mas Soegiharto Mertoprawiro were among the first 23 Pendekars commenced by Pak Dirdjo.
     

Mas Arnowo and Mas Soegiharto were doing "Hormat Bunga Sepasang". This picture was taken when Mas Arnowo Adji HKP (left) and Mas Soegiharto Mertoprawiro (right) were taking their test for Pendekar level. This was also the first test of Pendekar level done by Pak Dirdjo. There were 23 Pendekars commenced from this first Pendekar level test.  
     
Keluarga Silat Nasional Indonesia "PERISAI DIRI" Unit Departemen Keuangan RI di Palembang - Copyright by Agus Winarno 2003
Hosted by www.Geocities.ws

1