The Frankfurt School
Frankfurt School memfokuskan pada ideologi yang membantu untuk mengikis ekonomisme
dan pengendalian kaum penguasa terhadap segala sesuatu dengan paham kapitalisme
mereka.
Frankfurt School memandang pesimis terhadap media massa, dikarenakan media massa
‘sering’ digunakan untuk memantapkan kontrol terhadap masyarakat
terutama oleh kelas-kelas penguasa.
Yang menjadi isu utama dari Frankfurt School adalah Siapa yang memiliki dan
mengendalikan media massa ? serta Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan
dengan adanya pengendalian media massa ?
Frankfurt School melihat kekuatan-kekuatan ekonomi yang dimiliki dan dikendalikan
oleh kaum penguasa, telah menentukan perubahan-perubahan sosial di dalam masyarakat.
Hal ini sejalan dengan salah satu pandangan Marxist yaitu teori Determinisme
Ekonomi.
Karena Frankfurt School sangat menentang ekonomisme dan materialisme, maka Frankfurt
School sangat dihormati dan disegani oleh kaum ortodox penganut Marxist.
Contoh kasus berkaitan dengan Frankfurt School
Kapitalisme dan globalisasi tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia sekarang
ini. Banyak sekali contoh yang dapat kita temui dalam kehidupan kita sehari-hari
yang berkaitan dengan kapitalisme dan globalisasi. Dalam konteks kali ini, kita
akan mengambil contoh kasus yang berkaitan dengan McDonald’s.
McDonald’s dengan kekuasaan kapitalisme yang mereka miliki, telah mengendalikan
media massa di berbagai negara yang telah dijangkau dan dirambah oleh McDonald’s.
Sebagai bukti, seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa McDonald’s
sering mempekerjakan anak-anak dibawah umur. Namun dalam kenyataannya, hal ini
tidak pernah sekalipun atau jarang sekali diulas dan dibahas oleh media massa.
Hal ini sebenarnya sangatlah bertolak belakang dengan etika dan moral media
massa yang seharusnya mengulas fakta dengan tuntas, yang sekiranya dapat membantu
menyadarkan masyarakat akan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang mereka miliki.
Selain itu, media massa seolah-olah telah menutup mata dengan kenyataan bahwa
penyebaran McDonald’s di berbagai negara khususnya negara-negara berkembang
( atau yang seringkali dikatakan sebagai negara dunia ketiga oleh negara-negara
maju ) merupakan manivestasi dari bentuk penjajahan atas ekonomi dan budaya
dari negara-negara maju khususnya Amerika Serikat, terhadap negara-negara lain
khususnya negara-negara berkembang.
Sejalan dengan contoh nyata yang telah disampaikan diatas, selama ini, kita
hanya dapat melihat pemberitaan tentang McDonald di berbagai media massa yang
hanya mengulas segi positif dari McDonald saja, seperti pembukaan cabang baru
McDonald’s, produk baru dari McDonald, even-even yang diadakan oleh McDonald’s,
sampai dengan kegiatan amal yang dilakukan oleh McDonald’s. Tentunya pemberitaan
semacam ini, akan semakin memberikan keuntungan bagi McDonald’s, dikarenakan
image dan nama baik yang dimiliki oleh McDonald telah menyatu dengan pemahaman
dalam benak masyarakat karena pemberitaan media massa.
Melihat kenyataan diatas, dapat kita pahami bahwa McDonald’s telah mengendalikan
media massa. Hal ini sejalan dengan pedoman yang selalu dipegang oleh kaum kapitalis
yang selalu berusaha menguasai dan mengendalikan media massa demi kepentingan
dan keuntungan mereka.
Melihat keadaan yang seperti ini, lahirlah pandangan dan teori Frankfurt School
yang berusaha mengkaji dan mengkritisi fenomena-fenomena yang berkaitan dengan
hal-hal semacam ini.
GRAMSCI dan Hegemoni
Gramsci adalah pemikir Italia yang bertitik tolak dari Marxisme tetapi mengambil
jalan yang agak berbeda dengan Karl Marx. Thesis Marx yang mendewakan struktur
ekonomi sebagai basis penentu struktur apapun diatasnya seperti politik dan
kebudayaan, ditolak oleh Gramsci. Dia juga menolak materialisme yang tergantung
pada humanisme.
Menurut Gramsci, meraih kontrol atas ekonomi tidaklah cukup. Yang penting juga
adalah meraih cultural leadership dalam seluruh masyarakat. Dari sinilah, Gramsci
telah memainkan peran kunci dalam transisi dari determinisme ekonomi ke posisi
Marxian yang lebih modern (diantaranya critical theory dari penganut aliran
Frankfurt).
Dalam banyak hal, pendapat Gramsci mirip pendapat Marx. Perbedaannya terletak
pada memposisikan masyarakat sipil bukan pada basic material tetapi pada tataran
suprastruktur, sebagai wadah kompetisi untuk memperebutkan hegemoni kekuasaan.
Peran masyarakat sipil pada konsep yang demikian oleh Gramsci ditempatkan sebagai
kekuatan pengimbang diluar kekuatan negara. Pandangan Gramsci ini lebih bernuansa
ideologis ketimbang pragmatic.
Gramsci menggunakan hegemoni untuk melihat dominasi kelas sosial yang lebih
tinggi (kaum borjuis), dengan kalangan bawah sebagai sasaran proyek mereka.
Dalam hal ini, kalangan dominan sangatlah aktif. Namun lebih menekankan pada
persaingan untuk mencapai kemenangan.
Kontribusi Gramsci memberikan semua konsep tentang hegemoni sebagai kapasitas
dari kelompok sosial untuk melatih intelektual dan direksi moral atas masyarakat
dan membangun system sosial yang baru. Hegemoni mengambil kelas dominant yang
memiliki kekuasaan besar yang mampu mengontrol sumber kekuatan ekonomi. Dalam
menganalisis kekuatan, hegemoni memerlukan pertimbangan negosiasi, kompromi,
dan mediasi.
Analisis McDonald’s (dalam Gramsci’s Hegemony)
Seperti yang kita ketahui, McDonald’s merupakan suatu bisnis restoran
fast food yang sangat sukses. Diciptakan pertama kali oleh Ray Kroc, dan dikembangkan
pertama kali di Amerika. Konsep pengembangannya sangat luar biasa, dilihat dari
keberadaan McDonald’s yang tidak hanya dijual di wilayah Amerika saja,
namun mencakup ke seluruh dunia dan sangat dikenal oleh masyarakat.
Dengan mempertahankan prinsipnya, maka McDonald’s mulai mendominasi berbagai
sektor masyarakat di seluruh dunia, mulai dari bisnis restoran, agama, seks,
pendidikan, dunia kerja, biro periklanan, politik, program diet, keluarga, dsb.
Dominasi berbagai sektor ini dikenal dengan istilah McDonaldisasi.
Dijelaskan 4 prinsip McDonald’s dalam McDonaldisasi, diantaranya: Pertama,
system McDonald’s menawarkan kepada kita sebuah metode yang optimal untuk
mendapatkan satu hal ke hal yang lain (efisiensi). Secara umum, McDonald’s
menawarkan cara-cara terbaik untuk mengubah rasa lapar menjadi kenyang. Kedua,
calculability, McDonald’s menawarkan kepada kita makanan dan layanan yang
terkuantifikasi dan terkalkulasi. Ketiga, kemampuan memprediksi, yakni kapan
produk dan pelayanan akan selalu siap disajikan setiap saat. Keempat, kontrol,
Mcdonald’s mengutamakan konsistensi pekerja dalam menjalankan tugasnya.
Profesionalisme McDonald’s memang tidak dapat diragukan lagi. Dipandang
dari Gramsci, McDonald’s merupakan suatu bisnis yang siap bersaing dan
memenangkan posisinya. Banyak bisnis fast food yang lain yang memiliki metode
yang sama dengan McDonlad’s seperti Wendys (dalam hamburger), namun ideology
McDonald’s berhasil menunjukkan kekuasaannya sebagai restoran fast food
yang menjadi pilihan utama masyarakat di dunia. Masyarakat baik yang sadar maupun
tak sadar telah terhegemoni. Dalam hal ini, posisi McDonald’s memang telah
memenangkan persaingan, akan tetapi apa yang menjadi fokus utama kerja mereka
adalah mempertahankan kepercayaan masyarakat dan menempatkan profesionalisme
diatas ekonomi. Namun satu hal yang pasti, keberadaan McDonald’s telah
memasuki jalur kultural dan dirasakan menjadi bagian dari ekonomi negara.
Louise Althusser
Althusser merupakan salah satu tokoh yang menolak esensi Marx, yaitu tentang
‘economism’ dan ‘humanism’. Althusser mempunyai tesis
tentang ideologi, yang pertama adalah mengatakan bahwa ideologi merupakan representasi
dari hubungan imaginer antara individu dengan kondisi eksistensi nyatanya, yang
direpresentasikan disitu bukan relasi riil atau nyata yang memandu eksistensi
individu, tetapi relasi imaginer (bayangan) antara individu dengan keadaan di
mana mereka hidup didalamnya. Tesis Althusser yang kedua mengatakan bahwa representasi
gagasan yang membentuk ideologi tersebut tidak hanya mempunyai eksistensi spriritual,
tetapi juga material. Eksistensi material menurut Althusser dapat dikatakan
merupakan kepercayaan seseorang atau ideologi seseorang terhadap hal tertentu
yang akan diturunkan dalam bentuk-bentuk material yang secara alami akan diikuti
oleh orang tersebut.
Disamping itu, Althusser juga menyampaikan konsep State Aparatus (SA) dan Ideological
State Aparatus (ISA). State aparatus (SA) atau Aparatus Negara (AN), terdiri
dari polisi, pengadialn, penjara, dan sebagainya. Sedangkan Ideological State
Aparatus (ISA) atau Aparatus Ideologi Negara (AIN), terdiri dari beberapa institusi
yang terspesialisasi, misalnya AIN lewat institusi komunikasi (radio, pers,
TV, dan sebagainya). AN lebih memusatkan pengaruhnya pada wilayah publik, sedangkan
AIN lebih memusatkan pengaruhnya pada wilayah yang sifatnya sub publik.
Kritik Althusser yang lain tentang Marx adalah hubungan antara ‘base’
dan ‘sepersructure’ dalam teori Marx lebih bersifat otonomi relatif.
‘Base’ menurut pandangan Marxsme tradisional adalah struktur ekonomi
yang menentukan semua aktifitas ‘superstructure’ diatasnya, seperti
struktur struktur ideologi, politis, sosial, kebudayaan, dan sebagainya. Menurut
Althusser, kedudukan ‘base’dan ‘superstructure’ adalah
otonomi relatif: basis dan struktur ekonomi tidak selalu menjadi penentu segala
aktifitas ‘superstructure’ diatasnya. Hal tersebut terjadi karena
masing-masing tingkatan mempunyai problematika sendiri-sendiri.
Analisis McDonald’s (dalam Althusser)
Contoh kasus yang hendak diajukan dalam hal ini adalah Mc Donald’s. Sebagai
salah satu jenis makanan ‘fast food’ yang berasal dari Amerika,
Mc Donald’s menjadi sebuah ‘brand’ makanan siap saji yang
populer di Indonesia. Seperti yang kita telah ketahui sebelumnya, McDonald’s
merupakan salahsatu bentuk produsen yang telah lama masuk pasar Indonesia, dan
telah berhasil dalam perkembangannya. Keberhasilan yang diraih oleh McDonlad’s
tersebut tidak lepas dari berbagai faktor, baik dari ekonomi, budaya, geografis,
dan sebagainya. Melalui teori Althusser yang mengkritisi teori Marx tentang
‘economist’ dan ‘humanist’, McDonald’s merupakan
salah satu bentuk produk yang berpaham Marxisme, yaitu determinisme ekonomi
dan kapitalisme. McDonald’s dikatakan sebagai salah satu contoh yang terkesan
kapitalis, karena McDonald’s mengacu pada pertumbuhan laba perusahaan
tanpa melihat dampak maupun efek yang dihasilkan dari tindak ekonomi yang dilakukannya.
Disamping itu, McDonlad’s dapat dengan baik membaca pasar di Indonesia,
dan berhasil menanamkan ideologi kepada masyarakat indonesia tentang ‘fast
food’ dan berbagai macam bentuk penjajahan yang lain yang dilakukan oleh
McDonald’s, antara lain mereka melakukan penanaman budaya barat kepada
negara-negara berkembang seperti Indonesia (budaya timur) supaya cara pikir
dan tingkah laku negara-negara yang ‘terjajah’ tersebut dapat dikendalikan
oleh penguasa pasar (dalam hal ini, McDonald’s), mempekerjakan pekerja
yang dibawah standar pekerja yang ada, karena McDonald’s mempekerjakan
orang di bawah umur, dan mereka berhasil melakukan hal tersebut karena Indonesia
telah lama ‘terkontaminasi’ oleh budaya barat yang masuk Indonesia,
dimana budaya tersebut diadopsi sedemikian rupa baiknya sehingga mampu menanamkan
ideologi yang baik dalam benak masyarakat Indonesia, sehingga dalam menerima
budaya tersebut Indonesia dengan mudah masuk dan terhegemoni dalam ideologi
yang ditanamkan oleh budaya barat.
Kekuasaan yang dimiliki oleh McDonald’s tersebut sangatlah dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang mendukung, salah satunya adalah media. Sebagai salah
satu negara maju, dan dikenal sebagai negara adi kuasa, Amerika merupakan salah
satu negara yang memiliki berbagai macam kemajuan teknologi, baik dari segi
informasi maupun ilmu pengetahuan yang lain, hal tersebut menimbulkan sikap
‘penguasaan’ dan monopoli akan berbagai sarana dan prasarana teknologi
yang berkembang saat ini. Melalui McDonald’s, media berperan sangat besar
dalam membentuk perspektif yang baik untuk khalayak. Hal tersebut dilakukan
melalui berbagai macam media yang ada, baik media cetak, visual, audio visual,
dan sebagainya. Perspektif tersebut memunculkan suatu ideologi yang diyakini
masyarakat benar adanya, dan berakibat dalam pola hidup keseharian masyarakat
Indonesia yang telah ‘terjajah’ oleh kaum kapitalisme.
Kesimpulan
Dari ketiga teori yang telah dikemukanan diatas, dan dari contoh kasus yang
diambil dalam menelaah teori-teori tersebut, maka dapat lihat bahwa McDonald’s
merupakan salah satu bentuk ‘penjajahan’ yang dilakukan oleh negara
maju (Amerika) kepada negara-negara berkembang dalam hubungannya dengan menanamkan
suatu ideologi kepada masyarakat yang terjajah tersebut supaya terhegemoni dalam
suatu bentuk ideologi yang ditanamkannya.
McDonald’s merupakan salah satu contoh kasus yang menanamkan paham kapitalisme
dalam suatu negara yang ‘terjajah’. Kapitalisme tersebut tidak nampak
dalam pelaksanaannya, karena telah diadopsi sedemikian rupa, sehingga hasil
akhir yang didapatkan terkesan sebagai suatu hal yang menyenangkan dan terkesan
mendorong pertumbuhan suatu negara. Tetapi bila kita cermati akan adanya fenomena
tersebut (melalui ketiga teori yang telah disebutkan di atas), akan terasa dampak
yang diperoleh akan adanya fenomena tersebut, antara lain penguasaan sektor-sektor
ekonomi oleh negara maju, hilangnya budaya asli dari suatu negara, pola hidup
dan tingkah laku masyarakat yang terhegemoni, maupun akibat-akibat lainnya.
Jadi, melalui berbagai pendekatan yang dapat kita pakai dalam menelaah McDonald’s
tersebut, dapat kita ambil kesimpulan bahwa McDonald’s merupakan ‘agen
penyebar’ kapitalisme yang berusaha untuk menguasai pasar dunia melalui
produknya, sehingga masyarakat terhegemoni dan dapat dengan mudah ‘digerakkan’
oleh agen-agen kapitalisme tersebut demi penguasaan pasar dan perolehan laba
perusahaan yang tinggi.