Metrotvnews.com Jakarta: Dua mahasiswi kembali menjadi sasaran
penyebaran ajaran Negara Islam
Kedua korban yang tinggal di kawasan Pondok Kelapa ini, diajak masuk oleh teman sekampusnya dan diberi pelajaran soal negara Islam baru. Setelah kedua korban menunjukkan minatnya kepada ajaran NII, barulah para perekrut ini meminta sumbangan yang sifatnya memaksa sebesar rata-rata Rp 1 juta.
Intimidasi dilakukan dengan cara mengutip ayat kitab suci dengan arti yang
dibelokkan sehingga membuat korban menjadi takut. Kedua korban mahasiswi
perguruan tinggi negeri di
Saat berita ini diturunkan, kedua mahasiswi yang menjadi korban diperiksa di Polres Jakarta Timur. Sementara keenam rekan mereka yang merekrut juga dimintai keterangan di tempat yang sama. Sumber : http://www.metrotvnews.com/berita.asp?id=696
Liputan6.com,
Kasus tersebut mulai terungkap setelah puluhan ibu-ibu beramai-ramai mendatangi
Kantor Kepolisian Sektor Metro Pulogadung, Jakarta Timur, pertengahan April
silam. Mereka melaporkan pencurian yang dilakukan PRT. Semula, polisi hanya
menanggapi kasus tersebut sebagai tindak kriminal biasa seperti yang pernah
terjadi selama ini. Namun, ketika jumlah pelapor semakin hari kian meningkat,
polisi memprioritaskan penanganan kasus tersebut. Polsek Pulogadung segera
membentuk tim penyidik dan para intelijen diterjunkan ke lokasi.
Pada penyelidikan awal, polisi mencium keterlibatan sebuah sindikat dalam
serangkaian pencurian tersebut. Penyelidikan yang lebih intensif pun segera
dilakukan. Kerja keras polisi berbuah hasil. Dari hasil pemeriksaan, polisi
kemudian menangkap 33 tersangka.
Sejumlah barang bukti hasil curian disita dari para tersangka. Dugaan
keterlibatan sebuah jaringan semakin kuat setelah, polisi menemukan sejumlah
berkas dari para tersangka. Tak tanggung-tanggung, berkas itu adalah rencana
pembentukan NII. Atas dasar barang bukti itu, polisi menduga para PRT yang
mencuri itu adalah anggota NII [baca: Anggota Komplotan Pencuri
Berkedok Agama Kembali Dibekuk].
Kepala Polsek Metro Pulogadung Komisaris Polisi Syamsurizal mengatakan, para
tersangka mengaku menyerahkan hasil curian itu kepada pimpinannya. "Tapi
kami belum bisa memastikan mereka terlibat dalam NII" kata Syamsurizal.
Sejauh ini polisi masih menganggap tindak pidana para tersangka adalah kriminal
murni. Namun polisi terus mengembangkan penyelidikan kemungkinan keterkaitan
kasus ini dengan organisasi tersebut. Kemungkinan itu semakin mendekati
kebenaran. "Ini atas dasar temuan barang bukti lain serta pengakuan para
tersangka," kata Syamsurizal.
Dari puluhan tersangka yang ditangkap, jajaran Polsek Metro Pulogadung
mengintensifkan pemeriksaan kepada Sujito alias Hambali. Sujito menuturkan,
terlibat dalam sebuah kelompok pengajian. Dia mengaku mulai mengenal kelompok
pengajian itu setelah berkenalan dengan seorang pria bernama Andi. Menurut pria
berkulit gelap ini, Andi adalah seorang yang taat beragama karena karena pandai
mengaji. Dengan daya tarik tersebut, pedagang asongan itu kian lengket dengan
Andi. Bahkan, Andi bersedia mengajari Sujito membaca Al Quran.
Semakin hari, Sujito kian terpikat dengan kepandaian Andi. Terlebih ketika Andi
mengangkat Sujito sebagai "petinggi desa". Selaku petinggi desa,
Sujito diberi tugas mencari sebanyak mungkin anggota baru. Jika ada yang
tertarik, maka anggota baru tersebut wajib menyerahkan sejumlah dana yang
disebut sebagai sedekah. "Kamu harus membayar sedekah untuk menebus
dosa-dosa yang telah kamu lakukan. Jumlahnya terserah kesanggupan kamu,"
kata Sujito menirukan perkataan Andi. Saat itu, Sujito membayar sedekah Rp 60
ribu dengan tiga kali cicilan.
Setelah melunasi sejumlah uang yang disepakati, anggota baru tersebut dibaiat
atau disumpah. Sujito belum pernah membaiat anggota baru. Bahkan, dia lupa isi
sumpah itu. Dia mengaku hanya mengarahkan anggota baru untuk hijrah. Menurut
Sujito, seluruh pengumpulan uang dengan dalih sedekah itu diserahkan kepada
Andi. "Saya tak tahu penggunaan derma itu untuk apa. Andi nggak pernah
cerita. Tapi setiap bulan saya terima gaji Rp 75 ribu," aku Sujito.
Adam, tersangka lain yang menjabat kepala bagian keuangan menuturkan, kegiatan
merekrut anggota baru sudah berjalan selama setahun. Sepanjang masa itu,
sedekah dari anggota baru digunakan untuk kegiatan sehari-hari. Selain itu,
juga digunakan untuk memperluas jaringan kerja. Diperkirakan dana yang berhasil
terkumpul mencapai puluhan juta rupiah. "Dana itu buat makan, beli
peralatan, beli Alquran dan dikasih ke Pak Hambali," aku Adam.
Tersangka lain yang diringkus polisi adalah Hefty Supartini. Sebelum terlibat
dalam kelompok pengajian, dia mengaku lama bekerja sebagai PRT. Suatu ketika,
Hefty berkenalan dengan seorang anggota kelompok pengajian. Karena bujuk rayu,
dia bersedia menjadi anggota kelompok tersebut. Saat diajak, Hefty
diiming-imingi hadiah. Namun, sebelum bergabung, dia diharuskan
"hijrah" dengan syarat membayar infak. Hefty merelakan uang Rp 150
ribu untuk membayar infak. Bahkan, dia menyanggupi membayar sedekah sebesar Rp
1 juta. "Saya belum bayar karena saat itu belum punya uang," kata
Hefty.
Singkat kata, ketertarikan Hefty dengan pengajian itu semakin kuat. Namun dia
harus melunasi janjinya membayar sedekah untuk menghapus semua dosa yang pernah
diperbuat. Menurut temannya, sedekah itu untuk menyucikan diri. Hefty juga
diharuskan hijrah yaitu perpindahan dari sifat atau tempat buruk ke yang baik.
Meski sudah hijrah tapi belum bersedekah, dianggap belum suci. Satu yang pasti,
perasaan Hefty kian tertekan. Terlebih temannya mengatakan, bila tak sedekah
maka belum sempurna dan menjadi kafir seperti yang tercantum dalam Alquran.
Didorong ingin memenuhi sedekah, Hefty nekat mencuri barang milik majikannya.
"Kalau sudah berdasarkan Alquran
Perempuan berkulit sawo matang ini mengaku sudah disumpah. Namun, dia tak
mengetahui yang menyumpah dirinya. Sebab, saat akan dibaiat, dia dijemput
anggota kelompok pengajian. Saat menuju tempat penyumpahan, anggota kelompok
itu menutup mata Hefty. Setiba di lokasi, dia berjumpa dengan beberapa orang
yang belum pernah dikenalnya. Meski penuh tanda tanya, prosesi baiat pun
dijalaninya. Tapi, dia tak ingat isi sumpah atau ucapan saat baiat.
Perasaan berdosa jika tak bisa melunasi sedekah juga dialami Turiyah, tersangka
lainnya. Selain harus membayar sedekah, dia juga diwajibkan menyerahkan infak
setiap bulannya. Karena itulah, Turiyah nekat mencuri mencuri uang majikannya
sebesar Rp 200 ribu dan perhiasan emas. Dia kemudian menyerahkan hasil curian
itu kepada Andi. Sebab, menurut Andi, sedekah duit bisa dengan berupa harta
seperti emas dan perak.
Jika ditilik lebih jauh, kasus pencurian oleh PRT itu bukan sekadar tindak
pencurian biasa. Dibalik itu terdapat suatu kelompok yang mampu mempengaruhi
orang lain untuk melakukan tindakan seperti yang diinginkan jaringan tersebut.
Menurut ahli psikologi sosial dari Universitas Indonesia Drajat S. Sumitro,
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain itu mungkin dilakukan jika orang yang
dipengaruhi dalam keadaan labil. "Dalam kondisi itu, mudah sekali omongan
yang menimbulkan kepastian dan membuat rasa aman, mempengaruhi korban. Mereka
juga mau disuruh berbuat apapun," kata Drajat.
Dengan begitu, kata Drajat, seseorang bisa dikategorikan terkena sugesti
(pengaruh yang bisa menggerakkan hati orang). Pengaruh yang berkembang menjadi
keyakinan tersebut akan mudah sekali menjalar atau menular kepada orang lain di
sekelilingnya. Menurut Drajat, tingkat kecerdasan seseorang dalam suasana
sugesti akan menurun. Terlebih lagi, perilaku yang bersifat kolektif tersebut
cepat menjalar.
Di sisi lain, praktisi hukum Johnson Panjaitan mengatakan, kepolisian harus
menangani kasus ini secara komprehensif. Artinya, tidak semata-mata dituduhkan
kepada para PRT. Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia