(rububiyah dan mulkiyah), sehingga bila keduanya telah tegak, maka persoalan
ubudiyah yang benar sesuai dengan Al-Qur' an dan sunnah adalah persoalan mudah, tinggal
dikomandokan dalam waktu singkat dapat dilaksanakan oleh kaum Muslimin. Sehingga wajar,
apabila ubudiyah bi makna khusussiyah seperti shalat, zakat, shaum dan haji pun tidak
mendapatkan perhatian yang cukup, bahkan tidak diajarkan secara khusus. Bahkan untuk
wilayah tertentu (seperti wilayah 9 JABOTABEK, Banten dan yang terkena virus/syubhat
olehnya) masalah ibadah khususiyah diabaikan, terkecuali yang berhubungan dengan uang
(infaq) justru digalakkan demi membiayai tegaknya hukum dan mulkiyah Allah.
Generasi pertama, kedua, ketiga NII dan proklamatornya hingga perintisnya yakni
Cokroaminoto, terlalu menggenaralisir persoalan, sehingga pikirkan:
Pertama, rububiyah Allah tidaklah hanya berisi tentang hukum belaka. Kedua, hukum Islam
yang dinyatakan hanya dapat dilaksanakan manakala ada hakim dan hakim dapat berfungsi dan
bertugas manakala adanya Negara Islam (mereka suka menggunakan kaidah ushul:
Malayatimmul waajibu i1a bihi fahuwa wajibun (artinya, Apa yang tidak sempurna bagi
(sesuatu) yang wajib kecuali dengan sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu menjadi
wajib hukumnya), perlu diperinci. Jika yang dimaksud hukum Jinayat seperti qishash, dera,
potong tangan dan sejenisnya, maka jawabnya ya. Dan hukum seperti ini (kurang lebih 20 % dari
kandungan syariat Islam), hingga hari ini di pemerintahan RI tidaklah berjalan. Namun
bagaimana dengan hukum selainnya? Yang mana hukum tersebut dapat dilaksanakan oleh
pribadi Muslim, keluarga Muslim dan masyarakat Muslim yang menempati kira-kira 70% dari
syariat Islam? Seperti hukum da'wah, ibadah khususiyah, hukum mu'amalah lainnya dan syiar-
syair Islam dan sebagainya, mengapa dilalaikan atau dipandang sebelah mata? Mengapa energi
kita dihabiskan untuk mencapai sesuatu yang belum disanggupi dan saat bersamaan melalaikan
yang sudah disanggupi? Bukankah orang tidak akan sanggup mengangkat becas seberat 50 kg,
manakala mengangkat 45 kg pun telah menyerah? Bukankah kita tidak akan sanggup
menegakkan hukum Islam di dalam lingkup yang Iebih luas dan besar ruangnya (negara);
manakala di dalam lingkup yang lebih sempit (misal pribadi dan keluarganya) pun kita belum
sanggupi?
Sesungguhnya semangat saja di dalam menegakkan Islam belumlah mencukupi. Niat yang ikhlas
dan tujuan yang.mulia (menegakkan hukum Islam) harus didasari dengan ilmu yang cukup,
sehingga cara yang ditempuh akan benar dan selamat menurut pandangan Allah Subhanahu wa
Ta'ala di dalam merealisasikan niat dan tujuan tersebut (di dalam beramal). Ketiadaan ilmu dan
ulama serta manhaj yang haq, akan melahirkan generasi-generasi yang salah di dalam
memahami Al-Qur'an. Al-Qur'an dipahami menurut pola pikir dan semangatnya sendiri;
kelompok sendiri. Bahkan ayat-ayat Allah hanyalah dijadikan stempel/pembenar atas
tindakannya/pernikirannya yang keliru. Hal ini urnumnya dilakukan oleh mereka (kaum
Muslimin) yang terperangkap di dalam kehidupan kelompok/firqah, seperti NII dan semisalnya:
Kita dapat buktikan, khususnya di dalam hal ini (Rububiyah Allah) yang dipahami oleh NII,
dengan inti pembicaraan pada hukum Islam. Mereka memahami dan meyakini surat Al-Maaidah
ayat 44, 45 dan 47 bahwa barangsiapa yang memutuskan hukum tidak berdasarkan hukum Islam
(apa yang diturunkan Allah), maka mereka adalah orang-orang kafir, zhalim dan fasiq.
Sesungguhnya kalimat tersebut haq, sebab itu firman Allah Azza wa Jalla. Namun mereka
mengklaim, bahwa diri (mereka justru mengaku jama'ah yang haq) mereka telah menjadi orang-
orang Islam dan beriman (telah ikrar syahadatain dan berbai' at kepada pimpinan atau atas
nama pimpinan NII) yang berhukum kepada hukum Islam, sedangkan orang-orang di luar (yang
belum menjadi warga NII) karena belum ikrar syahadatain/ musyahadatul hijrah dan berarti
pula belum berbai'at kepada pimpinan NII, maka belumlah Islam dengan benar, belum menjadi
orang beriman, aqidahnya masih bathil, dan belum berhukum Islam, sehingga berdasarkan ayat
44, 45, dan 47 surat Al-Maaidah, mereka termasuk kafir, zhalim dan fasik, inilah klaim NII.
Klaim mereka sama persis dengan klaim firqah Khawarij[40] dahulu kala. Sesungguhnya firqah
Khawarij berisi orang-orang gunung yang di dalamnya tiada ulama yang mapan di dalam
memahami syariat Islam dan akhirnya tidak bermanhaj dengan benar di dalam memahami Al-
Qur'an. Lagi pula tidak seorang pun ulama/para shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa