|
home | | | |
:: Pojok Pribadi ::

email:
[email protected]
[email protected]

:: Pojok Informasi ::
:: Pojok Website n Blog ::

Hari Pendidikan Nasional
2 Mei 2006

Ki Hadjar Dewantara adalah pendiri Taman Siswa yang merupakan cikal bakal pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara dilahirkan di Yokyakarta pada tanggal 2 Mei 1889, tanggal kelahirannya itulah yang dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional oleh bangsa Indonesia.

Semangat Pendidikan di tahun ini masih saja diwarnai dengan keprihatinan akan kondisi bangsa khususnya dunia pendidikan. Pemberitaan-pemberitaan masih seputar robohnya gedung sekolah, kurangnya fasilitas pendidikan, sampai demo guru.

Pendidikan di Indonesia memang mengalami berbagai macam permasalahan dan selalu menuai kritik bahkan oleh pelaku di bidang pendidikan sendiri. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting, seharusnya pendidikan sudah menjadi kebutuhan pokok manusia. Pendidikan seharusnya bukan hanya dimaknai sebagai proses dimana ada murid dan guru yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Guru bisa jadi berupa buku atau apa saja yang bisa dijadikan media untuk belajar.

Bangsa ini belum mampu untu memberikan pendidikan berupa sekolah-sekolah yang maju, berkualitas baik, dengan fasilitas-fasilitas yang memadai. Seharusnya kita tidak hanya berharap kepada Negara untuk memperoleh pendidikan, namun bukan berarti juga Negara dalam hal ini pemerintah berpangku tangan, pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai.

Melihat perkembangannya, mungkin sudah saatnya untuk merubah paradigma pendidikan di Negara ini. Mengingat pengalaman selama mengenyam pelajara di bangku sekolah terpikir bahwa sebenarnya kami-kami dulu (angkatan pendidikan tahun 80an - 90an), kami berangkat sekolah bukan karena secara sadar membutuhkan pengetahuan. Bila diingat kebanyakan dari kami selalu masuk sekolah karena adanya suatu hukuman bila kita ternyata bolos, entah itu dari pihak sekolah maupun dari orang tua.

Bila menilik dari proses belajar mengajar, sepertinya siswa dididik bukan untuk bisa berfikir tapi bagaimana siswa bisa menjawab pertanyaan dalam ujian. Indicator yang dipakai selalu sama yaitu nilai dari setiap ujian, bahkan ada pula guru yang aka memberi nila lebih untuk siswa yang bisa menjawab dengan tapat (sesuai dengan teks) pertanyaan-pertanyaan dalam ujian. Jadi bisa dikatakan siswa banyak dituntut untuk hapal daripada berfikir.

Dengan kondisi yang semacam ini, pantaslah kiranya bila generasi-generasi masa depan bangsa ini hanya pintar untuk melihat apa yang dilihat oleh mata tanpa "melihat" sesuatu yang ada dibalik suatu kejadian. Otak kita tidak dilatih untuk berpikir, menganalisis dengan baik. Sehingga kebanyakan apa yang kita lakukan hanya untuk kepentingan yang mudah untuk dilihat, atau degan kata lain apapun yang kita lakukan hanya mengharapkan suatu hasil yang cepat (instant). Apa yang kita lakukan hanya bertujuan jangka pendek tanpa memikirkan apa yang akan terjadi atau apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Lahirnya tokoh-tokoh cendekiawan yang mampu berpikir jangka panjang dan bisa menggunakan otaknya untuk berpikir, kebanyakan adalah mereka yang sudah terlatih untuk menggunakan otaknya dengan menganalisis kondisi apa yang sedang dihadapinya, tidak dipungkiri golongan ini kebanyakan adalah lahir dari manusia-manusia yang pada masa pendidikan formalnya aktif diberbagai macam kegiatan, baik intra maupun ekstra. Hal ini bisa kita lihat sebagai contoh adalah tokoh-tokoh politik kita, kita persempit mungkin di jajaran anggota Dewan (yang lebih plural dan dari berbagai latar belakang). Pada komunitas anggota dewan dapat kita ketahui mana anggota dewan yang bisa berpikir da hanya asal bicara. Kebanyakan anggota dewan yang bicaranya berisi dapat dipastikan mereka mempunyai latar belakang aktif dalam banyak kegiatan pada masa pendidikan formalnya (siswa/mahasiswa).

Bagaimanapun kondisi pendidikan bangsa ini, kita masing-masing mempunyai tanggung jawab terhadapnya tidak perlu kita menuntut terlalu besar kepada pemerintah meskipun itu sudah menjadi tanggung jawab mereka. Tanggung jawab kita adalah minima pada diri sendiri untuk selalu belajar, menambah pengetahuan, dan melatih otak untuk selalu berpikir. Selanjutnya adalah pada keluarga kita, bagaimana menumbuhkan budaya belajar tanpa henti, karena belajar tidak hanya di sekolah, dimanapun kita bisa belajar.

Menyambut Hari Pendidikan Nasional tahun ini, semoga generasi-generasi penerus bangsa ini di masa depan tidak lagi selalu tertinggal dan mampu untuk bersaing dengan pesaing-pesaingnya yang sudah mengglobal, mendunia. (nets)


Beri

 
:: Pojok Arsip ::
Mei 2006
Juni 2006
Juli 2006
Agustus 2006
September 2006
Oktober 2006
November 2006
Desember 2006
:: Forum Ponsel ::
Copyright © 2006 netskit® Co.Ltd. All rights reserved.
Hosted by www.Geocities.ws

1