Terminal    Musik    Indonesia
Pintu Air Manggarai dan Wanita Eropa Bugil
Pintu Air manggari tiba-tba menjadi perhatian banyak warga masyarakat ibu kota. Salah satu pengendali arus aliran Sungai Ciliwung itu, pada pekan lalu ketinggian debit airnya mencapai 1010 c. Tak pelak, banjir pun menggenanggi sejumlah kawasan Jakarta. Tapi pintu air yang terletak di ujung selatan JL Tambak, Jakarta Selatan, dan hanya dipisahkan oleh sebuah terowongan itu, debit airnya sudah menurun drastis, atau hanya 700cm. Dari pagi hingga siang hari, Dinas kebersihan DKI Jakarta tampak disibukkan untuk membersihkan sampah-sampah yang berjubelan di muka pintu air tersebut. Dengan mobil pengeruk sampah, kotoran-kotoran itu kemudian diangkut puluhan truk-truk milik Dinas Kebersihan. Pintu air yang dibangun pada  1819 ini terdapat sebuah prasasti berukuran 60x40 cm yang menempel pada tiang Pintu Air manggarai. Isinya, pernyataan terima kasih penduduk Batavia kepada H van Breen, seorang insinyur pengairan Belanda yang merancang pembangunan pintu air ini 183 tahun lalu.

Dalam prasasti berbahasa Belanda itu disebutkan, bahwa bendungan ini di bangun untuk menanggulangi banjir di Batavia. Dengan adanya bendungan ini, apabila terjadi banjir maka airnya akan dialirkan ke Kali Malang melalui pintu air. Kali Malang sendiri terletak di sebelah kiri pintu air, yakni sepanjang Jl Sultan Agung. Pada unjung Jl Sultan Agung ini, yakni di Setiabudi, kawasan Kuningan, terdapat pula sebuah bendungan yang dibangun pada 1920. Bendungan ini merupakan bagian proyek banjir kanal. Pintu Air manggarai yang menuju Jakarta Pusat ini tidak pernah dibuka pada saat banjir besar. Sebab ditakutkan menggenangi wilayah vital seperti Istana, Masjid Istiqlal, dan kawasan Menteng. Namun pada akhir pekan lalu, pintu air ini dibuka. Demi rasa keadilan, rakyat yang merasa daerahnya dikorbankan dan terendam banjir, menuntut agar Pintu Air Manggarai dibuka. Mereka mengancam akan membuka paksa bila tuntutannya tidak diladeni. Gubernur Sutiyoso pun akhirnya memustuskan membuka pintu air tersebut, yang akhirnya mengenangi halaman Istana Merdeka, Jl Mh Thamrin, dan Jl Sudirman.

Jakarta, sejak bernama Batavia, memang selalu direpotkan banjir. Konon, pada 1872 telah menggenangi hampir seluruh kota dan Weltevreden (kawasan Gambir dan Pasar Baru). Karenanya, pemerintah kolonial Belanda menggalakkan pembuatan kanal-kanal dan selokan-selokan untuk memperlancar arus air  bila musim hujan tiba. Ini termasuk Pintu Air Manggarai dan beberapa pintu air lainny.Belanda juga memberlakukan peraturan yang keras dalam upaya mencegah banjir. Beberapa pengunjung asing yang datang ke Batavia pada awal Abad ke 19 telah memuji kesiagapan para pejabat kotapraja (gemeente) atas dalam upaya menjaga kebersihan dan mencegah banjir. Untuk itu, anggota-anggota Dewan Kota Batavia mempersiapkan kerbau-kerbau dengan kelompok-kelompok kuli, serta sampan-sampan setiap hari untuk membersihkan kali Ciliwung dan kanal-kanal dan sampah dan bangkai-bangkai binatang.

Sehingga, sungai dan kanal saat itu masih bersih. Sehingga pihak kotapraja pun mengeluarkan larangan kepada orang-orang Eropa, khususnya para wanitanya, agar tidak mandi di sungai atau di kanal tanpa busana. Alasannya, perbuatan tersebut sangat tercela bagi pribumi, Salah satu tugas rutin yang harus dikerjakan penduduk dua kali seminggu dibawah pimpinan kepala wijk (lurah), adalah pemeriksaan dan perbaikan got-got, serta riol-riol dari rumah-rumah, terutama yang mengarah ke jalan besar. Pada 1921, di Batavia sudah terdapat 15 buah mobil pengangkut sampah. Selain membersihkan kota, setiap hari beroperasi hingga kekampung-kampung yang berjalan lebar. Untuk kampung-kampung yang tidak dapat dilalui truk-truk sampah, dipergunakan gerobak-gerobak. Sedangkan di dalam kota, armada sampah dibantu dengan perahu-perahu. Para ibu dikampung-kampung hampir tidak ada yang membuang sampah di sungai. Dengan dibantu anak gadisnya, tiap pagi dan sore mereka menyapu pelataran rumah. Sampai sampah itu kemudian dibakar, sebelum dimasukkan ke tempat sampah yang tersedia di tiap-tiap rumah. Jadi dengan sedikit menoleh ke belakang, kita tak perlu malu untuk belajar dari penjajah tentang bagaimana mengatur kebersihan.
Kembali
Ke Lantai 2, 34 ekor kambing raib menjelang Musim Haji
Hosted by www.Geocities.ws

1