URGENSI ZIKIR dan PIKIR Oleh
Syarif Maulana
Hidup
takkan terjelma kecuali Lewat
zikir dan pikir Kemerdekaan
sejati takkan datang Kecuali
melalui pemurniaan pikiran Bila
pikiran umat telah tercemar Penuh
dengan daki Perak
murni akan berubah jadi logam Berkarat
di tangan mereka Sajak Dr Muhammad Iqbal, sang
pujangga Islam abad ke-20 ini, memberi ilustrasi segar akan pentingnya zikir dan
pikir terpadu menjadi satu, dan menjelma pada tiap pribadi muslim yang
mendambakan arti penting dan memberi kekuatan dalam upaya melakukan pembangunan
kembali agama dan masyarakat. Zikir secara harfiah berarti
menyebut nama Tuhan berulang-ulang, baik dengan puji-pujian maupun dengan
ungkapan sakral lainnya. Dalam pemahaman Iqbal, zikir
tidak hanya berarti demikian. Zikir adalah suatu sikap pikiran atau jiwa akibat
dari hubungan yang terus menerus dengan Yang Hakiki yang membuat hati
atau batin kita mekar, mengalami transendensi dan sanggup mengatasi berbagai
ragam problem kehidupan yang tampak rumit. Sedangkan pikir adalah pendekatan
rasional yang merupakan cirri seorang ilmuwan yang selalu sibuk mencari
kebenaran-kebenaran. Dalam konteks ini, seorang
ulil albab-lah yang dimaksud pengertian zikir dan pikir di atas. Yaitu,
orang-orang yang mengingat (zikir) Allah ketika duduk, berdiri atau berbaring
dan memikirkan (pikir) kejadian langit dan bumi seraya berkata : ‘ Ya Tuhan
kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
periharalah kami dari siksa neraka’ (QS 3:191). Dan, juga orang yang bekerja
tidak Cuma menggunakan intelektualnya, namun juga dengan cinta, iman, dan takwa
yang didasarkan semata-mata pada semangat hablul minallah wa hablul
minannas dan sedia
mengemban amar ma’ruf nahi munkar. Dalam Islam, urusan manusia
terbagi menjadi tiga. Pertama, urusan
yang berkenaan dengan dunia seperti teknis pencangkokan, teknis pembuatan mobil. Kedua,
masalah yang berkenaan dengan agama, yang selanjutnya terangkai dalam
persoalan ibadah mahdhoh. Ketiga,
adalah urusan diantara dua urusan di atas (Al-Umaur Al-Musytarikah), di
sinilah berbagai bentuk urusan mua’malah dibimbing, oleh wahyu seperti politik,
sosial, ekonomi, dan urusan lainnya.
Pelaksanaan
ketetapan-ketetapan Alquran merupakan refleksi dari keimanan dan ketakwaan
seseorang, maka, bila suatu bangsa beriman dan bertakwa, Allah akan menjadikan
kehidupan suatu bangsa penuh dengan kenikmatan yang melimpah. Dengarkan
firman-Nya : Jikalau sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa,
pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (QS
7:96). Sebaliknya, bila kita tetap
menyombongkan diri dan tak mau taat pada ketetapanNya, Allah akan mengirimkan
azab berupa bencana alam, kelaparan, dan kerusakan di bumi
(QS 7:133).q
|