Sholat tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang
yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji di sisi Allah (Qs
Al-Isra:79) tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut
hasil penelitian Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu salat
sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit
kanker. Tidak percaya? "Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahjjud.
Jika anda melakukannya secara rutin, benar,khusuk, dan ikhlas, niscaya
anda terbebas dari infeksi dan kanker". Ucap Sholeh.
Ayah dua anak itu bukan 'tukang obat' jalanan. Dia melontarkan
pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul 'Pengaruh Sholat
tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Respons ketahanan Tubuh
Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi" Dengan desertasi
itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran
pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, yang dipertahankannya
Selasa pekan lalu.
Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah
salat tambahan atau sholat sunah. Padahal jika dilakukan secara kontinu,
tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan
respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A
dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat
mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang
dihadapi.
Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan
status sholat yang muakkadah (Sunah mendekati wajib). Ia menitikberatkan
pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan
keikhlasan.
Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan
mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan
tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri,
dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.
Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada
kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya anatara
38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00-
normalnya antara 69-345 nmol/liter. "Kalau jumlah hormon
kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena
tertekan. Begitu sebaliknya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini
yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam)
semata-mata dogma atau doktrin.
Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41
responden sisa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya.
Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat
tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang
bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul
02-00-3:30 sebanyak 11 rakaat, masing-masing dua rakaat empat kali salam
plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga
laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika)
Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin
bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan
tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajud memiliki ketahanan
tubuh dan kemampuan individual untuk menanggulangi masalah-masalah yang
dihadapi dengan stabil. "Jadi sholat tahajjud selain bernilai
ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat
mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan
motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat
menghindarkan seseorang dari stress," katanya.
Nah, menurut Sholeh, orang stre itu biasnya rentan sekali terhadap
penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahjjud yang dilakukan secara
rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan
memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar
dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan tekhnik
medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat
orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.
[ Back ] [ Home ] [ Up ] [ Next ]
|