Bingkisan dan Tamu
Rasulullah
Sentuhan perasaan
dan gejolak emosional adalah sesuatu yang selalu hadir dan dibutuhkan
dalam kehidupan seorang insan, baik di tengah masyarakat, keluarga maupun
di dalam rumahnya. Bingkisan hadiah adalah salah satu sarana untuk
merekatkan hati dan meluluhkan dendam serta amarah.
‘Aisyah Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam biasa menerima bingkisan hadiah dan membalas bingkisan itu.” (HR.
Bukhari).
Pemberian hadiah dan ucapan terima kasih sebagai ungkapan rasa syukur ini
hanya muncul dari jiwa yang mulia dan hati yang tulus. Akhlak yang mulia
merupakan akhlak para nabi dan sunnah para rasul. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam adalah teladan yang terdepan dan panutan yang luhur dalam
masalah tersebut. Bukankah beliau telah menegaskan: “Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari Akhirat, hendaklah ia memuliakan tamu. Hak
tamu ialah sehari semalam. Kewajiban melayani tamu adalah tiga hari, lebih
dari itu merupakan sedekah. Seorang tamu tidaklah boleh berlama-lama
sehingga memberatkan tuan rumah.” (HR. Al-Bukhari).
Demi Allah, tidak pernah disaksikan sebelumnya oleh siapapun juga, baik di
gunung maupun di lembah, baik penduduk Hijaz maupun penduduk semenanjung
Arab, akhlak dan budi pekerti seagung dan semulia Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam. Bahkan oleh penduduk Timur dan Barat sekalipun.
Perhatikanlah baik-baik dan lihatlah perilaku Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam.
Dari Sahal bin Sa’ad Radhiallaahu anhu ia berkata: “Seorang wanita datang
menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dengan membawa kain
bersulam (berhias). Ia berkata: “Aku menenun dan menyulamnya sendiri
dengan tanganku supaya engkau mengenakannya.”
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pun mengambilnya, tampaknya beliau
sangat membutuhkan. Kemudian beliau keluar menemui kami dengan mengenakan
kain itu sebagai sarung. Ada yang berkata: “Alangkah indahnya kain itu,
hadiahkanlah kain itu kepadaku!”
“Boleh!” jawab beliau. Lalu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam duduk
di dalam majlis kemudian kembali. Beliau segera melipat kain itu dan
mengirimkannya kepada orang tersebut.
Orang-orang berkata: “Alangkah bagusnya engkau ini, Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam lebih membutuhkan kain itu tetapi engkau
malah memintanya, padahal engkau tahu bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam tidak pernah menolak permintaan!”
Orang itu menjawab: “Demi Allah, sesungguhnya aku meminta kain itu kepada
beliau bukan untuk kukenakan, akan tetapi aku ingin menjadikannya sebagai
kain kafan.”
Sahal berkata: “Dengan kain itulah ia dikafani.” (HR. Bukhari).
Tidaklah mengherankan jika demikian luhur budi pekerti hamba pilihan Allah
Subhannahu wa Ta'ala ini. Karena beliau dibimbing langsung dibawah
pengawasan-Nya dan men-jadikannya sebagai teladan. Beliau telah memberikan
contoh yang agung dalam hal kemurahan hati dan ke-dermawanan.
Hakim bin Hizam Radhiallaahu anhu menuturkan: “Aku pernah meminta sesuatu
kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam beliau lantas memberikannya.
Kemudian aku meminta lagi, beliau pun memberikanya. Kemudian aku meminta
lagi, beliau pun memberikannya seraya berkata: “Wahai Hakim, sesung-guhnya
harta ini manis dan indah. Barang siapa yang mengambilnya dengan kemurahan
hati, ia akan mendapat keberkatan padanya. Barangsiapa yang mengambilnya
dengan ketamakan, ia tidak akan mendapat keberkatan padanya. Bagaikan
orang yang makan tapi tidak pernah kenyang. Dan tangan yang di atas lebih
baik dari tangan yang di bawah.” (Muttafaq ‘alaih).
Benarlah ucapan seorang penyair : Beliau adalah seorang yang paling
sempurna ketaatannya disamping memiliki semangat yang begitu tinggi.
Demikian agung dan luhur kedudukan beliau hingga sulit dibandingkan dengan
siapapun. Bila cahaya beliau menyinari umat manusia niscaya akan
mengelokkan dan menaungi mereka. Ternyata cahaya itu adalah Al-Qur’an dan
Sunnah beliau. Kutemukan para pemburu tercengang keheranan. Kutemukan
semua kebaikan terkumpul pada seorang insan (Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam).
Jabir Radhiallaahu anhu berkata: “Tidak pernah sama sekali Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam mengatakan “tidak” (menolak) setiap kali
diminta.” (HR. Al-Bukhari).
Kedermawanan dan kemurahan hati beliau sulit untuk dicari tandingannya.
Ditambah lagi dengan kebaikan hati, keelokan dalam bergaul dan kesetiaan
beliau yang tiada taranya. Di antara kebiasaan beliau adalah menebar
senyum kepada orang yang berada di dalam majlis. Sehingga orang-orang akan
menyangka bahwa orang itulah yang paling beliau kasihi.
Jabir bin Abdullah Radhiallaahu anhu mengungkapkan: “Sejak aku masuk
Islam, setiap kali Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam berpapasan
dengan-ku atau melihatku, beliau pasti tersenyum.” (HR. Al-Bukhari).
Cukuplah pengakuan dari orang yang melihat langsung menjadi pelajaran bagi
kita.
Abdullah bin Al-Harits Radhiallaahu anhu menuturkan: “Tidak pernah aku
melihat seseorang yang lebih banyak tersenyum daripada Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam.” (HR. At-Tirmidzi).
Mengapa harus heran wahai saudaraku tercinta, beliaulah yang menegaskan:
“Senyumanmu di hadapan saudaramu (seiman) adalah sedekah.” (HR. At-Tirmidzi).
Anas bin Malik Radhiallaahu anhu yang pernah menjadi pelayan Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam telah mengungkapkan kepada kita beberapa
sifat yang agung pada diri beliau. Yang sulit ditemukan pada diri
seseorang, bahkan pada diri orang banyak. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam adalah seorang yang sangat lembut, beliau pasti memperhatikan
setiap orang yang bertanya kepadanya, beliau tidak akan berpaling sehingga
sipenanyalah yang berpaling. Beliau pasti menyambut setiap orang yang
mengulurkan tangannya kepada beliau, beliau tidak akan melepas jabatan
tangannya sehingga orang itulah yang melepaskan.” (HR. Abu Nu’aim dalam
kitab Dalaail).
Selain sangat memuliakan tamu dan berlaku lembut kepada mereka, beliau
juga sangat penyantun terhadap umatnya. Oleh sebab itu, beliau tidak rela
melihat kemungkaran bahkan beliau pasti segera membasminya.
Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu menuturkan bahwa suatu ketika Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam melihat cincin emas di tangan seorang lelaki.
Beliau segera mencabut cincin itu lalu membu-angnya seraya berkata:
“Apakah salah seorang di antara kamu suka memakai bara api dari Neraka di
tangannya?” (HR. Muslim).
|