Depan
Istilah Keris
Kerisologi
Seniman
Keris
Seniman
Keris Masa Kini
Agenda
Buku
Keris
Kontak Java Keris
FAQ
Tips
Milis
Java Keris
Daftar
Web Keris
Buku Tamu
|
Seniman Keris Masa Kini
Empu
DJENO HARUMBRODJO (1927 - )
Dari daerah Yogyakarta. dikenal
sebagai seorang empu yang masih teguh mempertahankan kaidah-kaidah
pembuatan keris secara tradisional, termasuk tata upacara, sesaji, dan
tapabratanya. Sering kali ia berpuasa atau tidak tidur sampai
berhari-hari, dalam melaksanakan pembuatan keris-kerisnya. Keindahan
karyanya menyebabkan ia tiga kali mendapat kepercayaan membuat keris
pusaka bagi Keraton Kasultanan Yogyakarta, dengan menggunakan bahan
pamor Prambanan. Atas pesanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, antara lain
Empu Djeno membuat keris dapur Jangkung Mangkunegoro, dengan pamor Udan
Mas. Empu Djeno Harumbrodjo [Jënċ Harumbrċjċ] adalah anak keenam
Kyai Empu Supowinangun, seorang abdidalem empu keris Kepatihan
Yogyakarta. Pendidikannya sampai Schakelschool Kanisius, tahun 1944.
Sejak umur 15 tahun ia sering membantu ayahnya membuat tosan aji,
termasuk keris. Tahun 1970 ia mulai merintis kembali pembuatan keris si
Desa Jitar, yang telah terhenti sejak zaman pendudukan balatentara
Jepang. Dengan menggunakan peralatan peninggalan ayahnya, bersama dua
orang saudaraya, yakni Yosopangarso dan Genyodihardjo, ia melakukan
percobaan-percobaan pembuatan keris. Soalnya, ayah mereka tidak pernah
mengajarkan secara khusus teknik pembuatan keris. Percobaan itu
berhasil! Nama Djeno kemudian dikenal di dunia internasional, setelah
kedatangan Dietrich Drescher, kapten kapal bangsa Jerman yang memesan
keris kepadanya, dan menunggui pembuatannya sampai selesai. Drescher
guru pada empu Djeno. Tahun 1977 Djeno Harumbrodjo pindah ke Desa Gatak,
Kelurahan Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Letaknya sekitar 10 kilometer ke arah barat, dari kota Yogyakarta. Di
tempatnya yang baru ini ia mendirikan besalen-nya dan membuat sendiri
berbagai rupa peralatan kerjanya. Seperti tradisi yang dianut ayahnya,
empu Djeno selalu mengadakan selamatan dan sesaji pada saat akan
menggarap kerisnya, ketika akan menyepuh, dan mewarangi. Ia pun
berpuasa, serta tidak tidur pada hari-hari tertentu. Bentuk keris
buatannya mengambil pola tangguh Mataraman, tetapi lebih ramping,
singset, dan trengginas, sehingga agak mirip dengan keris tangguh
Majapahit. Ia menguasai berbagai teknik pembuatan pamor, baik pamor
miring, maupun pamor mlumah. Dan, karena apik garapannya, empu Djeno
tidak pernah sepi dari pesanan. Berkali-kali ia mengadakan pameran.
Tahun 1977 pameran di Sumberagung, kemudian di Universitas Gajahmada
tahun 1980. Pameran di Alun-alun Lor Yogyakarta (1981), hampir tiap
tahun sejak 1985 di Keraton Yogyakarta, dan di Institut Teknik Bandung
pada September 1999. Empu Jeno yang tetap membujang hingga tahun 2000
ini, pernah mengadakan ceramah di depan Proyek Javanologi di Museum
Sonobudoyo, Yogyakarta, tahun 1983. Berkat pengabdiannya di bidang seni
budaya keris, ia mendapat Anugerah Seni dari Pemda DI Yogyakarta tahun
1985 dan beberapa penghargaan lainnya. Di kalangan penggemar keris, Empu
Djeno mendapat penghargaan tinggi, bukan hanya karena keris-keris
buatannya indah, juga karena keturunan Empu Supa Anom itu masih tetap
mau menempa dengan cara dan tata upacara tradisional.
EMPU
PAUZAN PUSPOSUKADGO
Dari daerah Surakarta masih aktif membuat
keris pada akhir adab ke-20. Selain membuat keris, tombak, dan tosan aji
lainnya, pada dekade 1980-an Empu Pauzan juga menjadi dosen luar biasa
dalam bidang pembuatan keris di Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI)
Surakarta, yang kini menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI)
Surakarta. Empu Pauzan lahir di Desa Grinting, Boyolali, Jawa Tengah
pada 1941. Pendidikannya hanya sampai kelas II Sekolah Teknik Negeri
jurusan Bangnan. Setelah ini selama bertahun-tahun ia menjadi montir dan
kemudian menjadi sopir bis malam. Perhatiannya terhadap dunia perkerisan
mulai timbul sejak tahun 1971. Ia menjadi anggota Boworoso Tosan Aji
Surakarta, dan banyak mendapat bimbingan dari K.R.T. Hardjonagoro,
seorang budayawan kolektor keris di Surakarta. Tahun 1982 ia mulai
belajar membuat keris sendiri, dengan membuat besalen di halaman
rumahnya. Dengan modal tekad dan rajin bertanya, keris buatannya makin
lama makin baik. Dari Keraton Kasunanan Surakarta empu Pauzan mendapat
pangkat Mantri Anon-anon Tosan Aji, dengan sebutan Mas Ngabehi
Pusposukadgo. Sekitar tahun 1984 Empu Pauzan membuat pamor kreasi baru
yang berdasarkan rekayasa Dietrich Dresser. Pamor itu dinamakan Poleng
Wengkon. Pauzan menerapkannya pada sebuah keris berdapur Gumbeng. Oleh
Jenderal Purnawirawan Soerono keris dapur Gumbeng berpamor Poleng
Wengkon itu diberi nama Kyai Surengkarya, yang artinye pekerja keras
atau pekerja tekun. Keris-keris dan tosan aji karya Pauzan pernah
dipamerkan di ASKI (1983), Sasana Mulya Surakarta (1984), Monumen Pers
Surakarta (1985) dan Pusat Keris Jakarta serta Anjungan Jawa Tengah
Taman Mini Inidonesia Indah (1986). Empu Pauzan yang beralamat di
Kampung Yosoroto RT 01 RW 09 bo 82, ini memiliki beberapa tanda
penghargaan, antara lain dari Menko Bidang Politik dan Keamanan Jenderal
Soerono (1981), dan Seminar PATA. Sejak tahun 1982 ia menjabat sebagai
anggota Presidium Pangreh Boworoso Tosan Aji Surakarta. Sebagai dosen
ASKI, murid-muridnya yang menonjol antara lain Yantono, Subandi, dan
Suyanto.
|