Media Indonesia, 18 Agustus 2002

Hal 17.

Rubrik: Tamu Kita

 

Kerisologi untuk Pria Sejati

 

BARANGKALI sebagian masyarakat menganggap, keris hanya sebuah besi berukuran kurang dari sehasta yang berkeluk dan tidak memiliki makna apa-apa, kecuali berguna sebagai aksesori belaka. Tapi, lain halnya bagi mayoritas masyarakat Jawa. Benda yang termasuk tosan aji -senjata- ini, dikenal sebagai salah satu dari lima perlambang pria sejati dalam budaya Jawa. Soalnya ada anggapan, dalam kehidupan seorang laki-laki harus memiliki lima syarat yaitu curigo (keris/senjata), turonggo (kuda/kendaraan), wismo (rumah), wanito (istri), dan kukilo (burung/hiburan).

Karena perannya sebagai alat simbolik maka keris memiliki kriteria agar dapat digolongkan sebagai sebuah keris serta terjaga martabat nya. Antara lain, pertama, keris harus terdiri dari dua bagian utama, meliputi bilah keris-termasuk pesi-dan bagian ganja -bagian gagangnya. Bagian bilah dan pesi melambangkan ujud lingga, sedangkan bagian ganja melambangkan ujud yoni atau makhluk halus.

Dalam falsafah Jawa, persatuan antara lingga dan yoni merupakan perlambang akan harapan atas kesuburan, keabadian, dan kekuatan.

Kedua, bilah keris harus selalu membuat sudut terhadap ganja, namun bukan tegak lurus. Dalam budaya Jawa diartikan, sebagai pertanda bahwa apa pun pangkat dan kedudukan seseorang harus selalu tunduk kepada Tuhan, dan menghargai sesamanya.

Kriteria ketiga, ukuran panjang bilah keris lazimnya antara 33-38 sentimeter, meski keris luar Jawa ada yang mencapai 58-64 sentimeter. Maka itu, benda menyerupai keris yang amat kecil - misalnya hanya 12 sentimeter - bukan tergolong keris, melainkan semacam jimat berbentuk keris-kerisan.

Keempat, keris yang baik harus ditempa dan terbuat dari dua atau tiga logam, yaitu besi, baja, dan bahan pamor.

Keris juga memiliki tata cara pemakaian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan pakaian daerah masing-masing. Di Pulau Jawa, misalnya, cara mengenakan keris untuk ke pesta tidak sama dengan menghadiri acara kematian atau penguburan. Keris diselipkan pada stagen, sejenis ikat pinggang, di pinggang bagian belakang dan miring ke arah tangan kanan. Sedangkan di Bali, keris dikenakan dengan cara diselipkan pada lipatan kain, di punggung dengan posisi tegak atau dengan miring ke kanan.

Tapi yang jelas, pada dasarnya keris bukanlah alat membunuh. Keris lebih bersifat sebagai senjata dalam pengertian simbolik, senjata dalam arti spiritual. Dan, keris juga dipercayai mempunyai kekuatan gaib. Dengan menggunakan keris, bagi orang yang percaya, dapat memberikan rasa percaya diri dan keberanian.

Bahkan ada pula yang menganggap, memiliki keris akan terhindar dari penyakit, menangkal makhluk halus, dan manfaat lain sesuai dengan tuah yang ada pada keris tersebut. "Semenjak saya mengoleksi keris, sering terjadi hal-hal supranatural, yang sulit diterima akal sehat," ungkap kolektor keris Jimi Haryanto, 50, kepada Media sembari mencontohkan, kerap kali dalam keadaan setengah sadar, ia didatangi sosok kakek tua memakai jubah putih, juga pernah menyerupai gadis cantik.

 

Cerita wayang

Keris sudah dikenal masvarakat Indonesia jauh sebelum budaya Hindu dan Buddha menyebar di Nusantara, abad XIV. Bukti berkaitan dengan keberadaan keris di Indonesia, dapat ditengok pada candi-candi batu yang dibangun pada masa sebelum abad X.

Di sana membuktikan. bangsa Indonesia telah mengenal peralatan besi yang cukup bagus, aehingga mereka dapat menghasilkan karya seni pahal yang bernilai tinggi.

Gambar timbul (relief) paling kuno yang memperlihatkan peralatan besi terdapat pada prasasti yang ditemukan di Desa Dakuwu, di Grabag. Magelang, Jawa Tengah.

Namun, senjata keris mulai akrab di lingkungan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, setelah dimasukkan dalam cerita-cerita wayang yang mengadaptasi kisah dalam kitab Mahabhrata maupun Ramayana yang ditulis pujangga India.

Kini keris bukan sekadar cerita dalam dongeng. Persoalan keris telah menjadi kerisologi, sebuah ilmu yang mempelajari seluk-beluk keris. Maka itu, pantas kalau sekarang keris tidak cuma dikenal di Tanah Air. Di belahan lain Nusantara, benda ini juga akrab dalam budaya-budaya kehidupan masyarakat Brunei, Malaysia, Filipina, Kamboja maupun Vietnam.

 

(CR-24/M-3)

Hosted by www.Geocities.ws

1