----- Original Message -----

From: Jusuf Achmad

To: [email protected] ; [email protected]

Sent: Wednesday, February 14, 2007 9:23 PM

Subject: [KKAS] Senantiasa damai atau terkendali, terhindar dari bencana

 

Salam / Kedamaian untuk semua,

Untuk menghindari bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya, terusan banjir kanal timur harus dibangun (yang biayanya triliyunan rupiah) lalu daerah resapan sungai-sungainya harus ditata kembali dan seterusnya dan seterusnya....demikian kata pihak-pihak yang berwenang dan para ahli. Seolah-olah hanya usaha-usaha kekuatan fisik dan intelektuallah (kanal, bendungan, situ, resepan, aturan, perencanaan, uang, otoritas dstnya) yang dapat menghindari kita dari bencana. Apakah tidak ada alternatif jalan lain untuk kita bisa terhindar dari bencana?

Senada dengan tulisan-tulisan saya belakangan ini ada dua jalan dimana kita dapat senantisa terhindar dari bencana-bencana. Jalan pertama dimana kita senantiasa dapat berdamai dengan diri-sendiri, sekeliling, lingkungan, singkatnya berdamai dengan Alam tanpa kondisi - Alam (Tuhan) pun tanpa kondisi senantiasa ramah dengan kita. Kita melihat Alam beserta isinya sebagai Satu adanya.

Jalan yang satu lagi adalah dimana kita senatiasa terkendali. Bisa mengendalikan diri-sendiri dan pihak-pihak lain disekitar kita agar tidak berlebihan, singkatnya bisa mengedalikan diri, pihak lain, Alam agar senantiasa ada dalam keseimbangan jangka panjang. Selalu berpikir-bertindak untuk kesinambungan alam jangka panjang. Jalan ini sesungguhanya sama dengan upaya-upaya yang mengedepankan usaha-usaha fisik dan intelektual yang saya sebutkan dimuka. Ini adalah "surga jalan Jin". Sosok yang menempuh jalan "Jin" cirinya mempunyai ambisi tersembunyi mengalahkan / bersaing dengan Alam / mahlukNya / Tuhan. Namun saking tersembunyinya yang nampak dalam kesehariannya tetap berdamai dengan Alam / mahlukNya / Tuhan, oleh kerena itu Alam juga memberikan reaksi yang setimpal (Keterangan selanjutnya lihat tulisan tulisan saya sebelumnya).

Penduduk kota metropolitan ini seperti umumnya manusia belum mempunyai keteguhan tetap berada di jalan damai / cinta atau jalan pengendalian diri / tanpa cinta. Cenderung sadar tidak sadar banyak melontarkan / mengundang bencana / permusuhan / kesusahan. Misalnya, bukan saja perusahaan-perusahaan saingan yang dianggap "musuh" harus "dihancurkan" demi mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan (diri), rekan sekerjapun kalau perlu "disingkirkan" demi kelancaran kenaikan jenjang karier. Hal ini juga didorong oleh motto banyak perusahaan, semacam: "Berkembang berarti hidup, stagnan berarti mati"). Sikap permusuhan / persaingan yang tak terkendali terhadap sekeliling mengundang Alam sekeliling berbuat hal yang sama. Saling melempar energi negatif, singkatnya timbul bencana / kesusahan yang tak ada putusnya, walaupun diimbangi pula oleh kisah-kisah sukses di sana-sini seperti banyak disiarkan oleh media masa (kondisi dualitas).

Namun bencana atau "api" ini datang karena diundang (sadar / tidak sadar). Hampir semua orang sepakat dan percaya bahwa kemajuan / sukses hanya bisa dicapai melalui tantangan / kesusahan. Bahkan banyak "kaum beragama" yang yakin betul bahwa surga (sukses / kemajuan) di dunia ini hanya bisa terwujud setelah manusia tertimpa bencana besar dan dahsyat (kesusahan). Singkatnya percaya bahwa hanya melalui kesusahanlah kemajuan bisa dicapai. Tentunya kepercayaan ini akan diuji, atas permintaan kita sendiri tentunya. Sesungguhnya Alam / Tuhan tidak pernah melaknat siapa-siapa tapi hanya memberi apa-apa yang diminta ("Aku ini menurut sangkaan hamba-hambaKu". Kita menciptakan realitas kita sendiri, we create our own reality).

Jadi kita dapat terhindar dari bencana kalau kita bisa terkendali tidak saling melempar atau mengundang energi negatif atau senantiasa damai memancarkan energi positif. Namun seperti yang sering saya utarakan "tidak ada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya", jalan apapun yang kita tempuh di alam-alam sementara ini tidak lepas dari pengalaman-pengalamanan keterbatasan. Pengalaman-pengalaman inilah yang kita bawa sebagai oleh-oleh yang tak ternilai harganya ke Alam Ketakberhinggaan, kampung halaman kita semua, tempat kita semua berasal dan berpulang.

Salam,

Jusuf Achmad.

Website: www.geocities.com/jachmad arsip tulisan-tulisan terdahulu.

Hosted by www.Geocities.ws

1