----- Original Message -----

From: Jusuf Achmad

To: psikologi_transformatif@yahoogroups.com

Sent: Thursday, February 01, 2007 12:32 PM

Subject: [psikologi_transformatif] Jalan-Jalan Kembali

 

Salam / kedamaian untuk semua,

 

Kita semua berasal dari yang Satu.  Cepat atau lambat kita semua akan kembali kepada yang Satu.  Kembali dalam Alam Ketakberhinggaan, kampung halalam kita semua.  Alam keterbatasan ini hanyalah tempat sementara untuk kita mengerti, mengalami apa arti yang bukan ketakberhinggaan.  Mengerti, mengalami yang bukan Keabadian.  Dengan kata lain mengerti, mengalami yang bukan Tuhan (yang bukan nilai-nilai ketakberhinggaan-keabadian).

 

Semakin kita mengerti apa arti panas, semakin kita mengerti pula arti kebalikannya: dingin.  Semakin kita mengerti dan mengalami arti keterbatasan (yang bukan Tuhan) semakin kita lebih mengerti arti ketakberhinggaan, keabadian, nilai-nilai Ketuhanan.  Tidak ada mahluk yang tidak menjalankan rencanaNya.  Dia yang Satu tempat kita semua berasal dan kembali.  Jadi rencanaNya sesungguhnya rencana kita-kita juga, karena tidak ada keberadaan di Alam Semesta ini selain Dia.

 

Tinggal kita sekarang memilih jalan kembali.  Secara garis besar jalan kembali terbagi dua.  Kalau kita merasa adanya kesusahan-kesusahan adalah dasar untuk menuju kemajuan / peningkatan maka kita cocok menempuh jalan kembali kepadaNya melalui alam-alam dualitas.  Di alam-alam ini kemenangan-kekalahan, kejayaan-keterpurukan, kebahagiaan-kesusahan akan datang silih berganti. 

 

Singkatnya kondisi dualitas membawa kemajuan [Dari yang kasat mata-brutal sampai yang tersembunyi-halus.  Kemajuan biasanya diasosiasikan sebagai peningkatan superioritas baik secara terang-terangan maupun tersembunyi].  Untuk mempertahankan dan meningkatkan superioritas, segala yang dianggap buruk-inferior harus dimusnahkan (atau dibakar, namun bisa pula dilakukan dengan cara tersembunyi / halus / terselubung). Jadi di alam dualitas berlaku survival of the fittest.  Alam seperti ini tidak begitu asing bagi kebanyakan orang di dunia ini, namun tidak banyak orang bisa konsisten hidup dalam kondisi seperti ini.

 

Jalan yang satu lagi, jalan yang kurang dikenal orang, biasa disebut sebagai jalan Penyatuan atau Tauhid atau Unity.  Dalam kedamaian mengantar kita kepada kemajuan.  Dimana definisi kemajuan adalah kondisi yang lebih damai.  Konsep harus susah dulu baru mendapat kedamaian adalah konsep dualitas, bukan konsep unity.  Tiap jalan mempunyai konsekuensi sendiri-sendiri.  Jalan kembali melalui alam-alam ini tidak cocok bagi mereka yang baru bisa merasa "hidup" kalau mendapatkan "kemenangan-kemenangan", hanya dalam kondisi "damai" saja bisa membawa mereka tenggelam dalam kebosanan (tidak berenergi).

 

"Energi" kecintaan tanpa pamrih, pantulan sisi RahmaniyatNya, adalah energi yang dominan dimiliki dan dipancarkan pejalan spiritual di alam ini. Energi inilah sumber energi utama (tentunya ada energi-energi lainnya) yang membuat mereka terus berkembang.  Kecintaan tanpa pamrih kepada semua, menguatkan konsep kesetaraan, kebersamaan (kebalikan dari survival of the fittest).  Semua tercipta untuk kemajuan bersama,  "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya".

 

Yang belum menemukan jalan kembali disebut tersesat, namun tidak ada yang meleset dari rencanaNya.  Karena sebelum kita kembali ke alam ketakberhinggaan, jalan apapun yang kita tempuh masih disebut pengalaman keterbatasan.  Pengalaman keterbatasan memperkaya arti ketakberhinggaan, sekali lagi "Tiada yang cacat dalam ciptaan-ciptaanNya".

 

Salam,

 

Jusuf Achmad.

 

Website: www.geocities.com/jachmad/ (arsip tulisan-tulisan sebelumnya).

 

 

Hosted by www.Geocities.ws

1